Sabtu, 21 Februari 2009

Dampak Liberalisasi Perdagangan Terhadap Daya Saing Beras Indonesia Di Pasar Domestik

Liberalisasi perdagangan menghendaki penghapusan bea masuk impor, keterbukaan pasar serta kesempatan usaha yang tanpa batas (borderless world). Pada kondisi ini akan berdampak negatif, terutama pada komoditi beras yang secara umum memiliki daya saing rendah, (Download dalam bentuk file, Click Here)karena inefisiensi usahataninya.Tujuan penelitian untuk mengetahui: (a) Tingkat

efisiensi penggunaan input di tingkat usahatani padi, (b) Daya saing komoditi padi di pasar domestik, (c) Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan beras di pasar domestik. (d) Permintaan dan penawaran beras di pasar domestik.
Daerah penelitian ditentukan secara sengaja (purpousive sampling) di Kabupaten Jember dan Lumajang, dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut sebagai sentra penghasil beras di Jawa Timur. Data sekunder diperoleh dari data nasional, sehingga tidak ditentukan daerah penelitian secara spesifik. Metode pengambilan populasi dan contoh dilakukan secara two stage cluster sampling. Dari jumlah desa di Kabupaten Jember dan Lumajang maka diperoleh primary sample unit masing-masing diperoleh 2 desa dengan total sampel yang diperlukan sebanyak 159 orang.

Hasil analisis dengan fungsi keuntungan pada model I menunjukkan bahwa fungsi permintaan input dari pupuk P tidak efisien dengan Prob > t (0.2854). Kondisi ini karena petani mengalokasikan pupuk P 20 kg per hektar sedangkan yang dianjurkan 45 kg per hektar. Hasil analisis nisbah Biaya Sumberdaya Domestik (BSD) diperoleh sebesar Rp. 3.552.20 atau di bawah harga bayangan (Rp.11.831,65) sehingga diperoleh nisbah Koefisien Biaya Sumberdaya Domestik (KBSDsosial) 0.3002. Hal ini berarti komoditi padi memiliki keunggulan komparatif, karena biaya untuk memproduksi padi di Indonesia hanya membutuhkan 30,02% dari biaya impor, sehingga pemenuhan beras dalam hal ini padi jika diusahakan dalam negeri akan mampu menghemat devisa negara sebesar 69,98% dari besarnya biaya impor yang diperlukan. Hasil analisis Biaya Sumberdaya Domestik (BSD aktual) diperoleh nisbah Biaya Sumberdaya Domestik (BSD) Rp. 4.351,47 dan Koefisien Biaya Sumberdaya Domestik (KBSD aktual) 0,4463. Dengan diperoleh KBSDaktual < 1, maka usahatani tanaman padi di daerah penelitian memiliki keunggulan kompetitif, karena dengan memproduksi padi di dalam negeri maka akan mampu menghemat devisa negara sebesar 55,37% dari seluruh biaya impor yang digunakan atau untuk menghasilkan nilai tambah 1 $ US maka diperlukan biaya input domestik sebesar Rp.4.348 berarti usahatani tersebut efisien secara finansial dalam pemanfaatan sumberdaya domestik. Kebijakan pemerintah yang dilakukan selama ini tidak mendukung daya saing komoditi padi yang ditunjukkan dengan nisbah Effective Protection Coefficient (EPC) 0,67 (pemerintah tidak melakukan proteksi terhadap petani) justru membebani biaya produksi padi 28% atau nisbah Subsidy Ratio to Producer (SRP) -0,28. Berdasar Sustainable Competitive Advantage (SCA) komoditi beras belum memiliki daya saing karena surplus permintaan dari penawaran beras hanya 0,6 juta ton, sedangkan untuk kepentingan stok membutuhkan 1,5 juta ton beras. Dengan demikian secara umum beras belum memiliki daya saing di pasar domestik.

Kata kunci: Efisiensi, Keunggulan Komparatif, Keunggulan Kompetitif, Kebijakan Pemerintah, Penawaran Dan Permintaan.


2 komentar:

indah.89 mengatakan...

maaf bapak untuk penelitian bapak tersebut menggunakan data primer atau data sekunder?terima kasih

indah.89 mengatakan...

maaf bapak untuk penelitian bapak tersebut menggunakan data primer atau data sekunder?terima kasih