Senin, 13 Desember 2010

PEDOMAN PELAKSANAAN SERTIFIKASI PROFESI PENYULUH PERTANIAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (SP3K) menyebutkan bahwa Penyuluh Pertanian merupakan profesi. Dalam rangka mengimplementasikan semangat Undang¬Undang tersebut, telah ditetapkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)(DOWNLOAD FILE, CLICK HERE!) sektor pertanian bidang Penyuluhan Pertanian dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep. 29/MEN/111/2010.
Penyusunan SKKNI mengacu pads Peraturan Menteri Negara Pandayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/02/MENPAN/2/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian dan Angka Kreditnya. Sehingga terjadi keselarasan antara SKKNI yang mencerminkan
Profesionalisme Penyuluh Pertanian dengan jabatan fungsional Penyuluh Pertanian yang memiliki tugas dan tanggung jawab berdasarkan pads bidang tugas dan lingkup pekerjaan.
Dalam rangka menjamin.mute pelayanan Penyuluh Pertanian kepada pelaku utama dan sasaran antara, perlu adanya pembenahan, pembinaan, dan peningkatan mutu layanan Penyuluh Pertanian melalui sertifikasi profesi Penyuluh Pertanian. Dengan ditetapkannya sertifikasi profesi bagi Penyuluh Pertanian, profesionalitas Penyuluh Pertanian memiliki aspek legalitas formal, dan diakui masyarakat.
Proses sertifikasi profesi Penyuluh Pertanian merupakan serangkaian uji kompetensi berdasarkan SKKNI Profesi Penyuluh Pertanian. Uji kompetensi direncanakan dan disusun sedemikian rupa sehingga dapat menjamin, bahwa semua persyaratan dilakukan secara objektif dan sistematis dengan bukti-bukti yang terdokumentasi. Agar rangkaian proses ini dapat dilaksanakan secara optimal, diperlukan ke!embagaan yang memiliki kewenangan melakukan uji kompetensi. Lembaga ini bersifat independen (independent agency), bekerja berdasarkan peraturan, prosedur dan manajemen mutu untuk melaksanakan
B. Tujuan dan Manfaat
Pedoman umum Sertifikasi Profesi Penyuluh Pertanian bertujuan memberikan acuan kepada pelaksana sertifikasi Penyuluh Pertanian dalam pelaksanaan uji kompetensi. Secara khusus sertifikasi profesi Penyuluh Pertanian bertujuan meningkatkan proses dan mutu hasil penyuluhan, serta meningkatkan profesionalisme Penyuluh Pertanian.
Sedangkan manfaat sertifikasi profesi Penyuluh Pertanian adalah :
1.Melindungi profesi Penyuluh Pertanian dari praktik-praktik yang tidak kornpeten yang dapat merusak citra profesi Penyuluh Pertanian,
2.Melindungi masyarakat dari praktik-praktik penyuluhan pertanian yang tidak bertanggung jawab;
3.Menjamin mutu penyelenggaraan penyuluhan pertanian.

C. Pengertian

1.Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan danlatau keahlian, serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2.Profesi Penyuluh Pertanian adalah pekerjaan penyuluhan pertanian yang rnembutuhkan keahlian khusus yang dihasilkan dari proses pendidikan profesi, pelatihan profesi dan/atau pengalaman kerja, dan dibuktikan dengan Sertifikat Profesi Penyuluh Pertanian dan memperoleh rewards.
3.Penyuluh Pertanian Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyuluh Pertanian PNS adalah PNS yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pads satuan organisasi lingkup pertanian untuk melakukan kegiatan penyuluhan pertanian.
Penyuluh Pertanian Swasta adalah Penyuluh Pertanian yang berasal dari dunia usaha dan/atau lembaga, yang mempunyai kompetensi dalam bidang penyuluhan pertanian.
Penyuluh Pertanian Swadaya adalah pelaku utama pertanian yang berhasil dalam usahanya, dan warga masyarakat lainnya yang dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi Penyuluh

Read more.....

INDONESIA TAHAN PANGAN DAN GIZI 2015

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada tahun 2000 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan pernyataan tentang perlunya upaya global untuk peningkatan kesejahteraan manusia melalui Millenium Development Goals (MDGs). MDGs memiliki 8 tujuan, 18 target dan 48 indikator. Tujuan pertama dari MDGs adalah bahwa pada tahun 2015 nanti setiap negara diharapkan mampu untuk menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi awal pada tahun 1990. (DOWN LOAD FILE, CLICK HERE!) Dua dari lima indikator sebagai penjabaran tujuan pertama MDGs adalah menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita (indikator keempat) dan menurunnya jumlah penduduk defisit energi atau kelaparan (indikator kelima). Kedua indikator tersebut mencerminkan tingginya keterkaitan antara kondisisi ketahanan pangan dengan status gizi masyarakat. Menggabungkan upaya untuk mewujudkan kedua indikator tersebut secara sinergis merupakan langkah strategis yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pencapaian sasaran.

Sebagai negara dengan penduduk besar dan wilayah yang sangat luas, ketahanan pangan merupakan agenda penting di dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Kejadian rawan pangan menjadi masalah yang sangat sensitif dalam dinamika kehidupan sosial politik Indonesia. Menjadi sangat penting bagi Indonesia untuk mampu mewujudkan ketahanan pangan nasional, wilayah, rumahtangga dan individu yang berbasiskan kemandirian penyediaan pangan domestik. Kemandirian ini semakin penting ditengah kondisi dunia yang mengalami krisis pangan, energi dan finansial yang ditandai dengan harga pangan internasional mengalami lonjakan drastis; meningkatnya kebutuhan pangan untuk energi alternatif (bio-energi); resesi ekonomi global yang berakibat semakin menurunnya daya beli masyarakat terhadap pangan; (d) serbuan pangan asing (“westernisasi diet”) berpotensi besar penyebab gizi lebih dan meningkatkan ketergantungan pada impor.
Menyadari akan pentingnya perwujudan ketahanan pangan dan gizi nasional sebagai salah satu pilar ketahanan nasional dan wilayah, maka pada Konferensi Dewan Ketahanan Pangan Tahun 2006 para Gubernur selaku Ketua DKP Provinsi seluruh Indonesia telah mencanangkan beberapa kesepakatan yang salah satunya adalah menyusun rencana nasional menuju Indonesia Tahan Pangan dan Gizi 2015. Kesepakatan ini telah dideklarasikan dihadapan Presiden RI selaku Ketua DKP pada tanggal 21 Nopember 2006 di Istana Bogor. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka buku Indonesia Tahan Pangan 2015 ini disusun.
Sebagai tindak lanjut kesepakatan tersebut, kemudian dilakukan penyusunan draft buku kebijakan Indonesia Tahan Pangan 2015 sejak tahun 2008. Berbagai informasi dan data pendukung dikumpulkan dilanjutkan dengan serangkaian pertemuan yang melibatkan instansi lintas sektor dan pokja ahli Dewan Ketahanan Pangan. Selanjutnya dokumen ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan bagi pemangku kepentingan baik instansi pemerintah di tingkat pusat maupun propinsi dan kabupaten/kota, swasta, BUMN/BUMD, perguruan tinggi, petani, nelayan, industri pengolahan, pedagang, penyedia jasa, serta masyarakat pada umumnya dalam menjabarkan lebih lanjut secara terintegrasi, terkoordinasi dan sinergis berbagai kegiatan nyata untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi nasional dan wilayah tahun 2015.
B. RUANG LINGKUP
Dokumen Indonesia Tahan Pangan 2015 ini berisi strategi dan langkah konkrit yang perlu dan akan dilakukan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan meningkatkan status gizi masyarakat, Indonesia Tahan Pangan 2015 ini merupakan penjabaran dari komitmen pencapaian MDGs, serta pengembangan kebijakan pembangunan nasional lain di bidang pangan dan gizi seperti Kebijakan Umum Ketahanan pangan nasional 2005 – 2009, Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RANPG) 2006-2010, Arahan Presiden pada Konferensi Dewan Ketahanan Pangan pada April 2006, serta Komitmen seluruh Gubernur selaku Ketua Dewan Ketahanan Pangan Propinsi pada Desember 2006.
Dokumen ini mengupas tentang keragaan ketahanan pangan dan gizi dewasa ini berikut rumusan isu strategis terkait pilar-pilar ketahanan pangan dan gizi, mencakup produksi dan ketersediaan pangan, distribusi dan akses pangan, konsumsi dan keamanan pangan serta status gizi masyarakat. Strategi dan Kebijakan Ketahanan Pangan dan Gizi 2015 disusun dengan mempertimbangkan pengalaman implementasi kebijakan sebelumnya agar tidak terjadi pengulangan yang tidak diperlukan serta untuk menyempurnakan kebijakan mendatang dengan belajar dari kelebihan dan kekurangan pada masa lalu.
C. LANDASAN HUKUM
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 menegaskan bahwa pembangunan pangan dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, dan pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan. UU Nomor 7 tahun 1996 menjelaskan tentang konsep ketahanan pangan, komponen serta pihak yang berperan serta dalam mewujudkan ketahanan pangan. Undang-Undang tersebut telah dijabarkan dalam beberapa peraturan pemerintah (PP) antara lain : (i) PP Nomor 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan yang mengatur tentang ketahanan pangan yang mencakup aspek ketersediaan pangan, cadangan pangan, penganekaragaman pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan, peran pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat, pengembangan sumberdaya manusia dan kerjasama internasional; (ii) PP Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan yang mengatur pembinaan dan pengawasan di bidang label dan iklan pangan dalam rangka menciptakan perdagangan pangan yang jujur dan bertanggungjawab; dan (iii) PP Nomor 28 Tahun 2004 yang mengatur tentang keamanan, mutu dan gizi pangan, pemasukan dan pengeluaran pangan ke wilayah Indonesia, pengawasan dan pembinaan serta peran serta masyarakat mengenai hal-hal di bidang mutu dan gizi pangan.
Selain mengacu pada berbagai dokumen hukum nasional tersebut, pelaksanaan pembangunan ketahanan pangan juga mengacu pada komitmen bangsa Indonesia dalam kesepakatan dunia. Indonesia sebagai salah satu anggota PBB (United Nation Organisation) menyatakan komitmen untuk melaksanakan aksi-aksi mengatasi kelaparan, kekurangan gizi serta kemiskinan dunia. Kemiskinan tersebut antara lain tertuang dalam Deklarasi World food Summit 1996 dan ditegaskan kembali dalam World food Summit: five years later 2001, serta Millenium Development Goals tahun 2000, untuk mengurangi angka kemiskinan ekstrim dan kerawanan pangan dunia sampai setengahnya di tahun 2015.
Mengacu pada berbagai dokumen hukum serta kesepakatan nasional maupun internasional, maka pemerintah Indonesia menyusun Rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) 2005-2009 yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005, serta dokumen revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan (RPPK) yang telah dicanangkan Presiden pada tanggal 11 Juni 2005. Kedua dokumen hukum tersebut memuat kebijakan dan program pembangunan nasional, termasuk ketahanan pangan dan perbaikan gizi. Peraturan pemerintah PP Nomor 3 tahun 2007 tentang Pertanggungjawaban Gubernur, Bupati/Walikota dimana Gubernur, bupati/walikota tentang kewajiban melaporkan pembangunan ketahanan dan PP Nomor 38 tahun 2007 bahwa ketahanan pangan menjadi urusan wajib pemerintah propinsi, kab/kota. Berdasarkan kedua peraturan pemerintah tersebut, jelas secara tegas bahwa ketahanan pangan menjadi urusan wajib bagi pemerintah propinsi, kabupaten/kota.
Secara rinci landasan hukum penyusunan Indonesia Tahan Pangan 2015 adalah sebagai berikut:
1.UU No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
2.UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan
3.PP No. 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan
4.PP 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
5.PP No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
6.PP No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
7.Perpres No. 83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan
8.Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005 – 2009
9.Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (pencanangan oleh Presiden tanggal 11 Juni 2005), termasuk kebijakan dan program pembangunan ketahanan pangan
10.Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006-2009
11.Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010
12.Arahan Presiden pada rapat pleno Dewan Ketahanan Pangan tanggal 18 April 2006
13.Komitmen Gubernur pada 20 November 2006

II. KONDISI KETAHANAN PANGAN DAN GIZI SAAT INI
Selama lima tahun terakhir, pembangunan di bidang ketahanan pangan dan gizi telah menunjukkan kecenderungan yang semakin baik di semua pilar, mulai dari produksi dan ketersediaan serta distribusi hingga ke konsumsi dan status gizi. Beberapa indikator penting seperti produksi pangan, stabilitas harga pangan pokok, konsumsi pangan dan status gizi telah menunjukkan kondisi yang semakin membaik. Produksi beberapa komoditas utama seperti padi, jagung, kedele dan gula telah menunjukkan peningkatan. Selama periode 2003-2008 produksi padi meningkat dari 52 juta ton menjadi 60 juta ton. Gula juga menunjukkan peningkatan yang signifikan. Peningkatan produksi pangan dalam negeri, khususnya beras telah mendorong peningkatan pasokan yang berujung pada stabilitas harga komoditas pangan ini. Pada tahun 2008, ketika di dunia internasional terjadi peningkatan harga beras lebih dari 100% harga domestik meningkat tidak lebih dari 10%.
Seiring dengan peningkatan produksi pangan pokok utama, produksi pangan hewani, khususnya daging ternak besar (sapi dan kerbau), daging ayam, telur, susu dan ikan juga menunjukkan kecenderungan meningkat, dengan laju peningkatan tertinggi dicapai oleh daging sapi dan kerbau (3.25%) dan daging ayam (4.04%). Bila diiringi dengan peningkatan aksesibilitas ekonomi masyarakat, kondisi ini memungkinkan terjadinya peningkatan konsumsi pangan hewani masyarakat Indonesia yang saat ini tergolong masih rendah.
Kecuali untuk susu, kedelai, daging dan gula, ketergantungan impor pangan untuk komoditas lainnya relative rendah. Produksi pangan yang cenderung meningkat tersebut berimplikasi pada peningkatan ketersediaan energi dan protein domestic, khususnya selama periode 2005-2008 setelah terjadi penurunan pada periode 2003-2005. Secara nasional ketersediaan energi dan protein selama lima tahun terakhir telah melampaui angka kecukupan gizi (AKG) tingkat ketersediaan (2,200 kkal/kap/hr dan 57 gram protein/kap/hr) yang direkomendasikan oleh Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VIII.
Terjadinya peningkatan produksi dan ketersediaan pangan yang disertai dengan harga pangan domestik yang relatif stabil serta peningkatan akses pangan melalui program Raskin dan beberapa program pembangunan lainnya telah berkontribusi dalam peningkatan konsumsi pangan. Rata-rata konsumsi energy dan protein cenderung meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Rata-rata konsumsi energi semakin mendekati kebutuhan sebesar 2000 kkal/kap/hari, dan pada tahun 2007 bahkan telah memenuhi angka kecukupan dengan rata-rata konsumsi energi sebesar 2015 kkal/kap atau 100.7% dari angka kecukupan energi. Demikian halnya dengan protein, konsumsi per kapita per hari umumnya sudah tercukupi. Terjadinya peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan ini diikuti pula dengan penurunan persentase rumahtangga yang defisit energy tingkat berat (konsumsi energy < 70% angka kecukupan gizi) yang juga dikenal sebagai sangat rawan pangan. Persentase penduduk yang sangat rawan pangan menurun dari 13.1% tahun 2002 menjadi 11.1% tahun 2008. Meski menurun jumlah penduduk yang deficit energy tingkat berat (sangat rawan pangan) diperkirakan masih sekitar 25.1 juta jiwa pada tahun 2008. Apabila dihitung sejak terjadinya krisis pada tahun 1999 dimana persentase penduduk yang sangat rawan pangan mencapai 18.9% (38.6 juta jiwa), maka penurunan yang terjadi sangat signifikan.
Terjadinya peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan ini juga diikuti dengan peningkatan keadaan gizi masyarakat yang diindikasikan oleh menurunnya prevalensi status gizi kurang pada balita berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Meskipun status gizi masyarakat tidak hanya ditentukan oleh faktor konsumsi pangan, tetapi juga oleh factor lain seperti kualitas pengasuhan dan ada atau tidaknya penyakit infeksi, namun peningkatan konsumsi pangan tersebut tentunya telah berkontribusi dalam perbaikan status gizi masyarakat. Pada tahun 2007, prevalensi kurang gizi pada balita adalah 18.4% yang berarti telah melampaui sasaran RPJM sebesar 20% dan bahkan sasaran MDG sebesar 18.7%. Meski demikian perlu diwaspadai bahwa disamping terjadi masalah kurang gizi, secara bersamaan Indonesia juga mengalami masalah kegemukan (obesitas) yang prevalensinya pada anak balita mencapai sekitar 12.2%. Uraian secara lebih rinci dari gambaran tentang situasi ketahanan pangan dan gizi selama lima tahun terakhir disajikan pada bagian berikut ini.
A. PRODUKSI DAN KETERSEDIAAN PANGAN
1. Produksi Pangan
Perkembangan produksi pangan nabati di Indonesia disajikan dalam Gambar 1. Terlihat bahwa selama lima tahun terakhir telah terjadi peningkatan produksi pangan, kecuali ubi jalar dan kecang tanah yang laju produksinya cenderung menurun. Pada komoditas yang meningkat produksinya, permasalahan yang terjadi adalah pola peningkatan produksi pangan cenderung melandai dengan rata-rata pertumbuhan kurang satu persen per tahun, sedangkan pertambahan penduduk sebesar 1,2% setiap tahun (BPS, 2005). Keadaan ini terjadi antara lain karena luas areal produksi pangan yang cenderung menurun.
Read more.....

Selasa, 09 November 2010

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT MELALUI KEGIATAN AGRIBISNIS PETERNAKAN DI KAB. SRAGEN - PROVINSI JAWA TENGAH

Kabupaten Sragen dikenal se-bagai daerah pusat kegiatan agribisnis peternakan yang ter-penting di Prov. Jawa Tengah. Kegiatan agribisnis ini banyak dikelola masyarakat Sragen dan sudah menye-bar secara merata ke seluruh wilayah. Sebagai-mana sifat pertanian tradisional di daerah agraris pada umumnya, maka pemeliharaan ternak di Kab. Sragen telah menjadi salah satu andalan dari mata rantai kegiatan ekonomi rumah (Download dalam bentuk file, Click Here)tangga petani.

Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Sragen memandang bahwa kegiatan agribisnis peternakan ini mempunyai prospek yang sangat potensial untuk mengangkat pertumbuhan per-ekonomian daerah, sehingga Pemerintah Kab. Sragen perlu membangun komitmen yang tinggi untuk menjadikan Sragen sebagai pusat pe-ngembangan agribisnis peternakan yang ter-depan di Provinsi Jawa Tengah. Kegiatan agri-bisnis Peternakan di Kabupaten Sragen dapat dikembangkan secara berkelanjutan, karena mempunyai beberapa keunggulan :
1. Skala usaha dapat disesuaikan dengan ke-terbatasan yang ada pada petani.
2. Kegiatan agribisnis peternakan mudah dan dapat dikelola petani,
3. Tidak mengharuskan penggunaan teknologi yang terlalu canggih,
4. Tidak membutuhkan lahan yang luas,
5. Tidak memerlukan stok ketersediaan air yang berlimpah.
6. Ketersediaan pakan yang cukup berlimpah,
7. Dapat ditangani oleh tenaga kerja keluarga : baik suami, istri maupun anak-anak, serta
8. Mempunyai dampak ekonomi yang nyata dan cukup tinggi terhadap peningkatan kesejah-teraan penduduk.
Read more.....

Minggu, 07 November 2010

KEBIJAKAN UMUM KETAHANAN PANGAN 2010-2014

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) 2010-2014 ini disusun sebagai penyempurnaan dari KUKP 2005-2009 yang telah dijadikan referensi berharga oleh para perumus dan pelaksana kebijakan di lapangan, pelaku ekonomi dan masyarakat madani pada umumnya. Pada intinya KUKP 2010-2014 masih menggunakan argumen utama yang (Download dalam bentuk file, Click Here)tidak berubah, bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang pada tingkat rumah tangga, daerah, nasional sepanjang waktu dan merata melalui pemanfaatan sumberdaya dan budaya lokal, teknologi inovatif dan peluang pasar, serta memperkuat ekonomi pedesaan dan
mengentaskan masyarakat dari kemiskinan.
KUKP 2010-2014 mempertimbangkan beberapa perubahan yang terjadi pada tingkat global seperti pergerakan harga-harga pangan strategis, baik sebagai dampak berantai dari kenaikan harga mi`nyak bumi dunia, sebagai dampak dari perubahan iklim dan pemanasan global, maupun sebagai dampak dari krisis finansial global yang mempengaruhi daya beli konsumen miskin, terutama di negara-negara berkembang. KUKP ini juga mempertimbangkan fenomena dan dinamika kondisi internal di dalam negeri, seperti perubahan mendasar setting kebijakan dan aransemen kelembagaan ketahanan pangan pada tingkat daerah, terutama sebagai konsekuensi dari ketentauan terbaru bahwa ketahanan pangan adalah urusuan wajib pemerintah daerah. Disamping itu, sebagai konsekuensi dari implementasi kebijakan dan kesepakatan pimpinan daerah di tingkat provinsi dan di tingkat kabupaten/kota, Indonesia juga sedang berupaya mengembangkan suatu kebijakan yang mengarah pada satu sasaran strategis tentang “Indonesia Tahan Pangan dan Gizi 2015”. Beberapa tahun terakhir, cukup banyak kebijakan khusus baik di tingkat pusat, maupun di tingkat daerah yang telah mengarah pada beberapa fenomena baru dan perubahan mendasar tersebut di atas.
Pada KUKP 2010-2014, secara esensial dapat dikatakan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah desa melaksanakan kebijakan ketahanan pangan dan bertanggungjawab terhadap penyelengaraan ketahanan pangan di wilayahnya masing-masing dengan memperhatikan pedoman, norma, standar dan kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah masih sangat penting dalam mencapai ketahanan pangan, walaupun akhir-akhir ini terdapat kecenderungan semakin pentingnya fungsi sektor swasta dan kelembagaan pasar. Pemerintah pusat menentukan arah kebijakan, strategi yang akan ditempuh, dan sasaran yang akan dicapai menuju tingkat ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat secara umum. Ketidakjelasan dan keterputusan antara hierarki level politis-strategis, organisasi, dan implementasi sangat mempengaruhi perjalanan serta kualitas ketahanan pangan, yang meliputi dimensi ketersediaan, aksesibilitas dan stabilitas harga, serta utilisasi produk pangan di Indonesia.
Sistem produksi, produktivitas dan efisiensi pada pangan strategis seperti beras, gula, jagung dan kedelai masih cukup lemah, baik karena faktor musim, cuaca, serta ketidakpastian lainnya, maupun karena faktor perubahan teknologi yang tidak sebagus pada dekade 1970 dan 1980an. Sistem produksi pangan yang demikian, baik di sektor hulu maupun di sektor hilir, ditambah sistem distribusi yang tidak memberikan balas jasa yang fair di antara pelaku ekonomi dan stakeholders, masih mempengaruhi produktivitas dan penyediaan pangan di dalam negeri. Produksi beras saat ini mungkin telah mencapai tingkat swasembada dan kemandirian yang cukup baik karena tingkat ketergantungan kepada pasokan beras impor tidak terlalu eksesif dan pada waktu tertentu ketika cadangan pangan nasional tidak mencukupi. Akan tetapi, produksi gula, beras dan jagung justru masih perlu mengandalkan impor dari pasar dunia karena tingkat produksi dan produktivitas di dalam negeri masih cukup rendah.
Desentralisasi ekonomi adalah titik tolak untuk memperbaiki kerjasama, minimal sinergi kebijakan ketahana pangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sistem organisasi dan enforcement, rasa tanggung jawab pejabat pusat dan daerah perlu diperbaiki, paling tidak terdapat mekanisme pengawasan untuk menetapkan prioritas alokasi anggaran pusat dan daerah yang mampu menunjang pencapaian ketahanan pangan. Misalnya dalam hal kejelasan pembagian tugas dan tanggung jawab dalam rehabilitasi infrastruktur pertanian dan pedesaan yang dikenal dengan istilah O&M (operation and maintenance) jaringan irigasi, saluran drainase, jalan produksi, jalan desa dan tentunya jalan propinsi, jalan negara dan lain-lain.

1.2 Tujuan Penyusunan
Dokumen Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) 2010-2014 ini disusun untuk dapat dijadikan acuan bagi para stakeholders pangan, mulai dari instansi pemerintah, sektor swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perguruan tinggi, dan terutama petani, nelayan, industri pengolah, pedagang, penyedia jasa lain dan masyarakat umum. Secara khsus, dokumen kebijakan yang disertai rencana aksi pada periode 2010-2014 diharapkan menjadi common platform bagi para setakholders tersebut di atas tentang peran dan upaya yang dapat dilaksanakan, dengan siapa bersinergi, serta kapan dan dimana harus berperan; untuk memberikan kontribusi yang optimal dalam mewujudkan ketahanan pangan sebagai tujuan bersama. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa kebijakan umum ini diharapkan menjadi acuan dasar bagi lembaga pemerintah dan BUMN untuk membangun sinergi, integrasi dan koordinasi, minimal agar saling informed tentang kegiatan yang dilaksanakannya, dan maksimal agar mampu mencapai tujuan ketahanan pangan.
1.3 Ruang Lingkup dan Proses Penyusunan
Ruang lingkup dokumen KUKP 2010-2014 ini merupakan penjabaran dari strategi besar Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014, yang pada saat Draft Kebijakan Umum Ketahanan Pangan ini dibuat, pembahasan RPJM juga sedang berlangsung. Substansi dan kerangka dasar dalam dokumen Kebijakan Ketahanan Umum Ketahanan Pangan ini merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budiaya Tanaman, UU 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan, PP Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan Pangan beserta perangkat peraturan kebijakan di bawahnya yang tidak bertentangan.
Substansi dasar yang disampaikan dalam dokumen ini adalah aspek keseimbangan ketahanan pangan, yang meliputi ketersediaan, aksesibilitas dan stabilitas harga pangan, baik dalam skala rumah tangga, regional wilayah dan skala nasional. Ketahanan pangan mengalami dinamika dan tantangan baru yang semakin kompleks seiring dengan beberapa perubahan yang terjadi pada tingkat global dan dinamika perkembangan ekonomi nasional. Substansi penting lainnya adalah butir-butir kebijakan umum ketahanan pangan yang terdiri dari 15 elemen penting yang diharapkan menjadi panduan bagi pemerintah, swasta dan elemen masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, tingkat wilayah dan tingka nasional. Matriks agenda aksi yang merupakan penjabaran rinci dengan target atau sasaran yang jelas dari setiap elemen kebijakan akan menjadi semacam panduang berharga bagi para stakeholders yang telah disebutkan di atas.
Proses penyusunan dokumen KUKP 2010-2014 dilakukan oleh suatu Tim Penyusun yang dibentuk oleh Menteri Pertanian selaku Ketua Harian Dewan Ketahanan Pangan. Tim ini bertugas menyusun konsep awal dokumen kebijakan melalui penelitian, studi pustaka, diskusi internal dan pertemuan dengan para stakeholders. Draf awal KUKP 2010-2014 telah dibahas berkali-kali dalam berbagai diskusi publik, mulai dari pengenalan, perumusan, identifikasi masalah, prioritisasi kebijakan, langkah aksi, sampai ada “pembagian tugas”dan tanggung jawab stakeholders. Diskusi publik telah melibatkan unsur lembaga pemerintah, perguruan tinggi, swasta, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan lainnya. Tim perumus mengolah kembali saran dan masukan dari peserta diskusi publik untuk menyempurnakan subtansi argumen, alur pembahasan, pemilihan serta susunan kata-kata yang digunakan dalam penyusunan dokumen KUKP 2010-2014 ini. Tahap terakhir proses ini adalah diskusi internal instansi pemerintah yang terlibat dalam proses formalisasi dokumen ini menjadi suatu kebijakan umum yang, jika dimungkinkan, akan dituangkan dalam suatu Peraturan Presiden (Perpres).
Read more.....

Selasa, 07 September 2010

SELAMAT IDUL FITRI 1431 H

KELUARGA BESAR HENDRI WIDOTONO MENGUCAPKAN:


Read more.....

Senin, 30 Agustus 2010

Bupati Malang Ngangsu Kawruh ke Petani Teladan Bondowoso

Bupati Malang (Sujud Pribadi) ngangsu kaweruh ke petani teladan Nasional 2010 (M. Kholik) Di Desa Mangli Kecamatan Pujer Kabupaten Bondowoso (29/8). Dengan tidak merasa sombong walaupun Secara kuantitas Kabupaten Malang di bidang pertanian jauh memiliki keunggulan di banding kabupaten Bondowoso, bupati malang terus mengorek keunggulan dan keteladanan yang dimilik P.Kholik. Dalam hal ini M. Kholik mengungguli pesaing dari kabupaten Banyuwangi dan Pasuruan, dikarenakan kepeloporannya dalam beberapa hal yang tidak dimiliki para pesaingnya,
antara lain (1) mampu memasyarakatkan pupuk organik dengan sistem plasma-inti (petani dipinjami pupuk organik 4 kuintal dan petani menyaur/membayar hutang dengan 1 ku gabah kering panen). (2) M. Kholik mampu membuat laboraturium/ agensia hayati secara swadaya dan output produknya dijual/di pasarkan pada anggota kelompokatani sendiri. Tidak sedikit siswa SMK dari dalam dan luar Bondowoso praktek magang di tempat P. Kholik, bahkan dari mahasiswa STPP Malang sekalipun. (3) Selain sebagai ketua kelompoktani Suka Tani juga sebagai ketua Gapoktan Mitra Tani sekaligus mampu mengadakan reformasi kepengurusan kelompoktani di desanya. Kekurangan yang masih menjadi PR P. Kholik secara jujur harus diakui yaitu : sistem pola tanam yang belum serempak, administrasi kelembagaan kelompoktani dan gapoktan masih dinilai kurang dari yang disyaratkan…..
Read more.....

Selasa, 01 Juni 2010

RUWETNYA MENGURUS SERTIFIKASI PRODUK PANGAN ORGANIK

Belakangan ini banyak bermunculan petani organik, asosiasi pecinta organik, jaringan kerja organik, lembaga sertifikasi organik, dan LSM pembina organik. (Download dalam bentuk file, Click Here)tHal ini dimaklumi sebagai resultan meningkatnya permintaan pangsa pasar pangan organik baik di luar maupun dalam negeri. Hasil laporan Lembaga Sertifikasi Pangan Organik (LSPO) dalam Biocert News Letter menunjukkan bahwa di AS pangan organik secara konsisten mengalami kenaikan berkisar 15-21%, Inggris rerata meningkat 30% dan Swiss 3%. Pangsa dalam negeri juga meningkat cukup signifikan bahkan dapat merambah ke pasar luar negeri, diantaranya komoditi kopi, spices & herbs ke pasar Eropa, komoditi sayuran ke Singapura dan beras (Tasikmalaya) ke Jepang.
Persoalan ekspor pangan organik bukan tanpa kendala, hampir tiap negara memiliki aturan main impor yang sangat ketat sebagai bentuk protek terhadap petani/produk lokalnya. Walaupun sudah mengacu pada aturan organik lembaga internasional seperti Food and Agriculture Organisation (FAO) dengan CAC (Codex Alimentarius Commission) atau Non Goverment Organisation (NGO) IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movements) tetapi secara spesifik lokalita negara pengimpor memiliki aturan tersendiri, sebut saja Jepang memiliki Japanese Agricultural Sandard (JAS), Amerika Serikat memiliki National Organic Standards (NOS), dan Uni Eropa Organic Farming. Secara umum negara-negara Asean juga memiliki aturan tersendiri sebagaimana tabel di bawah ini:
No NEGARA STANDAR ACUAN
1. Japan JAS (dari CAC)
2. Korea CAC
3. China IFOAM, CAC
4. India CAC, IFOAM, EU
5. Thailand CAC
6. Malaysia CAC
7. Indonesia SNI CAC
Sumber: Dirjen P2HP
Oleh karena itu anggota/kelompoktani/gabungan kelompoktani sesegera mungkin mensertifikasikan usahatani organiknya dengan menyiapkan dokumen-dokumen yang cukup dan biaya yang memadai. Di samping sudah menjadi aturan, sertifikasi produk juga menjadi tuntutan konsumen dalam/luar negeri yang mengharuskan demikian. Berikut ini akan dipaparkan secara global tentang sertifikasi pangan organik.

Pengertian
Sertifikasi berasal dari kata sertifikat yang berati jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga/laboratorium yang telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa barang, jasa, proses, sistem atau personel telah memenuhi standar yang dipersyaratkan. Sedangkan sertifikasi itu sendiri menurut IFOAM, (2003) adalah prosedur dimana pihak ketiga memberikan jaminan tertulis bahwa keseluruhan proses produksi telah dinilai, sehingga ada keyakinan bahwa produk yang dihasilkan telah sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan. Jadi Sertifikasi pangan organik adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat, sebagai jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa produk tersebut teah memenuhi standar yang dipersyaratkan yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Sistem Pangan Organik.

Tatacara Sertifikasi
Operator atau orang yang ingin mendapatkan sertifikasi atas usaha produk pangan organiknya harus mengajukan permohonan sertifikasi kepada lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi atau diregister/ditunjuk oleh otoritas pemerintah yang berwenang dalam hal ini Otoritas Kompeten Pangan Organik (OKPO). Daftar Lembaga Sertifikasi yang telah di verifikasi dan spesifik keahliannya sebagaimana tabel di bawah ini:
No. Nama Lembaga Sertifikasi Organik Alamat Ruang lingkup
1. Lembaga Sertifikasi Organik Sucofindo No Sertifikat : OKPO-LS-001 Graha Sucofindo Lt. 6 Jl. Raya Pasar Minggu Kav. 34 Jakarta 12780 Telp. (021) 7986875 Produk Segar (Tanaman dan Produk Tanaman : pangan, hortikultura, palawija dan perkebunan; Ternak dan produk Ternak :susu, telur, daging dan madu)
2. Lembaga Sertifikasi Organik MAL No Sertifikat : OKPO-LS-002 Jl. Raya Bogor No. 19 Km. 33.5 Cimanggis Depok Telp. (021) 874020 Produk Segar : pangan, hortikultura, palawija dan perkebunan; Ternak dan Produk Hasil Ternak : daging, susu, telur dan madu; Pakan Ternak
3. Lembaga Sertifikasi Organik INOFICE No Sertifikat : OKPO-LS-003 Jl. Tentara Pelajar No. 1 Bogor Telp. (0251) 8382641 Produk Segar Tanaman ; Produk Segar Ternak
4. Lembaga Sertifikasi Organik Sumatera Barat No Sertifikat : OKPO-LS-004 Jl. Raden Saleh No. 4 A Padang Telp. (0751) 26017 Produk Segar : pangan, hortikultura
5. Lembaga Sertifikasi Organik LeSOS No Sertifikat : OKPO-LS-005 PO BOX 03 Trawas Mojokerto 61375 Telp. (0321) 618754 Produk Segar Tanaman dan produk Tanaman
6 Lembaga Sertifikasi BIOCert Indonesia No Sertifikat : OKPO-LS-006 Komplek Budi Agung Jln. Kamper Blok M. No.1 Sukadamai-Bogor Tlp/Fax. (0251) 8316294 Email : biocert@biocert.or.id Tanaman dan produk tanaman, pangan, palawija, hortikultura, rempah-rempah, pemasar dan restoran, peternakan, perikanan dan produk khusus seperti jamur
7 Lembaga Sertifikasi Organik PERSADA No Sertifikat : OKPO-LS-007 Jl. Nogorojo No 20 Komplek polri, Gowok, Depok, Sleman Yogyakarta Telp. (0274) 488420 Fax. (0274) 889477 Tanaman dan produk tanaman : (pangan,palawija, hortikultura dan perkebunan); Produk ternak dan hasil peternakan : (telur, daging, susu,susu kambing dan madu) ; Produk-produk olahan tanaman dan ternak.
Sumber: Dirjen P2HP
Sewaktu mengajukan permohonan, operator melampirkan: (a) Formulir Pendaftaran dan Pendataan dari lembaga sertifikasi yang mencakup identitas perusahaan dan data umum perusahaan serta (b) Rencana Kerja Jaminan Mutu Produk pangan organik


Rencana Kerja Jaminan Mutu Produk pangan organik
Sebagai langkah awal dalam mempersiapkan sertifikasi maka operator harus menetapkan, menerapkan dan menjaga produk organik yang sesuai dengan ruang lingkup kegiatannya. Dalam hal ini operator harus mendokumentasikan kebijakan, sistem, program, prosedur, dan instruksi sejauh diperlukan untuk menjamin mutu produk organiknya. Dokumentasi sistem ini harus dikomunikasikan kepada, dimengerti oleh, tersedia bagi, dan diterapkan oleh semua personil yang terkait dalam operator yang dikerjakan. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah yang barkaitan dengan persyaratan manajemen dan persyaratan teknis sebagai berikut:

1. Persyaratan manajemen
Persyaratan manajemen pada suatu sistem merupakan hal yang mutlak diperlukan. Hal ini diperlukan untuk menjamin bahwa sistem manajemen dapat berjalan secara efektif dan efisien, berkelanjutan, serta selalu berkembang lebih baik. Persyaratan ini pada umumnya bersifat universal sehingga lazim disebut sebagai “Universal Program”. Berikut adalah beberapa persyaratan manajemen dalam rangka penerapan sertifikasi produk pangan organik berdasarkan acuan-acuan normatif di atas:
1.1 Kebijakan Mutu
Operator seyogyanya mempunyai kebijakan mutu tentang produksi dan pemasaran pangan organik yang ditetapkan dan diterapkan di lingkungan usahanya untuk menciptakan jaminan mutu produk organik yang tinggi. Kebijakan mutu sebaiknya mencakup tujuan, sumberdaya yang digunakan, dan alasan manajemen jaminan mutu yang digunakan.
1.2 Organisasi
Badan usaha harus menjelaskan struktur organisasi yang dipunyai serta menjelaskan tentang kebijakan mutu dan uraian tugas masing-masing bagian. Dalam hal penanganan produk organik, badan usaha seyogyanya mempunyai satu unit khusus dalam organisasi yang bertanggungjawab terhadap Dokumen Penerapan Jaminan Mutu produk pangan organik yang dihasilkan. Anggotanya harus terdiri dari divisidivisi manajemen dalam badan usaha, serta mempunyai latar belakang pertanian sesuai bidangnya, biologi, ilmu pangan serta ilmu-ilmu lain yang relevan.
1.3 Personil
Menyebutkan personil yang bertanggungjawab untuk mengembangkan, menerapkan, memutakhirkan, merivisi, dan mendistribusikan Dokumen Penerapan Jaminan Mutu produk organik serta proses penyelesaiannya. Menyajikan cara memelihara rekaman data yang memuat program dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan serta pengalaman personil badan usaha. Menguraikan hal-hal lain bagi personil badan usaha yang ditujukan untuk meningkatkan kinerja personil seperti pelatihan internal.

1.4 Pengendalian dokumen
Operator harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk mengendalian semua dokumen yang merupakan bagian dari sistem, seperti peraturan, standar, atau dokumen normatif lain, metode produksi dan pengawasan, demikian juga gambar, perangkat lunak, spesifikasi, instruksi dan panduan. Semua dokumen yang diterbitkan untuk personil di kumpulkan pada operator yang merupakan bagian dari sistem mutu yang harus dikaji ulang dan disahkan oleh personil yang berwenang sebelum diterbitkan. Prosedur yang diberlakukan harus dipastikan bahwa: a) edisi resmi dari dokumen yang sesuai tersedia disemua lokasi tempat dilakukan kegiatan yang penting bagi efektivitas fungsi produk pangan organik. b) dokumen dikaji ulang secara berkala, dan bila perlu, direvisi untuk memastikan kesinambungan kesesuaian dan kecukupannya terhadap persyaratan yang diterapkan, c) dokumen Penerapan Jaminan Mutu harus diidentifikasi secara khusus yang mencakup tanggal penerbitan dan/atau identifikasi revisi, penomoran halaman, jumlah keseluruhan halaman atau tanda yang menunjukkan akhir dokumen, dan pihak berwenang yang menerbitkan.
1.5 Pembelian jasa dan perbekalan
Operator harus mempunyai suatu kebijakan dan prosedur untuk memilih dan membeli jasa dan perbekalan yang penggunaannya mempengaruhi mutu produk pangan organik. Harus ada prosedur untuk pembelian, penerimaan dan penyimpanan bahan-bahan substansi input dan peralatan yang relevan dengan kegiatan Produk pangan organik. Rekaman dari tindakan yang dilakukan untuk mengecek kesesuaian harus dipelihara. Dokumen pembelian barang-barang yang mempengaruhi mutu produk pangan organik harus berisi data yang menjelaskan jasa dan perbekalan yang dibeli. Dokumen pembelian harus dikaji ulang dan disahkan spesifikasi teknisnya terlebih dahulu sebelum diedarkan. Operator harus mengevaluasi pemasok bahan habis pakai, perbekalan, dan jasa yang penting dan berpengaruh pada mutu produk pangan organik, dan harus memelihara rekaman evaluasi tersebut serta membuat daftar yang disetujui.

1.6 Pengaduan
Operator harus mempunyai kebijakan dan prosedur untuk menyelesaikan pengaduan yang diterima dari pelanggan atau pihak-pihak lain. Rekaman semua pengaduan dan penyelidikan serta tindakan perbaikan yang dilakukan oleh operator harus dipelihara.
1.7 Pengendalian produk yang tidak sesuai
Operator harus mempunyai suatu kebijakan dan prosedur yang harus diterapkan bila terdapat aspek apapun dari pekerjaan produk pangan organik yang dilakukan, atau produk pangan organik tidak sesuai dengan prosedur, standar, atau peraturan teknis serta persyaratan pelanggan yang telah disetujui. Kebijakan dan prosedur harus memastikan bahwa:
a) Tanggungjawab dan kewewenangan untuk pengelolaan pekerjaan/produk tidak sesuai ditentukan dan tindakan (termasuk menghentikan pekerjaan dan menahan produk) ditetapkan dan dilaksanakan bila ditemukan pekerjaan yang tidak sesuai;
b) Evaluasi dilakukan terhadap signifikansi ketidaksesuaian pekerjaan/produk;
c) Tindakan perbaikan segera dilakukan bersamaan dengan keputusan pekerjaan/produk yang ditolak atau yang tidak sesuai;
d) Bila diperlukan, pelanggan diberitahu dan pekerjaan dibatalkan;
e) Tanggung jawab untuk menyetujui dilanjutkannya kembali pekerjaan harus ditetapkan.

1.8 Tindakan perbaikan
Operator harus menetapkan kebijakan dan prosedur serta harus memberikan kewenangan yang sesuai untuk melakukan tindakan perbaikan bila pekerjaan yang tidak sesuai atau penyimpangan kebijakan dan prosedur di dalam sistem yang ditetapkan. Prosedur tindakan perbaikan harus dimulai dengan suatu penyelidikan untuk menentukan akar permasalahan. Apabila tindakan perbaikan perlu dilakukan, operator harus mengidentifikasi tindakan perbaikan yang potensial. Tindakan perbaikan harus dilakukan sampai sistem dapat berjalan kembali secara efektif, dan didokumentasikan.
1.9 Tindakan pencegahan
Penyebab ketidaksesuaian yang potensial, baik teknis maupun manajemen, harus diidentifikasi. Jika tindakan pencegahan diperlukan, rencana tindakan pencegahan harus dibuat, diterapkan dan dipantau untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kembali ketidak sesuaian yang serupa dan untuk mengambil manfaat melakukan peningkatan. Prosedur tindakan pencegahan harus mencakup tahap awal tindakan dan penerapan pengendalian untuk memastikan efektivitasnya.

1.10 Pengendalian rekaman
Operator harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk identifikasi, pengumpulan, pemberian indeks penelusuran, pengarsipan, penyimpanan, pemeliharaan dan pemusnahan rekaman. Rekaman harus mencakup laporan audit, internal dan kaji ulang manajemen sebagaimana juga laporan tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan.
Semua rekaman harus dapat dibaca dan harus disimpan dan dipelihara sedemikian rupa sehingga mudah didapat bila diperlukan dalam fasilitas yang memberikan lingkungan yang sesuai untuk mencegah terjadinya kerusakan atau deteriorasi dan untuk mencegah agar tidak hilang. Waktu penyimpanan harus ditetapkan.
Operator harus menyimpan untuk suatu periode tertentu rekaman pengamatan asli, data yang diperoleh dan informasi yang cukup untuk menetapkan suatu jejak audit, rekaman kalibrasi, rekaman staf, dan salinan dari setiap laporan pelabelan produk.
1.11 Audit internal
Operator harus secara periodik, dan sesuai dengan jadwal serta prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya, menyelenggarakan audit internal untuk memverifikasi kegiatannya berlanjut sesuai dengan persyaratan produk pangan organik. Program audit internal harus dtujukan pada semua unsur produk pangan organik. Manajer mutu bertanggung jawab untuk merencanakan dan mengorganisasikan audit sebagaimana yang dipersyaratkan oleh jadwal dan diminta oleh manajemen. Audit harus dilakukan oleh personel terlatih dan mampu yang bila sumber daya mengijinkan, idependen dari kegiatan yang diaudit.
Bila temuan audit menimbulkan keraguan pada efektivitas kegiatan atau kebenaran atau keabsahan produk pangan organik, operator harus melakukan tindakan perbaikan pada waktunya, dan harus memberitahu pelanggan secara tertulis bila penyelidikan memperlihatkan hasil produksi mungkin terpengaruh.
Bidang kegiatan yang diaudit, temuan audit dan tindakan perbaikan harus direkam. Tindak lanjut kegiatan audit harus memverifikasi dan merekam penerapan dan efektivitas dari tindakan perbaikan yang telah dilakukan.
1.12 Kaji ulang sistem
Sesuai dengan jadwal dan prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya, eksekutif manajemen operator harus secara periodik menyelenggarakan kaji ulang pada sistem yang produk pangan organik yang dilakukan untuk memastikan kesinambungan kecocokan dan efektivitasnya, dan untuk mengetahui perubahan atau peningkatan yang diperlukan. Kaji ulang harus memperhitungkan:
• Kecocokan kebijakan dan prosedur;
• Laporan dari staf manajerial dan personil penyelia;
• Hasil audit internal yang terakhir;
• Tindakan perbaikan dan pencegahan;
• Asesmen oleh badan eksternal;
• Perubahan volume dan jenis pekerjaan;
• Umpan balik pelanggan;
• Pengaduan
• Faktor-faktor relevan lainnya.

1.13 Amandemen
Perubahan pada dokumen operator harus dikaji ulang dan disahkan oleh fungsi yang sama yang melakukan kaji ulang sebelumnya kecuali bila ditetapkan lain. Personil yang ditunjuk harus memiliki akses ke informasi latar belakang terkait yang mendasari kaji ulang dan pengesahannya. Perubahan dokumen harus dilaporkan kepada lembaga sertifikasi.

2. Persyaratan Teknis
Program pemenuhan persyaratan teknis produk pangan organik harus didokumentasikan secara sistematis sesuai persyaratan standar dan regulasi teknik. Ruang lingkup persyaratan teknis yang harus dipenuhi adalah sesuai dengan persyaratan ruang lingkup bisnis yang dilaksanakan yang mencakup:
a) Budidaya tanaman Operator budidaya tanaman harus memenuhi standar dan regulasi teknik produk pangan organik dan mendokumentasikan persyaratn teknis yang minimal mencakup: persyaratan umum, lahan, manajemen kesuburan tanah dan nutrien tanaman, benih dan stok bibit, rotasi tanaman, pengendalian hama, pemanenan tanaman liar dan bahan-bahan substansi input.
b) Budidaya peternakan Operator budidaya peternakan harus memenuhi standar dan regulasi teknik produk pangan organik dan mendokumentasikan persyaratan teknis yang minimal mencakup: kondisi lingkungan peternakan, pakan, suplemen, manajemen kesehatan ternak, sumberdaya stok, dan standar produksi dairy dan telur.
c) Pengolahan, penyimpanan, penanganan dan transportasi produk pangan organik
Operator pengolahan, penyimpanan, penanganan dan transportasi produk pangan organik harus memenuhi standar dan regulasi teknik produk pangan organik dan mendokumentasikan persyaratan teknis yang minimal mencakup: komposisi, perlindungan produk, pengendalian pest, bahan pengemas dan penyimpanan.
d) Label, pelabelan dan informasi pasar
Seluruh operator produk pangan organik harus memenuhi standar dan regulasi teknik produk pangan organik dan mendokumentasikan persyaratan teknis yang minimal mencakup: penggunaan label, komposisi produk dan kalkulasi persentasi ingredient produk organik. Operator yang telah memperoleh sertifikasi, berhak mencantumkan logo organik pada produk sesuai ruang lingkup sertifikasi organik



Logo organik

)* disarikan dari beberapa sumber, dan dapat diunduh pada site: http://hendri-wd.blogspot.com
)** Penulis adalah alumni Magister Pertanian Unej berkecimpung pada SDM Pertanian

Read more.....

Senin, 17 Mei 2010

PERANAN BIOFERTILIZER PADA PERTANIAN ORGANIK

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran manusia akan kerusakanlingkungan dan munculnya berbagai penyakit yang disebabkan penggunaan bahan kimia secara berlebihan pada makanan, pertanian muncul sebagai sebuah alternatif yang menjadi pilihan bagi banyak orang. Pertanian organik dapat dikatakan sebagai suatu sistem bertani selaras alam, mengembalikan siklus ekologi dalam suatu areal pertanian membentuk suatu aliran yang siklik dan seimbang.

Secara perlahan tapi pasti sistem prtanian organik mulai berkembang di berbagai belahan bumi, baik di negara maju dan negara berkembang. Masyarakat mulai melihat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dengan sistem pertanian organik ini, seperti lingkungan yang tetap terjaga kelestariannya dan dapat mengkonsumsi produk pertanian yang relatif lebih sehat karena bebas dari bahan kimia yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan.
Beberapa lembaga penelitian dan pihak perguruan tinggi juga turut memberikan andil dalam pengembangan pertanian organik melalui penelitian-penelitian dan juga penyampaian informasi teknologi budidaya yang dapat diterapkan pada sistem pertanian organik. Upaya yang mulai dilakukan adalah memperkenalkan bioteknologi dalam sistem pertanian organik yaitu dengan memanfaatkan beberapa mikroorganisme yang dapat membantu penyediaan hara dan pengendalian penyakit.
Beberapa mikroorganisme seperti Rhizobium, Azospirillum dan Azootobacter, Mikoriza, bakteri pelarut fosfat, Mikoriza perombak selulosa dan Efective Microorganism (EM) bila dimanfaatkan secara tepat dalam sistem pertanian organik akan membawa pengaruh yang positif baik bagi ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, lingkungan edapik, maupun upaya pengendalian beberapa jenis penyakit. Sehingga dapat diperoleh pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal dan hasil panen yang lebih sehat. Mikroorganisme tersebut sering disebut sebagai Biofertilizer atau pupuk hayati.
B. Rumusan Masalah
Di dunia yang penuh dengan polusi ini, pertanian organik perlu untuk diterapkan secara luas. Pertanian organik selain baik bagi kesehatan dan ramah sosial, juga tidak merusak lingkungan karena tidak menggunakan bahan kimia, pupuk buatan, dan rekayasa genetik
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi masalah utamanya adalah apa saja macam-macam dari mikroorganisme (biofertilizer) dan bagaimana manfaatnya untuk pertanian organik?

C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui macam-macam mikroorganisme (biofertilizer) dan apa saja manfaat-manfaat yang dihasilkan dari mikroorganisme (biofertilizer) tersebut pada pertanian organik.

II. KAJIAN PUSTAKA

Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai sistem pengelolaan produksi pertanian yang holistik yang mendorong dan meningkatkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk biodifersitas, siklus biologi dan aktifitas biologi tanah, dengan menekankan pada penggunaan input daridalam dan menggunakan cara mekanis, biologis dan kultural. Dalam sistem pertanian organik masukan (input) dari luar (eksternal) akan dikurangi dengan cara tidak menggunakan pupuk kimia buatan, peptisida, dan bahan-bahan sintesis lainnya. Dalam sistem pertanian organik kekuatan umum alam yang harmonis dan lestari akan dimanfaatkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil pertanian sekaligus meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit (Sembiring dkk, 2005)
Pertanian organik secara teoritis sangat baik bagi lingkungan. Praktiknya yang ramah bagi lingkungan sangat baik diterapkan secara massal. Dari segi energi, pertanian organik juga turut berperan dalam penurunan emisi terutama CO2, CH4, dan N2O. Dari segi sosial kemasyarakatan, pertanian organik mempunyai dasar pemikiran yakni mendukung kearifan lokal seperti pengetahuan pertanian petani adat dan lokal.
Pada dasarnya kesuburan tanah lokal merupakan kunci keberhasilan sistem pertanian organik, baik kesuburan fisik, kimia maupun biologi. Bila kesuburan tanah telah baik, maka akan tercipta lingkungan pertanaman terutama untuk perakaran yang diinginkan, ketersediaan hara makro dan mikro terpenuhi dan aktifitas mikroorganisme tanah untuk membantu kesuburan tanah juga terjaga.
Pemanfaatan mikroba tanah untuk meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah dalam sistem pertanian organik sangat penting. Peran mikroba tanah antara lain adalah daur ulang hara, penyimpanan sementara dan pelepasan untuk dimanfaatkan tanaman dan lain-lain.
Keberhasilan memanfaatkan mikroba untuk tujuan meningkatkan kesuburan tanah memerlukan pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu secara terpadu. Pakar mikrobiologi tanah mengawali dengan mempelajari dan mengidentifikasi ekologi mikroorganisme yang akan digunakan sebagai biofertilizer (pupuk hayati). Selanjutnya mikroorganisme hasil isolasi dari tanah dikembangbiakkan pada kondisi laboratorium menggunakan media buatan. Setelah mikroorganisme tersebut berhasil dibiakkan, maka harus diperoleh galur yang dikehendaki, karena tidak semua spesies dari suatu populasi bersifat efektif. Selanjutnya galur yang efektif di isolasi, dan dilakukan pengujian di lapangan apakah hasil inokulasi harus sesuai dengan kondisi lingkungan tertentu, harus mampu menyesuaikan dengan fluktuasi kondisi lingkungan dan tidak kalah bersaing atau dimangsa mikroorganisme asli.
Apabila mikroorganisme yang di inokulasikan cukup efektif dalam meningkatkan hasi tanaman, maka tugas selanjutnya mengembangkan metode untuk memperbanyak dengan skala besar. Pada umumnya, mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang melalui proses fermentasi. Apabila populasi mikroorganisme mencapai ukuran tertentu, kemudian tahap berikutnya adalah memanen dan mengemas untuk tujuan komersial. Tugas selanjutnya adalah membuat formula cara kerja inokulan, termasuk cara memanfaatkan inokulan di lapangan (disemprotkan ke tanah atau dicampur dengan biji), termasuk memecahkan semua masalah yang mungkin dihadapi dalam mempertahankan inokulan tetap efektif, terutama yang berhubungan dengan pengiriman, kemasan, penyimpanan, dan pemanfaatan (Sutanto, 2002).

III. PEMBAHASAN

Dari segi fungsi metabolisme dan manfaat bagi manusia, terutama di bidang pertanian, mikroorganisme tanah dapat dikelompokkan menjadi mikroorganisme yang merugikan (mencakup virus, jamur, bakteri dan nematoda pengganggu tanaman yang bertindak sebagai hama atau penyakit) dan mikroorganisme yang bermanfaat, yaitu sejumlah jamur dan bakteri yang kemampuannya melaksanakan fungsi metabolisme menguntungkan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Mikroorganisme yan menguntungkan ini dapat dikategorikan sebagai biofertilizer (pupuk hayati). Secara garis besar fungsi menguntungkan tersebut dapat dibagi menjadi sebagai berikut (Gunalan, 1996) :
1. Penyedia hara
2. Peningkat ketersedian hara
3. Pengontrol organisme pengganggu tanaman
4. Pengurai bahan organikdan pembentuk humus
5. Pemantap agreret tanah
6. Perombak persenyawaan agrokimia
Secara umum jenis dan manfaat yang dihasilkan mikroorganisme (biofertilizer) adalah sebagai berikut :
3.1. Bakteri Rhizobium
Bakteri Rhizobium adalah salah satu contoh keompok bakteri yang berkemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok bakteri ini akan menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar di dalamnya. Rhizobium hanya dapat memfiksasi nitrogen atmosfer bila berada dalam bintil akar dari mitra legumnya. Peranan Rhizobium terdapat pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan dengan masalah ketersediaan nitrogen bagi tanaman inangnya.
Suatu pigmen merah yang disebut Leghemeglobin dijumpai dalam bintil akar antara bakteroit dan selubung membran yang mengelilinginya. Jumlah Leghemeglobin di dalam bintil akar memiliki hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang difiksasi (Rao, 1994)
Rhizobium yang berasosiasi dengan tanaman legum mampu menfiksasi 100-300 kg N/ha dalam satu musim tanam dan meninggalkan sejumlah N untuk tanaman berikutnya. Permasalahan yang perlu diperhatikan adalah efisiensi inokulan Rhizobium untuk jenis tanaman tertentu. Rhizobium mampu mencukupi 80% kebutuhan nitrogen tanaman legum dan meningkatkan produksi antara 10%-25%. Tanggapan tanaman sangat bervariasi tergangtung pada kondisi tanah dan efektivitas populasi asli (Sutanto, 2002).
3.2. Azospirillum dan Azotobacter
Ada beberapa jenis bakteri penambat nitrogen yang berasosiasi dengan perakaran tanaman. Bakteri yang mampu meningkatkan hasil tanaman tertentu apabila diinokulasikan pada tanah pertanian dapat dikelompokkan atas dua jenis yaitu Azospirillum dan Azotobacter.
Azospirillum mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai pupuk hayati. Bakteri ini banyak dijumpai berasosiasi dengen tanaman jenis rerumputan, termasuk beberapa jenis serealia, jagung, cantel, dan gandum. Sampai saat ini ada tiga spesies yang telah ditemukan dan mempunyai kemampuan sama dalam menambat nitrogen yaitu Azospirillum brasilense, Azospirillum lipoferum, dan Azospirillum amazonese. Azospirillum merupakan salah satu mikroba di daerah perakaran. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini tidak menyebabkan perubahan morfologi perakaran, meningkatkan jumlah akar rambut, menyebabakan percabangan akar lebih berperan dalam penyerapan hara.
Keuntungan lain dari bakteri ini, bahwa apabila saat berasosiasi dengan perakaran tidak dapat menambat nitrogen, maka pengaruhnya adlah meningkatkan penyerapan nitrogen yang ada di dalam tanah. Dalam hal ini pemanfaatan bakteri ini tidak berkelanjutan, tetapi apabila Azospirillum yang berasosiasi dengan perakaran tanaman mampu menambat nitrogen, maka keberadaan nitrogen di dalam tanah dapat dipertahankan dalam waktu yang reatif panjang. Keadaan ini relatif lebih menguntungkan karena dapat mengurangi pasokan pupuk nitrogen. Di samping itu, Azospirillum meningkatkan efisiensi penyerapan nitrogen dan menurunkan kehilangan akibat pencucian, denitrifikasi atau bentuk kehilangan nitrogen lain.
Azotobacter spp. juga merupakan bakteri non-simbiosis yang hidup di daerah perakaran. Dijumpai hampir pada semua jenis tanah, tetapi populasinya relatif rendah. Selain kemampuannya menambat nitrogen, bakteri ini juga menghasilkan sejenis hormon yang kurang lebih sama dengan hormon pertumbuhan tanaman dan menghambat pertumbuhan jenis jamur tertentu. Seperti halnya Azospirillum, Azotobacter dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui pasokan nitrogen udara, pasokan pengatur tumbuh, mengurangi kompetisi dengan mikroba lain dalam menambat nitrogen atau membuat kondisi tanah lebih menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman.
Ada dua pengaruh positif Azotobacter terhadap pertumbuhan tanaman yaitu mempengaruhi perkecambahan benih dan memperbaiki pertumbuhan tanaman. Peranan bakteri ini terhadap perkecambahan tidak banyak diminati, meskipun demikian banyak penelitian yang mengarah pada peranan Azotobacter dalam meningkatkan daya kecambah benih tanaman tertentu.
Kenaikan hasil tanaman setelah diinokulasi Azotobacter sudah banyak diteliti. Di India inokulasi Azospirillum pada tanaman jagung, gandum, cantel, padi, bawang putih, tomat, terong dan gubis ternyata mampu menignkatkan hasil tanaman tersebut.
Apabila Azospirillum dan Azotobacter diinokulasikan secara bersama, maka Azospirillum lebih efektif dalam meningkatkan hasil tanaman. Azospirillum menyebabkan kenaikan cukup besar pada tanaman jagung, gandum dan cantel (Sutanto, 2002).
3.3. Mikroba pelarut fosfat
Kebanyakan tanah di wilayah tropika yang beraksi asam ditandai kahat fosfat. Sebagian besar bentuk fosfat tersemat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanamam. Pada kebanyakan tanah tropika diperkirakan hanya 25% fosfat yang diberikan dalam bentuk superfosfat yang diserap tanaman dan sebagian besar atau 75% diikat tanah dan tidak dapat diserap oleh tanaman (Sutanto, 2002).
Beberapa mikroba tanah mempunyai kemampuan melarutkan fosfat yang tidak larut dalam air dan menjadikannya tersedia bagi akar tanaman. Mikroba ini merubah bentuk P di alam untuk mencegah terjadinya proses fiksasi P. dalam proses pelarutan P oleh mikroba berhubungan dengan diproduksinya asam yang sangat erat berhubungan dengan proses metabolisme (Prihatini,dkk, 1996).
Ada beberapa jenis fungsi dan bakteri seperti Bacullus Polymixa, Pseudomonas Striata, Aspergillus Awamori, dan Penicillium Digitatum yang diidentifikasikan mampu melarutkan bentuk P tak larut menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman. Jumlah bakteri pelarut P dalam tanah sekitar 104-106 tiap gram tanah.
Pemanfaatan bakteri pelarut fosfat di indonesia masih terbatas pada skala penelitian, belum dimanfaatkan dan dimasyarakatkan secara luas kepada petani. Cukup banyak kendala yang dihadapi dalam pengembangan jenis pupuk hayati ini. Mengingat potensinya dalam menanggulangi kendala pemupukan fosfat, terutama pada tanah-tanah bereaksi asam seperti kebanyakan tanah yang terdapat didaerah tropis, maka peranannya perlu diperhitungkan.
3.4. Mikoriza
Asosiasi simbiotik antara jamur dan sistem perakaran tanaman tinggi diistilahkan dengan mikoriza. Dalam fenomena ini jamur menginfeksi dan mengkoloni akar tanpa menimbulkan nekrosis sebagaimana biasa terjadi pada infeksi jamur patogen, dan mendapat pasokan nutrisi secara teratur dari tanaman (Rao, 1994).
Istilah mikoriza yang berarti jamur akar pertama kali di perkenalkan oleh Frank pada tahun 1855. Dalam deskripsinya kemudian Frank membagi mikoriza berdasarkan tempat jamur berkembang dalam akar menjadi dua golongan:
1. Ektomikoriza,
Ektomikoriza, jamur yang berkembang di permukaan luar akar dan diantara sel-sel korteks akar. Ektomikoriza biasanya berasosiasi dengan tanaman jenis pohan seperti pinus, oak, eukaliptus dan lain-lain. Di dalam hutan di wilayah sub tropis banyak kita jumpai jamur sebagai tempat hidup ektomikoriza. Asosiasi ektomikoriza juga terjadi dengan fungi.
Infeksi ektomikoriza diawali dengan dijumpai adanya pertumbuhan spora di perakaran tanaman. Setelah spora tumbuh, dengan cepat fungi tumbuh menutupi perakaran kecil dalam bentuk hifa yang menghambat pertumbuhan akar rambut. Ektomikoriza relatif sukar diidentifikasi dan dibiakkan di laboratorium. Sampai saat ini sedikit diketahui sebarannya, kelimpahan dan bagaimana populasi berkembang selama perubahan musim. Beberapa spesies mempunyai inang yag cukup banyak, yang lain haya menginfeksi beberapa jenis tanaman saja. Sering kali jenis tanaman pada umur tertentu terinfeksi bermacam-macam mikoriza, dan dalam beberapa kasus beberapa jenis fungi menginfeksi tanaman yang sama bahkan pada akar yang sama.
Inokulasi tanaman dengan ektomikoriza akan memberikan keuntungan, bahkan dibeberapa tempat tanaman akan tumbuh baik apabila terinfeksi mikoriza. Inokulasi akan mendorong pertumbuhan tanaman apabila infeksi secara alami terjadi pada kerapatan rendah, atau galur asli kurang efisien dibanding galur yang diinokulasikan. Beberapa jenis mikoriza banyak memberikan keuntungan pada pertumbuhan tanaman (Sutanto, 2002).
2. Endomikoriza dan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA)
Endomikoriza, jamur yang berkembang di dalm akar di antara dan dia dalam sel-sel korteks akar. Pada saat ini endomikoriza dibedakan menjadi empat tipe yaitu :
1) Phycomycetous atau yang lebih dikenal sebagai Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA)
2) Orchidaceous
3) Ericoid
4) Arbutoid
Di antara tipe-tipe itu, Phycomycetous memiliki daerah sebaran yang sangat luas sedangkan tipe yang lain ditemukan pada jenis tumbuhan tertentu saja.
Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) merupakan jenis fungi yang hidup berkoloni pada beberapa jenis tanaman pertanian, termasuk hortikultura dan kehutanan. Beberapa jenis yang dapat diidentifikasikan termasuk ke dalam Genus Glomus, Gigaspora, Acaulospora, Sclerocytis. MVA hidup bersimbiosis dengan tanaman inang dan tidak dapat ditumbuhkan pada media buatan di laboratorium. MVA membantu pertumbuhan tanaman dengan memperbaiki ketersediaan hara fosfor dan melindungi perkaraan dari serangan patogen.
Perbanyakan dapa dilakukan di pot dengan menggunakan tanaman inang yang sesuai. Pada saatt ini mikoriza banyak digunakan untuk membantu pertumbuhan benih tanaman seperti tembakau, tanaman hortikultura (tomat, jeruk, mangga), dan tanaman kehutanan. Peluang masih untuk mempelajari dan mengembangkan mikoriza pada skala yang lebih besar.
3.5. Mikoriza pelarut selulosa
Bahan organik merupakan penyangga biologi yang mempunyai fungsi dalam memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah sehingga dapat menyediakan hara dalam jumlah berimbang. Terdapat korelasi positif antara kadar bahan organik dengan produktifitas tanah. Kandungan bahan organik pada tanah-tanah mineral di Indonesia umumnya rendah. Kandungan karbon organik pada tanah lapisan atas berkisar antara 0,9-2,0%.
Pada saat ini jerami masih merupakan bahan yang umum digunakan sebagai sumber bahan organik pada tanah sawah. Jerami mengandung selulosa yang sangat tinggi sehingga memerlukan proses dekomposisi yang relatif lama. Beberapa mikroba seperti Trichoderma, Aspergillus dan Penecillium mampu merombak selulosa menjadi bahan senyawa-senyawa monosakarida, alkohol, CO2 dan asam-asam organik lainnya dengan dikeluarkannya enzim selulosa (Rao, 1994).
Penelitian di laboratorium Puslittanak menunjukkan bahwa inokulasi Trixhoderma pada jerami yang dibenamkan ke dalam tanah akan mempercepat proses dekomposisi gambut.
3.6. Mikroorganisme efektif (EM)
Mikroorganisme efektif (EM) merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroorganisme yang bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi, actinomycetes dan jamur peragian) yang dapat dimanfaatkan sebagai inokulan untuk menungkatkan keragaman mikroba tanah. Pemanfaatan EM dapa memperbaiki kualitas tanah dan selanjutnya memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman.
EM merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroba yang berasal dari lingkungan alami. Kultur EM mengandung mikroorganisme yang secara genetika bersifat asli tidak dimodifikasi.
Pengaruh mikroorganisme efektif yang menguntungkan adalah sebagai berikut (Sutanto, 2002) :
a. Memperbaiki kondisi lingkungan fisik, kimia dan biologi tanah, serta menekan pertumbuhan hama dan penyakit.
b. Memperbaiki oerkecambahan, pembungaan, pembentukan buah dan pematangan hasil.
c. Meningkatkan kapasitas fotosintesis tanaman.
d. Meningkatkan manfaat bahan organik sebagai sumber pupuk.

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat di ambil beberapa kesimpulan mengenai pemanfaatan Biofertilizer pada pertanian organik adalah :
1. Dalam sistem pertanian organik pemanfaatan Biofertilizer (pupuk hayati) untuk membantu penyediaan hara bagi tanaman sangat penting. Pemanfaatan beberapa jenis mikroba tanah dapat membantu ketersediaan hara bagi tanaman seperti hara nitrogen dan fosfat, selain itu ada mikroba tanah yang berperan dalam mempercepat dekomposisi bahan organik.
2. Yang termasuk Biofertilizer yang dapat membantu ketersediaan hara bagi tanaman antara lain Rhizobium, Azospirilium dan Azotobacter.
3. Yang termasuk Biofertilizer yang dapat membantu penyediaan hara fosfat bagi tanaman antara lain bakteri pelarut fosfat, Ektomikoriza dan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA).
4. Yang termasuk biofertilizer yang dapat mempercepat proses dekomposisi bahan organik antara lain bakteri perombak selulosa dan Efektif Mikroorganisme (EM).
B. Rekomendasi
Dalam sistem pertanian organik yang sebagian besar memanfaatkan bahan organik dengan volume yang cukup banyak sebagai sumber hara bagi tanaman, penggunaan Biofertilizer dapat merupakan upaya efisiensi penggunaan bahan organik tersebut. Selain dapat memperkecil volume bahan organik yang dibutuhkan dalam sistem pertanian organik juga dapat mempercepat proses dekomposisi bahan organik sehinnga unsur hara yang terkandung di dalamnya dapat segera dimanfaatkan tanaman.
DAFTAR PUSTAKA

Gunalan. 1996. Penggunaan Mikroba Bermanfaat Pada Bioteknologi Tanah Berwawasan Lingkungan. Sriwijaya. Surabaya.
Prihatini, T., A. Kenjtanasari, dan Subowo. 1996. Pemanfaatan Biofertilizer Untuk Peningkatan Produktivitas Lahan Pertanian. Jurnal Litbang Pertanian XV (1).
Rao, N.S.S. 1994. Soil Microorganism and Plant Growth. Oxford and IBM Publishing Co. (Terjemahan H. Susilo. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia Press).
Susanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organi. Kasinius. Yogyakarta.



Read more.....

Senin, 25 Januari 2010

NILAI TUKAR PETANI

I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pembangunan jangka panjang tahap pertama yang dilaksanakan pemerintah telah berakhir, yang selanjutnya diikuti oleh pembangunan jangka panjang tahap kedua. Pembangunan jangka penjang ini pada dasarnya adalah upaya peningkatan kesejahteraan bagi seluruh penduduk Indonesia
Dari sudut pandang ekonomi, Ekonomi Indonesia sebenarnya telah mengalami pertumbuhan pesat sejak PJP I, walaupun beberapa tahun terakhir ini gerak tersebut nampak melambat. Perkembangan ekonomi ini juga disertai dengan perubahan struktur ke arah lebih non agraris. Peranan sektor industri dan jasa meningkat secara cukup berarti, sementara sektor pertanian secara relatif mengalami penurunan kontribusi dalam
produk nasional. Pergeseran peranan sektoral ini juga diikuti dengan perubahan kemampuan dalam menyerap tenaga kerja. Daya serap sektor pertanian melemah dan posisinya secara bertahap diambil alih sektor non pertanian..
Di Indonesia arah dan tujuan pembangunan nasional secara rinci dicantumkan dalam GBHN. Segala usaha dan kegiatan pembangunan harus dapat dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Dan hasil-hasil yang dicapai harus dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat.
Penelitian ini didasari oleh kondisi bahwa Indonesia dikenal sebagai negara agraris, yang sampai sekarang sekitar 70% penduduk Indonesia tinggal didaerah pedesaan. Dimana sebagian besar penduduk menggantungkan hidup dari sektor pertanian atau mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Maka sebagaimana diamanatkan oleh GBHN, sektor pertanian ini ditetapkan sebagai motor penggerak pertumbuhan yang mampu meningkatkan pendapatan para petani dan mampu mengentaskan kemiskinan. Akan tetapi kondisi sangat beda, nasib petani dari hari ke hari kian terpuruk. Tingkat kesejahteraannya tidak membaik, seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi yang semestinya dinikmati bersama. Posisi tawar mereka lemah sekali. Kebijakan pemerintah sudah banyak dilakukan namun belum mengena sasaran dan belum intensif. Akibatnya, nilai tukar produk pertanian termasuk pangan tetap rendah. Peningkatan pendapatan di sektor pertanian pun termasuk paling lambat.
Penelitian ini akan mengkaji “perjalanan” pembangunan pertanian yang terkesan terpinggirkan. Kebijakan dalam pembangunan nasional, khususnya di bidang kesejahteraan seolah selalu menempatkan petani pada posisi yang diperhatikan, namun dalam kenyataan membuktikan bahwa pertanian menjadi sektor yang inferior dalam pengembangannya. Dampak faktor internal (dalam negeri) ditunjang faktor eksternal (liberalisasi perdagangan) adalah pada keterpurukan pertanian yang pada gilirannya menurunkan kesejahteraan petani.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat, sebenarnya merupakan salah satu tujuan pembangunan nasional. Sebagai negara agraris dengan sebagian besar penduduk berusaha di bidang pertanian (sebagai petani), maka perhatian terhadap kesejahteraan petani merupakan prioritas utama pembangunan. Didukung dengan peranan sektor pertanian sebagai penyedia kebutuhan pangan pokok, pembentuk devisa (melalui ekspor) dan penampung tenaga kerja khususnya di pedesaan. Oleh karena itu arah kebijakan sektor pertanian saat ini lebih menekankan pada ekonomi kerakyatan yang secara langsung melibatkan petani sebagai tulang punggung sektor pertanian.
Kebijakan peningkatan kesejahteraan petani padi mempunyai arti yang sangat strategis, Salah satu alat ukur daya beli petani yang mencerminkan tingkat kesejahteraan petani yang dipublikasikan oleh badan Pusat Statistik (BPS) diformulasikan dalam bentuk Nilai Tukar Petani (NTP). Istilah nilai tukar sesungguhnya mempunyai arti yang luas. Secara umum nilai tukar dapat digolongkan dalam empat kelompok (Tsakok,1990) , yaitu : (a) Nilai tukar Barter (Barter Terms of Trade), (b) Nilai Tukar Faktorial (Factorial Term of Trade), (c) Nilai Tukar Pendapatan (IncomeTerms of Trade) dan (d) Nilai Tukar Petani (Farmers Term of Trade).
Nilai Tukar Petani (NTP) dapat dikatakan sebagai tingkat hubungan antara hasil pertanian yang dihasilkan petani dengan barang dan jasa yang dikonsumsi dan dibeli petani. Disamping berkaitan dengan permasalahan kekuatan relative daya beli komoditas (konsep barter), fenomena nilai tukar petani terkait dengan perilaku ekonomi rumahtangga. Proses pengambilan keputusan rumahtangga untuk memproduksi, membelanjakan dan mengkonsumsi suatu barang merupakan bagian dari perilaku ekonomi rumahtangga (teori ekonomi rumahtangga).
Agropolitan suatu program unggulan yang bertumpu pada sektor pertanian merupakan salah satu implementasi langsung didaerah dalam rangka memacu perekonomian masyarakat. Agropolitan ini menjadi pilihan program pembangunan karena sebagian besar masyarakat merupakan masyarakat agraris. Karena berbasis pada sektor pertanian tentunya yang menjadi sasaran dan ujung tombak program agropolitan ini adalah para petani.
Untuk melihat keberhasilan pembangunan sektor pertanian terutama program agropolitan tersebut, maka selain data tentang pertumbuhan ekonomi juga diperlukan data pengukur tingkat kesejahteraan penduduk khususnya petani. Salah satu indikator yang bisa dipakai untuk melihat kesejahteraan petani adalah indeks nilai tukar petani (NTP). Hal ini terlihat bila kita membandingkan angka NTP Pada periode tertentu dengan NTP pada tahun dasar. Indeks NTP ini mempunyai kegunaan untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang dubutuhkan Petani dalam berproduksi dan konsumsi barang dan jasa untuk keperluan rumah tangga.

1.2. Perumusan Masalah
Permasalah utama penelitan ini adalah : (1) Bagaimana posisi Nilai Tukar Petani Padi terhadap Nilai Tukar Petani Komoditas pangan yang lain. (2) Apakah Nilai Tukar Petani Padi masih lebih tinggi dibandingkan dengan Nilai Tukar Petani Komoditas Lainnya. Secara rinci permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana Nilai Tukar Petani sehingga dapat digunakan sebagai indikator kesejahteraan petani ?
2. Bagaimana usahatani padi disamping usahatani komoditas lainnya, seperti jagung, kedelai atau ubi kayu ?
3. Bagaimana penghitungan Nilai Tukar Petani Padi diantara Nilai Tukar Petani komoditas pangan lainnya ?
4. Faktor-faktor apakah yang berpengaruh terhadap Nilai Tukar Petani?
5. Bagaimana perkembangan atau fluktuasi Nilai Tukar Petani Padi serta komoditas pangan lainnya ?
6. Apakah posisi NTP padi masih lebih tinggi dibanding NTP komoditas pangan lainnya?

1.3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui posisi Nilai Tukar Petani Padi diantara Nilai Tukar Petani Komoditas lainnya. Serta merumuskan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan Nilai Tukar Petani. Tujuan ini dapat tercapai dengan :
1. Membangun model ekonomi Nilai Tukar Petani sebagai alat analisis penentuan posisi NTP Padi diantara NTP komoditas yang lain.
2. Analisis pengaruh perubahan harga terhadap Nilai Tukar Petani
3. Menentukan alternative faktor-faktor yang mampu mempengaruhi Nilai Tukar Petani Padi.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk dapat dijadikan sebagai acuan Pemerintah dalam menentukan kebijakan-kebijakan khususnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan Petani Padi.
Penelitian ini diharapkan berguna sebagai tambahan informasi mengenai kondisi Nilai Tukar Petani Padi diantara Nilai Tukar Petani Komoditas lainnya. Dengan informasi ini diharapkan dapat menumbuhkan semangat usaha tani padi.
Penelitian ini juga diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi kepada petani bahwa pentingnya peningkatan motivasi usaha tani demi peningkatan kesejahteraan petani itu sendiri.

1.4. Ruang Lingkup / Cakupan Data
Penelitian ini dilakukan untuk menyusun formulasi model ekonometrik Indeks Harga yang diterima petani serta yang dibayar petani. Model tersebut digunakan untuk menganalisis secara kuantitatif mengenai harga serta pengaruh perubahannya terhadap Nilai Tukar Petani.
Sumber dan cakupan data. Data yang digunakan untuk analisis NTPK dan dekomposisinya berupa data deret waktu (time series) dari tahun 1999-2004 , yang bersumber dari Biro Pusat Statistik (BPS). Analisis mencakup rerata nasional, dengan penghitungan indeks atas kondisi tahun 1993 sebagai tahun dasar.





II. TINJAUAN PUSTAKA

Secara sederhana Nilai Tukar Petani adalah rasio antara Indeks Harga yang diterima petani (It) dengan Indeks Harga yang dibayar oleh petani (Ib) yang dinyatakan dalam persentase. Indeks harga yang diterima petani menggambarkan fluktuasi harga barang dan jasa yang dihasilkan petani yang dapat juga digunakan sebagai data penunjang dalam penghitungan
Beberapa konsep dan definisi yang dipergunakan dalam penghitungan NTP antara lain:

2.1 Nilai tukar Petani
Adalah angka perbandingan antara indeks harga yang diterima dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase. Indeks harga yang diterima petani adalah indeks harga yang menunjukan perkembangan harga produsen dari hasil produksi petani. Indeks harga yang dibayar petani adalah indeks harga yang menunjukan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani, baik itu kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun untuk keperluan menghasilkan produksi pertanian.

2.2 Petani
Adalah orang yang melakukan usaha pertanian (tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan rakyat) atas resiko sendiri dengan tujuan untuk dijual, baik dia sebagai petani pemilik maupun petani penggarap (sewa/kontrak/bagi hasil). Orang yang bekerja disawah/ladang orang lain dengan mengharapkan upah, yakni sebagai buruh tani bukan termasuk petani.

2.3 Harga yang diterima petani
Adalah rata-rata harga produsen dari hasil produksi petani sebelum ditambahkan biaya transportasi/ pengangkutan dan biaya pengepakan kepada harga penjualannya,. Harga ini biasa dianggap sebagai farm gate (harga disawah / ladang setelah pemetikan). Harga rata-rata adalah harga yang bila dikalikan dengan volume penjualan akan mencerminkan total uang yang diterima petani. Data harga tersebut dikumpulkan dari hasil wawancara langsung kepada petani produsen.

2.4 Harga yang dibayar petani
Adalah rata-rata harga eceran barang dan jasa yang dibeli petani, baik untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya sendiri maupun untuk keperluan produksi pertanian. data harga barang untuk keperluan produksi pertanian dikumpulkan dari hasil wawancara langsung kepada petani, sedangkan harga barang dan jasa untuk keperluan konsumsi rumah tangga dicatat dari hasil wawancara langsung kepada pedagang atau penjual jasa dipasar terpilih.

2.5 Pasar
Adalah tempat dimana terjadi transaksi antara penjual dengan pembeli atau tempat yang biasanya terdapat penawaran dan permintaan.

2.6 Harga eceran pedesaan
Adalah harga transaksi eceran untuk satuan terkecil antara penjual dan pembeli dipasar setempat untuk tiap jenis barang yang dibeli dengan tujuan untuk keperluan konsumsi sendiri dan bukan untuk dijual kembali kepada pihak lain. Harga yang dicatat adalah harga modus, yang terbanyak muncul atau harga rata-rata biasa dari beberapa pedagang / penjual yang diobservasi.

2.7. Paket komoditas
Adalah sekelompok/keranjang komoditas terpilih dari hasil produksi pertanian yang dihasilkan oleh petani dan barang dan jasa yang digunakan baik untuk proses produksi pertanian maupun untuk keperluan rumah tangga petani untuk satu periode tertentu.


III. KERANGKA PIKIR

3.1. Konsep Nilai Tukar Petani merupakan Indikator Kesejahteraan Petani
Konsep Nilai Tukar Petani merupakan pengembangan dari nilai tukar subsisten, dimana petani merupakan produsen dan konsumen. Nilai Tukar Petani berkaitan dengan hubungan antara hasil pertanian yang dihasilkan petani dengan barang dan jasa yang dikonsumsi dan dibeli petani. Disamping berkaitan permasalahan kekuatan relatifdaya beli komoditas (konsep barter), fenomena nilai tukar petani terkait dengan perilaku ekonomi rumahtangga. Proses pengambilan keputusan rumahtangga untuk memproduksi, membelanjakan dan konsumsi suatu barang merupakan bagian dari perilaku ekonomi rumahtangga (teori ekonomi rumah tangga).
Model ekonomi rumahtangga berkaitan dengan upaya rumahtangga memaksimumkan utilitasnya dengan didasarkan kepada kendala yang dikuasai, yaitu kendala dalam anggaran, fungsi produksi dan waktu (Barnum dan Squire, 1979; Singh, et. Al. 1986; Sawit, 1993). Upaya optimasi rumahtangga akan terkait dengan : (a) proses produksi yang dihasilkan rumahtangga petani, (b) alokasi hasil produksi tersebut bagi konsumsi sendiri dan dijual, (c) pembelian komoditas yang tidak diproduksi sendiri, dan (d) alokasi penggunaan tenaga kerja. Secara garis besar kerangka dasar teori ekonomi rumahtangga dapat dijelaskan sebagai berikut .
Apabila diasumsikan suatu rumahtangga petani memproduksikan komoditas sebesar X, dimana produksi tersebut dikonsumsi sendiri sebesar Xa dan dijual (marketable surplus) sebesar Xs = X – Xa, dengan harga jual sebesar Pa. Disamping konsumsi dari produksi sendiri sebesar sebesar Xa, rumahtangga juga membeli barang konsumsi (produk manufaktur) sebesar Xm, dengan harga Pm.
Rumahtangga juga berupaya mengoptimalkan alokasi waktu kerja yang dimilikinya. Apabila total waktu (T = 24 jam) digunakan untuk keperluan bekerja (Tw) dan santai (Tl), maka T = Tw + Tl. Alokasi dari waktu kerja (Tw) dapat dipergunakan untuk bekerja di pertanian (Tf) dan non pertanian (Tn) dengan upah pf. Dengan demikian apabila ketersediaan waktu kerja (Tw) lebih kecil dari kebutuhan kerja pertanian (Tf), maka rumahtangga tersebut akan mengupah tenaga kerja dari luar rumah tangga (Tm) dengan upah pj.
Fungsi utilitas rumahtangga dapat dituliskan :
U = u (Xa , Xm , Xl); ………………. (001)
Dimana Xa merupakan konsumsi barang hasil produksi sendiri, Xm adalah konsumsi barang yang dibeli (barang manufaktur) dan Xl merupakan konsumsi waktu santai (leisure time).
Dengan kendala masing-masing :
1). Kendala Anggaran
Anggaran rumahtangga dapat dituliskan :
I = ∑ pxi Xi ;
I = pa Xa + pm Xm + pl Xi ……………... (002)
Dimana I adalah pendapatan rumahtangga, dan pa adalah harga dari Xa, dan pm adalah harga dari Xm, dan pi adalah upah.

2). Kendala Pendapatan
Pendapatan rumahtangga petani merupakan penjumlahan dari waktu yang tersedia , pendapatan dari usaha produksi pertanian dikurangi biaya input produksi termasuk tenaga kerja ditambah pendapatan lainnya yang bersifat eksogen.
I = pi T + ∑ pqj Qj - ∑pvi Vi – pl L +E ……. (003)
Dimana :
T = waktu yang dimiliki rumahtangga,
Q = Output produksi
V = Input non tenaga kerja,
L = kebutuhan tenaga kerja dalam proses produksi, baik dari dalam keluarga atau sewa dari luar keluarga, dengan asumsi bersubtitusi sempurna.
Pq = harga produksi Q
Pv = harga input produksi V,
Pi =upah tenaga kerja ,
E = pendapatan lain (eksogen)

3). Hubungan input dan output dalam bentuk fungsi produksi implisit dituliskan sebagai berikut :
G (Q1 … Qm, V1 … Vn , L, K1 … Ko) = 0 ………….. (004)
Dimana G merupakan fungsi produksi yang memenuhi sifat-sifat “quasi convex”, increasing terhadap output dan descreasing terhadap input. K adalah input tetap.
Apabila diasumsikan konsumsi rumahtangga terdiri dari konsumsi hasil produksi sendiri (Xa), konsumsi produk manufaktur yang dibeli (Xm) dan konsumsi dalam bentuk waktu santai (Xi). Sementara rumahtangga juga menggunakan tenaga kerja L, input produksi V dan input tetap K, untuk memproduksi komoditas yang dikonsumsi Qa dan komoditas lain yang dijual atau Qs.
Maksimisasi utilitas dengan memperhatikan kendala dapat dituliskan dalam bentuk persamaan lagrang sebagai berikut :
L = u (Xa,Xm,Xi) – λ[pi T + (psQs+paQa-pvV-piL} + E – paXa-pmXm-piXi] + μ G (Qs, Qa, L, V, K) ……………. (005)

Turunan pertama,dihasilkan :
1. ∂L/ ∂Xa = Ua – λ pa = 0
2. ∂L/ ∂Xm = Um – λ pm = 0
3. ∂L/ ∂Xi = Ui – λ pi = 0
4. ∂L/ ∂ λ = pi(T-Xi-L) + psQs + pa(Qa-Xa) – pvV – pmQm + E = 0
5. ∂L/ ∂Qs = λps + μ Gs = 0; atau 1/λ ∂L/ ∂Qs = ps + μ/λ Gs = 0
6. ∂L/ ∂Qa = Ua – λ pa = 0
7. ∂L/ ∂V = Ua – λ pa = 0
8. ∂L/ ∂L = Ua – λ pa = 0
9. ∂L/ ∂ K = Ua – λ pa = 0

3.2. Pembentukan Komposisi Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan pengukur kemampuan daya tukar sektor pertanian terhadap sektor non pertanian. Sehingga NTP dapat menunjukkan kemampuan riil petani serta dapat mengindikasikan kesejahteraan petani. NTP digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani dari periode ke periode, namum tidak dapat untuk diperbandingkan antar propinsi atau wilayah. Sedangkan NTP secara nasional merupakan gabungan dari beberapa provinsi-provinsi dengan tetap memperhatikan faktor penimbang dari setiap provinsi.
NTP diperoleh dari persentase rasio indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB). Tahun 1993 digunakan sebagai tahun dasar dimana dengan ditunjukkan dengan nilai NTP yaitu 100. Suatu periode dikatakan mempunyai NTP=100 , maka berarti kesejahteraan petani sama keadaannya dengan tahun dasar. NTP>100 , hal ini menunjukkan kemampuan / daya beli petani lebih baik dibandingkan keadaan pada tahun dasar , yaitu tahun 1993. Dengan kata lain kesejahteraan petani lebih baik dibandingkan pada tahun dasar.
Lembaga resmi yang melakukan pengukuran tentang Nilai Tukar Petani (NTP) adalah Biro Pusat Statisyik (BPS). Istilah NTP didefinisikan sebagai rasio antara harga yang diterima petani (HT) dengan harga yang dibayar petani (HB), dan dapat diformulasikan sebagai berikut :
NTP = HT / HB …………………………… 6)
NTP dinyatakan dalam bentuk indeks, dimana merupakan nilai tertimbang terhadap kuantitas pada tahun dasar tertentu. Pergerakan nilai indeks akan ditentukan oleh penentuan tahun dasar, karena perbedaan penggunaan tahun dasar akan menghasilkan keragaman perkembangan indeks yang sama sekali berbeda.



3.3. Perkembangan Nilai Tukar Petani
HT merupakan harga hasil produksi di tingkat petani , yang mana merupakan rata-rata harga produsen atas hasil produksi petani yang diterima disawah / ladang atau farm gate. Artinya HT merupakan harga tertimbang dari setiap komoditas yang dihasilkan. Sementara angka penimbang yang digunakan adalah nilai produksi yang dijual petani dari setiap komoditas tersebut. Harga dari setiap kelompok komoditas merupakan harga tertimbang dari rata-rata setiap komoditas anggota kelompoknya. Selanjutnya dengan memperhatikan kelompok komoditas yaitu padi, palawija, sayuran, buah-buahan dan tanaman perkebunan, maka NTP dapat didekomposisikan menjadi Nilai Tukar Petani Komoditas (NTPK).
HB merupakan harga tertimbang dari harga biaya konsumsi (pangan dan non pangan) serta biaya sarana produksi (pupuk, tenaga kerja, dan modal) dan lain-lain penambahan modal yang dibeli petani. Harga yang dimaksud adalah harga eceran dipasar yang sedang berlaku. Dari hal tersebut maka nilai tukar petani (NTP) dapat didekomposisikan menjadi Nilai Tukar Petani terhadap produk konsumsi (NTK) dan Nilai Tukar Petani terhadap produk sarana produksi (NTS).
Nilai Tukar Konsumsi (NTK) merupakan rasio antara harga produksi komoditas pertanian terhadap harga barang konsumsi ( NTK = HT / HK), dimana menunjukkan kemampuan/ kekuatan daya beli komoditas pertanian yang dihasilkan petani terhadap barang konsumsi. Nilai Tukar Sarana Produksi (NTS) merupakan rasio anatar harga produksi komoditas pertanian dengan harga input produksi (NTS = HT / HSP), yaitu merupakan kemampuan / kekuatan daya beli komoditas pertanian yang dihasilkan petani terhadap input produksi yang dipergunakan petani.
NTP = HT / HB
NTP = HT / (b1 HK + b2 SP) …………………. 7)
NTP = c1 NTK + c2 NTS …………………. 8)
NTPKi = ei NTKPi + ei NTKNPi + ei NTSPi + ei NTSTi + ei NTSMi 9)
Dimana :
NTP = Nilai Tukar Petani
HT = Harga yang diterima Petani
HB = Harga yang dibayar petani
NTK = Nilai Tukar Konsumsi
NTS = Nilai Tukar Sarana Produksi
NTPKi = Nilai Tukar Petani Komoditas i
NTKPi = Nilai Tukar Konsumsi Pangan Komoditas i
NTKNi= Nilai Tukar Konsumsi Non Pangan Komoditas i
NTSPi = Nilai Tukar Sarana Produksi Pupuk Komoditas i
NTSTi = Nilai Tukar Sarana Produksi Tenaga Kerja Komoditas i
NTSMi= Nilai Tukar Sarana Produksi Modal Komoditas I
i = kelompok komoditas
e = konstanta nilai tukar terhadap nilai tukar komoditas I

Dengan pendekomposisian NTPmenjadi NTPK maka juga merupakan rasio antara harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar petani. Sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar petani identik dengan faktor-faktor yang mempengaruhi harga. Sesuai mekanisme pembentukan harga, maka harga diperoleh dari penurunan fungsi penawaran dan fungsi permintaan . Harga komoditas pertanian dipengaruhi oleh penawaran dan permintaannya. Serta dengan asumsi permintaan rumahtangga per hari dalam satu bulan cenderung tetap, maka harga komoditas akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan produksinya.
Sehingga harga komoditas dapat dirumuskan :
HKit = f (PKt, INFt) ……………………….. 10)
Dimana :
HKit = Harga Komoditas i pada waktu t
PKt = Jumlah Produksi Komoditas i pada waktu t
INFt = Tingkat inflasi pada waktu t

Sumber dan cakupan data
Data yang digunakan untuk analisis NTPK dan dekomposisinya berupa data deret waktu (time series) dari tahun 1999-2004 , yang bersumber dari Biro Pusat Statistik (BPS). Analisis mencakup rerata nasional, dengan penghitungan indeks atas kondisi tahun 1993 sebagai tahun dasar.

3.4. Pengaruh Perubahan Harga Terhadap Nilai Tukar Petani
Pengaruh perubahan harga terhadap nilai dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung perubahan harga terhadap nilai tukar petani merupakan respon langsung nilai tukar petani akibat adanya perubahan suatu harga, sedangkan dampak tidak langsung terjadi akibat adanya perubahan suatu harga, sedangkan dampak tidak langsung terjadi akibat pengaruh antar harga-harga, baik antar harga-harga komoditas pertanian dan atau harga-harga produk manufaktur. Dalam formulasi matematika pengaruh perubahan harga dapat diturunkan sebagai berikut :
NTP = HT/HB
HT =  ai Ti
HB = bk Bk
Dimana :
NTP = nilai tukar petani
HT = harga yang diterima petani
HB = harga yang dibayar petani
Ti = harga komoditas yang dihasilkan petani ke i
Bk = harga produk yang dibeli petani ke k
a1 = pembobot komoditas yang dihasilkan ke i
bk = pembobot produk yang dibeli petani ke k

Apabila diasumsikan hanya ada dua komoditas yang dihasilkan (yaitu T1 dan T2, dengan harga PT1 dan PT2, dan dua produk yang dibeli petani (yaitu B1 dan B2, dengan harga PB1 dan PB2), maka :
HT = a1 PT1 + a2 PT2
HB = b1 PB1 + b2 PB2
Sehingga :

NTPpadi merupakan nisbah antara harga yang diterima petani padi (HTpadi) dan harga yang dibayar petani padi (HBpadi). Dengan asumsi pendapatan yang diterima petani padi hanya berasal dari usahatani padi, maka HTpadi adalah harga padi yang diusahakannya. Dengan NTPpadi dirumuskan sebagai berikut :
NTPpadi = HTpadi/HBpadi
HTpadi = Hpadi
HBpadi = bk Bk
Apabila diasumsikan hanya ada dua produk yang dibeli petani (yaitu B1 dan B2 dengan harga PB1 dan PB2), maka :
HBpadi = b1 PB1 + b2 PB2
Dimana :
NTPpadi = Nilai Tukar Petani Padi
HTpadi = harga yang diterima petani padi
HBpadi = harga yang dibayar petani padi
Hpadi = harga padi yang dihasilkan petani
Bk = harga produk k yang dibeli petani padi
bk = pembobot produk k yang dibeli petani padi

Sehingga :

Turunan totalnya sebagai berikut :


3.4.1. Pengaruh Perubahan harga Komoditas Yang Dihasilkan Petani
a. Pengaruh Perubahan Harga Padi
b. Pengaruh Perubahan Harga Jagung
3.4.2. Pengaruh Perubahan harga Produk Yang Dibeli Petani
a. Pengaruh Perubahan Harga Produk Konsumsi
b. Pengaruh Perubahan Harga Input Produksi

3.5. Pembentukan Harga
Dari uraian sebelumnya dikemukakan Nilai Tukar Petani (NTP) dapat didekomposisi kedalam nilai tukar penyusunnya antara lain nilai tukar kelompok komoditas dan nilai tukar komoditas. Dalam studi ini pendalaman tentang nilai tukar komoditas tidak hanya akan dilakukan terhadap nilai tukar petani padi (NTPpadi) tetapi juga terhadap nilai tukar petani jagung (NTPjagung) dan nilai tukar petani ubi-kayu (NTPubi-kayu) .

3.5.1. Pembentukan Harga Padi (HTp)

HT merupakan harga hasil produksi di tingkat petani, yang mana merupakan rata-rata harga produsen atas hasil produksi petani yang diterima disawah/ladang atau farm gate. Artinya HT merupakan harga tertimbang dari setiap komoditas yang dihasilkan. Sementara angka penimbang yang digunakan adalah nilai produksi yang dijual petani dari setiap komoditas tersebut. Harga dari setiap kelompok komoditas merupakan harga tertimbang dari rata-rata setiap komoditas anggota kelompoknya. Selanjutnya dengan memperhatikan kelompok komoditas yaitu padi, palawija, sayuran, buah-buahan dan tanaman perkebunan, maka NTP dapat didekomposisikan menjadi Nilai Tukar Petani Komoditas (NTPK).

HKpt = f (PKt, INFt) ……………………….. ..)
Dimana :
HKpt = Harga Komoditas padi pada waktu t
PKpt = Jumlah Produksi Komoditas padi pada waktu t
INFt = Tingkat inflasi pada waktu t


3.5.2. Pembentukan Harga Komoditas lain

a. Pembentukan Harga Jagung (HTj)
HKjt = f (PKt, INFt) ……………………….. ..)
Dimana :
HKjt = Harga Komoditas jagung pada waktu t
PKt = Jumlah Produksi Komoditas jagung pada waktu t
INFt = Tingkat inflasi pada waktu t

b. Pembentukan Harga Ubi Kayu (HTuk)
HKukt = f (PKt, INFt) ……………………….. ..)
Dimana :
HKukt = Harga Komoditas ubi-kayu pada waktu t
PKt = Jumlah Produksi Komoditas ubi-kayu pada waktu t
INFt = Tingkat inflasi pada waktu t

3.5.3. Pembentukan Harga Produk Yang Dibeli Petani (HB)
HB merupakan harga tertimbang dari harga biaya konsumsi (HK) serta biaya sarana produksi (HS). Harga biaya konsumsi meliputi harga pangan dan non pangan yang dibeli petani. Sedangkan harga sarana produksi yang dibeli petani meliputi harga dari pupuk, tenaga kerja, serta modal yang dan lain-lain penambahan modal yang dibeli petani. Harga yang dimaksud adalah harga eceran dipasar yang sedang berlaku. Dari hal tersebut maka nilai tukar petani (NTP) dapat didekomposisikan menjadi Nilai Tukar Petani terhadap produk konsumsi (NTK) dan Nilai Tukar Petani terhadap produk sarana produksi (NTS).
a. Pembentukan Harga Produk Konsumsi(HK)
NTP = HT / HB
NTP = HT / (b1 HK + b2 SP)
NTP = HT / b1 HK + HT / b2 SP)
c1 NTK = HT / b1 HK

b. Pembentukan Harga Input (sarana) Produksi (HS)
NTP = HT / HB
NTP = HT / (b1 HK + b2 SP)
NTP = HT / b1 HK + HT / b2 SP)
c2 NTS = HT / b2 SP

3.6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi NTP
a. Nilai Tukar Konsumsi (NTK)
NTP = HT / HB
NTP = HT / (b1 HK + b2 SP)
NTP = c1 NTK + c2 NTS
NTKi = ei NTKPi + ei NTKNPi …………………. ..)
Dimana :
NTP = Nilai Tukar Petani
HT = Harga yang diterima Petani
HB = Harga yang dibayar petani
NTK = Nilai Tukar Konsumsi
NTS = Nilai Tukar Sarana Produksi
NTPKi = Nilai Tukar Petani Komoditas i
NTKPi = Nilai Tukar Konsumsi Pangan Komoditas i
NTKNi= Nilai Tukar Konsumsi Non Pangan Komoditas i
i = kelompok komoditas
e = konstanta nilai tukar terhadap nilai tukar komoditas I

b. Nilai Tukar Sarana Produksi (NTS)
NTP = HT / HB
NTP = HT / (b1 HK + b2 SP)
NTP = c1 NTK + c2 NTS
NTSi = ei NTSPi + ei NTSTi + ei NTSMi ………… ..)
Dimana :
NTP = Nilai Tukar Petani
HT = Harga yang diterima Petani
HB = Harga yang dibayar petani
NTK = Nilai Tukar Konsumsi
NTS = Nilai Tukar Sarana Produksi
NTSPi = Nilai Tukar Sarana Produksi Pupuk Komoditas i
NTSTi = Nilai Tukar Sarana Produksi Tenaga Kerja Komoditas i
NTSMi= Nilai Tukar Sarana Produksi Modal Komoditas I
i = kelompok komoditas
e = konstanta nilai tukar terhadap nilai tukar komoditas I

IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Jenis dan Sumber Data
4.1.1. Jenis data
4.1.2. Sumber Data
4.2. Metode Pengumpulan Data.
Data dikumpulkan dengan metoda pengumpulan data primer . Data primer ini merupakan data sekunder time series untuk tahun 1996 – 2005 yang dipublikasikan oleh lembaga-lembaga resmi, seperti Biro Pusat Statistik, Departemen Perdagangan dan Perindustrian, Departemen Pertanian dan Perkebunan, serta berbagai sumber lain misalnya World Bank, FAOSTAT..



Read more.....