Rabu, 18 Maret 2009

PROSPEK AGRIBISNIS UBI KAYU

I.PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Agroindustri merupakan industri yang mengolah bahan hasil pertanian menjadi produk-produk yang mempunyai nilai tambah. Salah satu sifat bahan pertanian adalah kamba. Sifat ini menjadikan komoditi pertanian akan mengalami penyusutan baik volume maupun berat setelah mengalami pengolahan. Dengan sifat inilah dpat dipastikan setiap pengolahan komoditi pertanian akan menghasilkan limbah. Ubi kayu sebagai salah satu komoditi pertanian juga bersifat kamba. Pengolahan ubi kayu dalam suatu agroindustri dapat menghasilkan produk seperti tapioka, gaplek, keripik, serta sirup hasil hidrolisis pati seperti sirup glukosa, sirup maltosa dan sirup fruktosa.

Tindakan pengelolaan lingkungan dalam sistem pengelolaan lingkungan (environment protection agency) diprioritaskan pada usaha pengurangan limbah pada sumbernya. Tindakan minimasi limbah pada sumbernya lebih ditekankan pada bidang manajerial. Pendekatan ini memunculkan konsep produksi bersih. Produksi bersih merupakan suatu pendekatan yang mengarah kepada peningkatan efisiensi proses produksi, penggunaan teknik-teknik daur ulang dan pakai ulang, kemungkinan substitusi bahan baku dengan yang lebih ekonomis dan tidak berbahaya serta perbaikan sistem operasi dan prosedur kerja. Tujuan dari produksi bersih adalah untuk mengurangi tingkat emisi yang mencemari serta mengurangi produksi limbah dengan meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku dan energi serta meningkatkan kualitas produk.
Keuntungan dari penerapan produksi bersih bagi perusahaan antara lain adalah :
1). Pengurangan biaya operasi pengolahan dan pembuangan limbah
2). Peningkatan mutu produk
3). Penghematan bahan baku
4). Peningkatan keselamatan kerja
5). Perbaikan kesehatan umum dan lingkungan hidup
6). Penilaian positif dari konsumen
Pada akhirnya penerapan produksi bersih akan meningkatkan daya saing produk di pasar global sehingga meningkatkan meningkatkan pendapatan perusahaan.

B.Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan Quick Scan potensi produksi bersih di industri tapioka ini adalah sebagai berikut :
1.Mendapatkan tambahan wawasan dan pengetahuan mengenai kegiatan pengolahan industri tepung tapioka.
2.Memperkenalkan konsep produksi bersih pada industri tapioka.
3.Mendapatkan alternatif penerapan produksi bersih pada industri tapioka yang mampu meningkatkan efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan.

C.Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari kajian ini adalah studi penerapan produksi bersih pada industri kecil tapioka. Studi ini meliputi aspek teknis seperti mengidentifikasi segala hal yang berpotensi menghasilkan limbah serta mengidentifikasi kemungkinan modifikasi proses untuk minimisasi penggunaan sumber daya dan jumlah limbah yang dihasilkan. Pengkajian ini dilakukan secara teoritis dan berdasarkan data empiris. Studi ini dilakukan di Industri Tapioka, Ciluweur Bogor.

II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

A.Sejarah dan Lingkup Usaha
Industri Kecil Tapioka, milik Bpk. Aan beroperasi sejak lima tahun yang lalu, tepatnya didirikan pada tahun 2000 dan bergerak di bidang agroindustri yang mengolah hasil pertanian yaitu singkong menjadi tapioka kasar. Lingkup usaha industri ini masih tergolong kecil karena masih menggunakan teknologi sederhana dengan kapasitas produksi hanya mengolah 2 ton singkong per hari.
Bahan baku utama yaitu singkong diperoleh dari daerah Ciampea dan Sukabumi. Proses produksi terdiri dari tiga proses utama yaitu pengupasan, penggilingan dan pemerasan, serta pengayakan dan penjemuran. Mesin yang digunakan adalah mesin penggiling, sedangkan proses lain dikerjakan secara manual menggunakan tenaga manusia. Sarana yang digunakan dalam proses produksi antara lain air bersih yang berasal dari sumur bor dan listrik dari PLN.

Setiap harinya industri ini mampu menjual 4 kwintal tapioka dengan harga jual Rp.400.000-Rp.420.000 / kwintal. Tapioka kasar yang sudah jadi dijual ke pabrik tapioka yaitu pabrik pengecilan ukuran dan penghalusan tekstur. Selain memproduksi tapioka, industri kecil ini menghasilkan acia yang berasal dari ampas serta kulit halus yang kemudian dijual lagi sebagai pakan ternak. Hasil samping ini cukup besar hingga mencapai 1 ton setiap harinya. Limbah yang dihasilkan industri ini adalah limbah cair yaitu air sisa endapan dan limbah padat yaitu kulit luar singkong.

B.Lokasi Usaha dan Tata Letak
Industri Kecil Tapioka ini terletak di daerah Tarikolot, Desa Ciluweur, Kecamatan Bogor Utara, Bogor. Industri ini didirikan di atas lahan seluas 800 m2. Adapun bangunan yang ada digunakan untuk melakukan proses penggilingan, ekstraksi hingga pengecilan ukuran tapioka. Proses pengupasan dan pengeringan dilakukan di lahan terbuka yang merupakan sebagian besar bagian dari luas lahan yang dimiliki.

C.Ketenagakerjaan
Jumlah tenaga kerja industri kecil tapioka adalah tujuh orang yang terdiri dari tiga orang pada proses penggilingan dan pemerasan, dua orang pada proses pengayakan dan penjemuran, serta dua orang pada proses pengupasan. Jam kerja yang diberlakukan adalah mulai jam 08.00 – 12.00 WIB, setiap hari dari hari Senin-Minggu. Sistem penggajian dilakukan per hari yang berkisar diantara Rp. 15.000 hingga Rp. 30.000 / hari.

III. PROSES PRODUKSI
A. Bahan Baku
Bahan baku utama yang digunakan untuk pembuatan tapioka pada industri ini yaitu ubi kayu. Selain bahan baku tersebut, juga diperlukan bahan baku pembantu yaitu air. Pada setiap tahap dari proses produksi tapioka hampir pasti memerlukan air. Di dalam kapasitas normal pengolahan sekitar 2 ton ubi kayu memerlukan air kurang lebih 10.500 liter. Air yang digunakan diperoleh dari sumur yang ada di sekitar pabrik. Sumur yang digunakan ada 2 dan pengambilannya dilakukan dengan menggunakan pompa yang kemudian dialirkan ke bak penampung.

Pada industri ini, hampir semua tahapan proses dilakukan dengan manual atau tanpa menggunakan mesin kecuali pada proses penggilingan. Proses pengeringannya pun menggunakan bantuan sinar matahari. Hal tersebut tentunya sangat berpengaruh terhadap kualitas tapioka yang dihasilkan, apabila tidak ada sinar matahari atau musim hujan kualitas tapioka yang dihasilkan biasanya akan rendah.
Industri ini merupakan industri kecil yang hanya mengolah tapioka sampai menjadi tapioka kasar atau tapioka yang masih berupa bongkahan-bongkahan setelah dikeringkan. Setiap harinya pabrik mampu memproduksi sekitar 0,4 ton pati yang dihasilkan dari bahan baku 2 ton ubi kayu.

B. Proses Produksi
Proses produksi pembuatan tapioka dimulai dari proses penyiapan bahan hingga proses pengeringan tapioka kasar. Hal yang paling utama dilakukan dalam proses pembuatan tapioka adalah proses pengekstraksian pati singkong (tapioka) secara optimal dan proses pengeringan yang sempurna, sehingga dihasilkan tapioka dengan mutu yang baik dan dengan rendemen yang tinggi. Urutan proses pengolahan tapioka secara umum dapat dilihat pada Gambar 1.

1. Pengupasan dan pencucian
Ubi kayu yang telah diterima dari petani singkong dikumpulkan terlebih dahulu sebelum diolah. Proses penyiapan bahan meliputi proses pengupasan ubi kayu dan proses pencucian. Proses pengupasan dilakukan secara manual dengan tenaga manusia dengan menggunakan alat pisau sederhana. Setelah dikupas, ubi kayu kemudian dikumpulkan di satu bak untuk dilakukan proses pencucian. Proses pencucian ini juga dilakukan secara manual.

2.Penggilingan
Ubi kayu yang telah dikupas dan dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam alat penggilingan untuk dilakukan proses pengecilan ukuran. Proses penggilingan ini dilakukan untuk mempermudah proses pengekstraksian pati singkong (tapioka). Mesin penggiling yang digunakan adalah tipe penggiling berbahan bakar solar. Kapasitas pengolahan mesin penggiling sebesar 0,5 ton ubi kayu per jam dan penggunaan solar sebesar 2 liter solar per 1 ton ubi kayu.

3.Ekstraksi
Ubi kayu yang telah digiling kemudian diekstraksi dengan metode pengekstraksian sederhana. Ubi kayu giling yang telah bercampur dengan air difiltrasi dengan menggunakan tiga buah kain saring untuk mendapatkan pati singkong (tapioka). Pati singkong yang bercampur dengan air kemudian dialirkan ke bak penampungan, sedangkan ampas ubi kayu dikumpulkan untuk dilakukan proses lebih lanjut.

4.Pengendapan
Campuran pati singkong (tapioka) dan air yang ditampung di bak penampungan kemudian didiamkan beberapa jam untuk mengalami proses pengendapan. Pengendapan dilakukan dalam lima bak penampungan yang masing-masing berukuran 2 x 1,5 x 0,7 m3.

5.Separasi
Pati singkong (tapioka) yang telah mengendap di dasar bak kemudian dipisahkan dengan air dengan cara membuka saluran air, sehingga limbah air hasil pengendapan dapat keluar dari bak. Pati singkong yang mengendap di dasar bak kemudian diambil dengan cara manual yaitu dengan menggunakan alat sekop dan dikumpulkan di tempat penampungan tapioka basah.

6.Pengeringan
Tahap akhir dalam proses produksi tapioka kasar adalah proses pengeringan. Namun sebelum dikeringkan, bongkahan tapioka basah diayak terlebih dahulu untuk mengecilkan ukuran tapioka. Ukuran saringan pengayak yang digunakan adalah sebesar 0,5 x 0,5 cm dan dilakukan dengan cara manual. Pengecilan ukuran ini dilakukan dengan tujuan mempercepat proses pengeringan tapioka kasar. Setelah proses pengecilan ukuran, tapioka kasar basah kemudian dikeringkan dengan cara konvensional yaitu dijemur dibawah sinar matahari. Tapioka kasar yang telah kering kemudian dijual ke pabrik-pabrik tepung tapioka untuk diproses lebih lanjut.


IV. EVALUASI DATA

A.Pengelolaan Limbah
Limbah merupakan sesuatu yang dihasilkan dari suatu proses produksi atau proses penunjang yang mendukung proses utama selain produk yang diinginkan. Limbah dihasilkan karena adanya inefisiensi di segala aktivitas dan adanya bahan atau materi dan/atau energi yang tidak dapat digunakan kembali bagi kegiatan produksi tersebut.
Industri kecil tapioka kecil ini menghasilkan tiga macam limbah , yaitu limbah padat, limbah cair dan limbah gas. Limbah yang ada sebagian besar didominasi oleh limbah cair yang kemudian diikuti oleh limbah padat.

1.Limbah Cair
Proses pembuatan tapioka memerlukan air untuk memisahkan pati dari serat. Pati yang larut dalam air harus dipisahkan. Teknologi yang ada belum mampu memisahkan seluruh pati yang terlarut dalam air, sehingga limbah cair yang dilepaskan ke lingkungan masih mengandung pati. Limbah cair akan mengalami dekomposisi secara alami di badan-badan perairan dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Bau tersebut dihasilkan pada proses penguraian senyawa mengandung nitrogen, sulfur dan fosfor dari bahan berprotein (Zaitun, 1999; Hanifah dkk, 1999).

Limbah cair yang dihasilkan oleh industri tapioka ini sekitar 21.000 liter per hari. Limbah cair berasal dari proses pencucian dan cairan sisa pengendapan pati. Secara alami limbah ini dapat terdegradasi di lingkungan, akan tetapi penumpukan limbah organik di wilayah perairan seperti sungai, sumur, danau dan sebagainya akan menurunkan kandungan oksigen terlarut.

Parameter yang biasa dilakukan untuk mengukur nilai tinggi rendahnya kandungan oksigen terlarut pada suatu badan air adalah dengan menentukan nilai COD dan BOD. Semakin tinggi nilai kedua parameter tersebut maka semaki rendah kandungan oksigen terlarut pada suatu badan air tersebut.

Umbi singkong memiliki senyawa HCN (asam sianida) secara alami dalam sel-selnya. Singkong jenis tertentu (singkong pahit) memiliki kandungan HCN yang cukup tinggi dan berbahaya bila dikonsumsi. Singkong yang dijadikan bahan baku untuk industri tepung tapioka ini merupakan jenis singkong biasa yang memiliki kadar HCN dalam jumlah sedikit dan relatif aman untuk dikonsumsi.
Pada saat proses pemerasan dan ekstraksi dengan HCN yang terdapat dalam sel-sel singkong akan terlepas/terlarut dengan air. Air limbah yang mengandung HCN apabila dibuang ke perairan dan terakumulasi dapat membahayakan kehidupan biota air tesebut dan secara tidak langsung dapat membahayakan manusia.

Industri kecil tapioka ini belum memiliki sarana pengolahan limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh industri ini langsung dibuang ke badan air (kali), tanpa proses penanganan khusus terlebih dahulu. Sampai saat ini belum ada keluhan dari masyarakat sekitar, tapi tentu saja pembuangan limbah tersebut dapat menyebabkan pencemaran lingkungan perairan di sekitar.

2.Limbah Padat
Limbah padat industri tapioka ini berasal dari proses pengupasan yaitu berupa kulit singkong dan dari proses ekstraksi yang berupa ampas singkong. Industri tapioka ini sudah cukup baik dalam menangani limbah padatnya. Kulit singkong bagian dalam dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sedangkan kulit bagian luarnya dibakar. Ampas singkong yang dihasilkan dari proses ekstraksi, dibentuk terlebih dahulu menjadi bongkahan kecil lalu dikeringkan di bawah sinar matahari. Ampas singkong yang telah kering atau yang lebih dikenal dengan “acia” kemudian dijual kepada pihak yang membutuhkan.

3.Limbah Gas
Limbah gas yang dihasilkan industri ini berupa gas pembakaran kulit singkong. Hal ini tentu saja menyebabkan pencemaran udara jika dilakukan terus menerus. Gas toxic akan terakumulasi dan warga disekitar akan terganggu. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap proses penganganan kulit singkong dengan metode pembakaran.

B.Penanganan Bahan Baku dan Energi
Industri tepung tapioka yang dikunjungi berbahan baku ubi kayu (singkong). Air digunakan selama proses untuk mengekstrak pati dari singkong dan untuk pencucian. Kebutuhan akan air disuplai dari air tanah yang dipompa menggunakan tenaga listrik. Dalam satu hari, kebutuhan akan air untuk memproduksi 2 ton singkong mencapai 21.000 liter. Dari 2 ton singkong didapatkan singkong bersih sebanyak 1,4 ton dan sisanya kulit. Kulit yang dihasilkan dari proses pengupasan singkong merupakan limbah pabrik.

Singkong yang telah dikupas kulitnya dilakukan pencucian dengan air yang disuplai dari air tanah. Tujuan dari proses pencucian adalah untuk menghilangkan kotoran (seperti lumpur) yang melekat pada singkong. Konsumsi air yang digunakan untuk proses ini adalah sebanyak 10.500 liter per hari.

Pada proses ekstraksi pati dari parutan singkong, air yang digunakan sama banyaknya pada proses pencucian yaiti sebanyak 10.500 liter per hari. Sehingga total penggunaan air dalam sehari adalah sebanyak 21.000 liter. Total penggunaan air pada industri yang menunjukkan jumlah yang sangat besar. Dalam hal ini, proses penghematan air dalam rangka keberlangsungan air bersih mutlak diperlukan. Selain itu, dengan penghematan penggunaan air diharapkan kebutuhan energi listrik dalam menyuplai air dapat diminimisasi. Dengan penggunaan energi listrik yang optimal maka biaya/beban rupiah akan listrik dapat ditekan yang berkorelasi pada pengurangan biaya produksi sehingga keuntungan (profit) dapat maksimal.

C.Potensi Produksi Bersih
Produksi bersih (Cleaner Production) adalah suatu cara pemikiran baru dan kreatif terhadap produk dan suatu proses yang dilakukan. Hal ini dicapai dengan suatu penerapan strategi yang berkelanjutan untuk meminimalkan limbah dan emisi yang dihasilkan (National Productivity Council India dalam UNEP IE, 1995).
Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang diterapkan secara terus menerus pada proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan eco-efisiensi dan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Pada proses produksi, produksi bersih meliputi konservasi bahan baku dan energi, mengurangi bahan baku yang beracun dan mengurangi jumlah dan kadar racun dari emisi dan limbah sebelum meninggalkan proses produksi. Pada produk, strategi ini menitikberatkan pada pengurangan dampak selama daur hidup produk dari saat bahan baku sampai produk tersebut dibuang atau tidak terpakai lagi (United Nation Environment Programme Industry and Environment, 1995).
Teknik-teknik yang dilakukan dalam penerapan Produksi Bersih adalah sebagai berikut :

1.Pengurangan limbah pada sumbernya (Source Reduction)
a.Good Housekeeping
Good housekeeping adalah suatu cara untuk mencegah suatu kebocoran atau tumpahan, dan perawatan terhadap alat atau perangkat yang dapat menyebabkan inefisiensi.
b.Perubahan proses (Process Change)
•Perubahan Bahan Input (Material Input Change) adalah penggantian bahan dari bahan yang memiliki kadar racun yang tinggi menjadi bahan yang memiliki kadar racun yang kecil atau tidak beracun sama sekali dan penggunaan bahan yang dapat diperbaharui.
•Pengendalian proses yang baik (Better Process Control) adalah modifikasi dari prosedur atau proses kerja, instruksi pengoperasian mesin dan pendokumentasian jalannya proses dalam rangka meningkatkan efisiensi dan meminimalisasi limbah dan emisi.

•Modifikasi peralatan (Equipment Modification) adalah modifikasi dari peralatan dan perlengkapan yang digunakan pada saat proses dengan menambahkan alat pengendalian dan pengukuran dalam rangka meningkatkan efisiensi dan meminimalisasi limbah dan emisi.
•Perubahan teknologi (Technology Change) adalah penggantian teknologi, alur proses dalam rangka meminimalisasi limbah dan emisi selama proses produksi.
2.Daur Ulang (Recycling)
a.Penggunaan kembali pada tempatnya (On site Recovery and Reuse) adalah penggunaan kembali limbah yang dihasilkan pada proses yang sama atau pada proses yang lain di industri tersebut.
b.Produksi produk samping yang bermanfaat (Creation of useful by-product)

c.Modifikasi Produk (Produk Modification)
Karakteriktik produk dapat dimodifikasi untuk meminimisasi dampak terhadap lingkungan dari proses produksi dan produk itu sendiri pada saat digunakan maupun setelah tidak digunakan atau dibuang. (United Nation Environment Programme Industry and Environment, 1995).

Manfaat yang dapat diambil dari produksi bersih antara lain pengurangan biaya operasi, pengolahan dan pembuangan limbah, peningkatan mutu produk, penghematan bahan baku, peningkatan keselamatan kerja, perbaikan kesehatan umum dan lingkungan hidup, penilaian konsumen positif, dan pengurangan biaya penanganan limbah.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di Industri Tapioka ini, upaya untuk meminimalisasi limbah yang dihasilkan sampai saat ini belum dilakukan secara maksimal, bahkan untuk penanganan limbah cair tidak ada perlakuan khusus sedikit pun. Hal seperti ini tentu saja tidak dapat dibiarkan terus berlanjut. Pencemaran lingkungan saat ini mungkin belum memberikan dampak yang signifikan, tetapi beberapa tahun mendatang, sistem biota lingkungan di sekitarnya pasti akan terganggu. Oleh karena itu, pada industri tapioka yang kami kaji, beberapa aplikasi produksi bersih yang dapat dilakukan antara lain :

1.Metode In of Pipe (Produksi Bersih)
Pendekatan uang dilakukan oleh strategi produksi bersih dalam mengurangi pencemaran limbah adalah dengan menggunakan metode pendekatan in of pipe. Metode ini menggunakan pendekatan pengurangan pencemaran lingkungan melalui efisiensi penggunaan bahan dan energi dalam segala aktivitas produksi. Adapun strategi produksi bersih yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a.DAUR ULANG (RECYCLING)
•Penggunaan dan Daur Ulang Kembali (In site Recovery and Reuse).
Pada strategi daur ulang dan penggunaan kembali proses, Industri Tapioka Ciluweur, Bogor ini dapat melakukan penggunaan air yang masih bersih (white water) secara berulang. Air yang dikeluarkan dari beberapa proses yang masih dianggap layak digunakan kembali, seperti air pencucian pada proses penggilingan, ditampung terlebih dahulu di suatu bak penampungan (white water pit) yang kemudian disalurkan ke beberapa proses yang membutuhkan air. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menghemat penggunaan air (fresh water) dalam proses. Air ini tidak akan digunakan kembali atau dibuang apabila sudah dianggap tidak layak untuk digunakan kembali. Air yang dianggap tidak layak digunakan kembali disebabkan oleh adanya kotoran-kotoran yang dapat mengganggu kualitas tapioka yang dihasilkan.

•Produksi produk samping yang bermanfaat (Creation of useful by-product).
Penciptaan produk samping yang berguna telah dilakukan oleh industri tapioka ini, yaitu dengan mengeringkan ampas singkong (acia) kemudian dijual dengan harga Rp. 600/kg. Acia yang dihasilkan sebesar 1 ton/hari, jadi pendapatan dari penjualan acia sekitar 600.000/hari. Produk samping lain yang dapat dimanfaatkan adalah kulit singkong. Kulit singkong bagian dalam telah digunakan sebagai makanan ternak, tetapi kulit singkong bagian luar selama ini ditangani dengan metode pembakaran sehingga menghasilkan limbah gas pembakaran. Kulit singkong bagian luar ini sebenarnya dapat dimanfaatkan menjadi kompos. Pembuatan kompos dilakukan dengan cara mengubur kulit luar singkong di tanah dengan kedalamanan sekitar 150 cm.

b.PERUBAHAN PROSES (PROCESS CHANGE)
•Pengendalian Proses yang Baik (Better Process Control).
Pengendalian proses yang baik juga dapat mengurangi terjadinya inefisiensi produksi. Dengan adanya pengendalian yang baik segala hal yang dapat menyebabkan inefisiensi dapat dicegah. Pengendalian proses ini dapat dilakukan dengan pengawasan terhadap setiap proses yang dilakukan, baik dari tenaga kerja, mesin dan peralatan, maupun produk yang dihasilkan.

•Modifikasi peralatan (Equipment Modification).
Strategi lain dalam produksi bersih ini juga adanya modifikasi peralatan yang berhubungan dengan proses produksi sehingga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi produksi dan mengurangi limbah. Peralatan yang dapat digunakan sebagai pengganti peralatan yang ada yaitu mesin yang meliputi motor 1 fase, 2 hp dan micro kontroller tipe AT 89C51. Mikrokontroller tersebut digunakan untuk sistem kontrol terdistribusi dengan variable kontrol waktu proses pemarutan, pemerasan, pemindahan hasil pernerasan dan pengeringan tepung yang masih basah.

Mesin ini dapat memperoleh hasil waktu parut 20 menit/ 100kg, waktu peras 5 menit/ (100kg+60 liter air), waktu pengendapan 240 menit dan waktu pengeringan dengan suhu 51° celcius dengan waktu 15 menit menghasilkan hasil tepung kering 35 kg. Mesin ini lebih baik dibanding pengolahan tapioka secara konvensional yang hanya menghasilkan 20 kg dari 100 kg singkong dan waktu proses lebih lama.

•Perubahan teknologi (Teknologi Change)
Perubahan yang dapat dilakukan dalam upaya untuk menghemat konsumsi air adalah dengan mengubah sistem pencucian singkong yang telah dikupas. Pada awalnya, pencucian singkong yang dilakukan adalah dengan sistem air mengalir. Hal ini merupakan pemborosan dalam penggunaan air dan energi listrik, karena air yang dibutuhkan selama proses pencucian akan sangat besar dan listrik yang digunakan untuk mengalirkan air juga akan sangat besar. Untuk itu, untuk mengatasinya adalah dengan merubah sistem pencucian, yaitu dengan sistem pencucian bak (batch wash), yaitu pencucian dengan menggunakan bak-bak terpisah dimana bahan dicuci dalam tiap-tiap bak yang berbeda.

2.Metode End of Pipe
Metode ini dilakukan untuk mengelola air limbah yang dihasilkan oleh industri tapioka agar air yang dikeluarkan tidak berbahaya atau mencemari lingkungan. Air limbah yang dihasilkan sekitar 21.000 liter setiap harinya dan mengandung senyawa asam sianida (HCN), sehingga perlu ditangani sebelum dibuang langsung ke sungai. Penanganan ini dapat dilakukan dengan membuat bak penampung limbah cair. Kemudian dalam bak tersebut, limbah dilakukan perlakuan penambahan kapur tohor sehingga kandungan asam sianida pada limbah dapat diturunkan sehingga pH limbah netral. Bak penampung limbah yang dibutuhkan untuk treatmen limbah cair adalah sebanyak 4 buah, dengan ukuran tiap-tiap bak penampung adalah 3 m x 2 m x 1.5 m.

3.Good Housekeeping
Good housekeeping merupakan salah satu cara yang sederhana dalam melakukan produksi bersih karena good housekeeping merupakan kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Hal kecil yang dilakukan pada good housekeeping dapat menjadi sesuatu yang berarti pada efisiensi produksi.

Good housekeeping pada industri tapioka ini tergolong tidak baik. Hal ini terlihat dari banyaknya sisa-sisa ayakan tapioka basah yang bertebaran di lantai. Selain merupakan salah satu bentuk lost, banyaknya sisa tapioka yang bertebaran mengakibatkan semakin bertumbuhnya mikroba. Hal ini dapat berdampak pada mutu tapioka yang dihasilkan. Untuk mengurangi terjadinya lost ini, industri tapioka sebaiknya menggunakan mesin khusus dalam proses pengecilan ukuran tapioka basah.
Selain itu para pekerja juga tidak dilengkapi dengan sepatu boot, padahal dalam proses pembuatan tapioka ini sebagian besar menggunakan air, sehingga kemungkinan untuk terpleset sangat besar. Proses pengunaan air juga tidak dikontrol dengan baik. Air langsung disalurkan dari tanki air melalui pipa dengan menggunakan pompa sanyo. Untuk lebih mengontrol penggunaan air, seharusnya dipasang keran supaya air yang keluar dapat diatur.


III. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Industri tapioka di daerah Tarikolot, Ciluweur Bogor ini belum menerapkan produksi bersih. Proses produksi tapioka kasar menghasilkan beberapa limbah yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. Limbah padat berupa kulit singkong dan ampas singkong. Limbah cair berasal dari hasil pencucian ubi kayu dan proses pengekstraksian pati singkong (tapioka). Limbah gas berasal dari gas pembakaran kulit singkong.

Limbah cair yang terdapat pada industri ini belum ada penanganan khusus, sehingga air yang dikeluarkan dapat mencemari lingkungan perairan di sekitar. By-product yang berupa ampas singkong dikeringkan lalu dijual untuk pakan ternak, pembuatan obat nyamuk, dan sebagainya. Limbah padat berupa kulit, bagian dalam dijadikan pakan ternak, sedangkan bagian luarnya dibakar. Limbah gas yang dihasilkan juga belum ada penanganan secara khusus.

Housekeeping di industri ini juga tergolong tidak baik, karena tidak memperhatikan masalah kebersihan lingkungan dan keselamatan para pekerja. Hal ini tentu saja berdampak pada efisiensi produksi dan mutu tapioka yang dihasilkan.Penggunaan energi dalam industri ini dapat dikatakan cukup sedikit karena hanya digunakan untuk mesin pompa. Penerangan tidak digunakan dalam proses produksi ini karena proses produksi berlangsung dari pagi hingga siang (08.00 – 12.00 WIB). Mesin penggilingan singkong menggunakan bahan bakar solar yang menghabiskan 2 liter solar/ton ubi.

B. Saran
1.Industri tapioka ini membutuhkan air dalam jumlah yang besar (21.000 liter/hari). Oleh karena itu perlu dikaji yang lebih mendalam tentang upaya penghematan penggunaan air.
2.Limbah padat yang dihasilkan Industri tapioka ini cukup besar dan saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga dibutuhkan kajian lebih mendalam untuk menggali potensi pemanfaatannya.
3.Penggunaan sulfur dapat digunakan sebagai bahan bleaching dalam pembuatan tapioka sehingga tapioka yang dihasilkan berwarna putih. Tapioka berwarna putih menunjukkan mutu yang baik.
4.Industri ini sebagian besar masih menggunakan tenaga manual sehingga hasilnya tidak maksimum, banyak lost terjadi di setiap proses produksi. Penggunaan mesin dan peralatan menggantikan tenaga manusia akan membuat proses produksi lebih efisien dan lebih cepat.
5.Proses pengeringan dilakukan dengan cara konvensional sehingga produksi tergantung dari cuaca. Hal ini menyebabkan proses produksi yang tidak menentu. Untuk mengatasi hal itu, sebaiknya proses pengeringan dilakukan dengan bantuan oven.

DAFTAR PUSTAKA

United Nations Environment Programme Industry adn Environment. 1995. Cleaner Producion at Pulp and Paper Mills : A Guidance Manual. United Nation Environment Programme Industry adn Environment, France.
Zaitun. 1999. Efektivitas limbah industri tapioka sebagai pupuk cair. Tesis Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Read more.....

Selasa, 17 Maret 2009

Prospek Agribisnis Tepung Lidah Buaya

I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Potensi pasar tanaman obat-obatan untuk bahan baku industri baik obat tradisional maupun modern sangat besar. Hasil survey Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa dibutuhkan sedikitnya 8000 ton bahan baku tanaman obat tiap tahunnya oleh perusahaan tanaman obat (Download dalam bentuk file, Click Here)(Direktorat Jenderal Produksi Hortikultural dan Aneka Tanaman, 2000).

Lidah buaya (Aloe vera (L.) Webb.) merupakan tanaman yang telah lama dikenal di Indonesia karena kegunaannya sebagai tanaman obat untuk aneka penyakit. Belakangan tanaman ini menjadi semakin popular karena manfaatnya yang semakin luas diketahui yakni sebagai sumber penghasil bahan baku untuk aneka produk dari industri makanan, farmasi, dan kosmetik. Pada saat ini, berbagai produk lidah buaya dapat kita jumpai di kedai, toko, apotek, restoran, pasar swalayan, dan internet yang kesemuanya mengisyaratkan terbukanya peluang ekonomi dari komoditi tersebut bagi perbaikan ekonomi nasional yang terpuruk dewasa ini.
Tanaman lidah buaya meskipun bukan merupakan tanaman asli Indonesia ternyata dapat tumbuh baik di negara kita, bahkan di Propinsi Kalimantan Barat, khususnya di Kota Pontianak, tanaman ini beradaptasi jauh lebih baik daripada di tempat-tempat lainnya. Hal ini diakui oleh pakar lidah buaya mancanegara yang karenanya juga turut menyayangkan bilamana keunggulan komparatif yang dimiliki oleh tanaman ini tidak dimanfaatkan oleh Indonesia. Kepentingan pasar global, setidaknya regional, terhadap lidah buaya Indonesia perlu ditindaklanjuti dengan berbagai program yang mendukung pengembangan komoditi ini dari mulai pembudidayaannya di lahan petani, pengolahan hasilnya menjadi berbagai produk agroindustri, dan pemasaran produk-produk tersebut baik secara domestik maupun global.Pembudidayaan tanaman lidah buaya di Provinsi Kalimantan Barat khususnya Pontianak telah berkembang pesat. Sampai akhir tahun 2000 luasnya mencapai 64 hektar (Diperta Tk I Kalbar, 2001).

Menurut Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT bahwa pengolahan lidah buaya menjadi tepung lidah buaya (aloe powder) merupakan upaya teknologi untuk mendapatkan nilai tambah (added value), sehingga lidah buaya tidak hanya dijual dalam bentuk pelepah segar yang harganya relatif murah. Tepung lidah buaya digunakan pada industri farmasi, kosmetika, minuman kesehatan dan campuran pakan ternak dan ikan (aloe powder grade rendah). Pendirian indutri tepung lidah buaya di dalam negeri diharapkan dapat mengurangi impor dan meningkatkan perkembangan agroindustri lidah buaya.

B.Deskripsi Rencana Industri

Dalam pendirian suatu industri memerlukan perencanaan yang baik dan meyeluruh. Perencanaan jadwal kegiatan akan membantu dan memudahkan dalam penyelenggaraan proyek. Dengan perencanaan yang tepat akan didapatkan efisiensi dalam penggunaan sumber daya dan waktu penyelesaian proyek dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam perencanaan pendirian industri tepung lidah buaya ini adalah dengan menggunakan perencanaan jaringan kerja.

1. Kegiatan Proyek
Kajian pertama dalam perencanaan pendirian industri tepung lidah buaya adalah dengan menguraikan proyek menjadi kegiatan-kegiatan. Pendataan kegiatan dalam pelaksanaan proyek merupakan awal dari pembuatan perencanaan jaringan kerja. Beberapa kegiatan yang dapat diuraikan dalam rangka pelaksanaan proyek pendirian industri tepung lidah buaya tercantum dalam Tabel 1.
Kegiatan-kegiatan tersebut dimulai dengan keputusan bahwa proyek layak dan dapat dilaksanakan serta telah dilakukannya negosiasi keuangan (dana investasi), yaitu sumber dana bagi kekurangan modal investasi dari lembaga keuangan.
Setelah tercapainya negosiasi keuangan, pendirian industri tepung lidah buaya dapat dimulai dengan kegiatan pertama, yaitu persiapan awal dan survei lokasi pabrik yang sesuai. Persiapan awal merupakan kegiatan dalam rangka melengkapi dokumen-dokumen atau pun hal-hal lain yang hams disempurnakan. Kegiatan akhir pendirian proyek tersebut diakhiri dengan produksi percobaan.


2. Waktu kegiatan
Perkiraan waktu kegiatan proyek meliputi waktu optimis (paling cepat), waktu pesimis, dan waktu yang sering terjadi. Tabel 2 menunjukkan waktu yang dibutuhkan oleh masing-masing kegiatan dalam proyek pendirian industri tepung lidah buaya tersebut.
Asumsi yang digunakan dalam penentuan prakiraan waktu tersebut adalah sebagai berikut:
1.Umur proyek yang direncanakan selama satu tahun,
2.Survei lokasi dan sepertiga dari pengumsan tanah telah dilakukan sebelum proyek dilaksanakan agar umur proyek lebih singkat,
3.Pada hari minggu dan hari libur Nasional tidak libur,
4.Libur selama 15 hari pada hari Raya Idul Fitri (satu minggu sebelum dan satu minggu sesudahnya), dan
5.Selama waktu proyek, hujan diangap tidak mengganggu pekerjaan.

3. Diagram jaringan kerja

Dengan melihat hubungan antar kegiatan dan waktu perkiraan penyelesaiannya, maka dapat dilanjutkan dengan tahap pembuatan diagram perencanaan jaringan kerja. Diagram jaringan kerja merupakan jaringan kerja yang berisi lintasan-lintasan kegiatan dan urutan-urutan peristiwa yang ada selama penyelenggaraan proyek. Diagram jaringan kerja pendirian industri lidah buaya disajikan pada Gambar 1.
Berdasarkan diagram jaringan kerja dan hasil perhitungan, dapat diketahui bahwa total waktu penyelenggaraan proyek adalah selama 395 hari (kurang lebihl3 bulan). Total waktu didasarkan pada total waktu lintasan kritis pada diagram jaringan kerja tersebut. Waktu tersebut merupakan umur proyek yang direncanakan tanpa memperhitungkan waktu untuk survei lokasi dan sepertiga dari pengurusan tanah. Umur proyek yang direncanakan selama 1 tahun.
Kegiatan yang dilaksanakan dan diakhiri dengan menggunakan keadaan jadwal paling awal atau pun paling lambat menghasilkan lintasan kritis sebagai berikut, lintasan B (survei lokasi), lintasan C (pengurusan tanah), lintasan D (perizinan), lintasan E (persiapan tanah), lintasan I (pembangunan pabrik dan gudang), lintasan Q (pemasangan mesin dan peralatan), lintasan S (instalasi listrik), dan lintasan X (produksi percobaan).

II.ANALISIS PASAR DAN PEMASARAN

Di dalam melakukan analisa aspek pasar dan pemasaran terdapat lima hal yang diteliti, yaitu kedudukan produk yang direncanakan akan diluncurkan, komposisi dan perkembangan permintaan dari masa yang telah lampau hingga sekarang, proyeksi permintaan produk di masa mendatang, kemungkinan persaingan dengan industri sejenis, serta peranan pemerintah dan swasta dalam menunjang perkembangan pemasaran produk (Sutojo, 1993).
Husnan dan Suwarsono (1991) mengatakan bahwa analisa aspek pasar dan pemasaran terhadap suatu usulan proyek ditujukan untuk mendapatkan gambaran mengenai besar pasar potensial yang tersedia untuk masa yang akan datang, besar pangsa pasar yang dapat diserap oleh proyek tersebut dari keseluruhan pasar potensial, serta perkembangan pangsa pasar tersebut di masa mendatang dan gambaran mengenai strategi pemasaran yang digunakan untuk mencapai pangsa pasar yang telah ditetapkan.
Aspek pasar dan pemasaran merupakan aspek pertama harus dianalisa dalam berbagai kajian peluang pendirian proyek. Aspek pasar meliputi penentuan target pasar, ukuran pasar, segemen pasar, profil konsumen, keuntungan yang didapat konsumen, pangsa pasar yang dapat diraih, kecendrungan dan potensi pasar, reaksi calon konsumen, dan identifikasi pesaing. Aspek pemasaran meliputi teknik untuk menjual dan menarik konsumen, mengidentifikasi konsumen prospektif, saluran tata niaga yang akan ditempuh, lingkup daerah pemasaran, tenaga penjualan, prosedur penjualan, cara promosi, kebijakan harga, dan perbandingan kebijakan pemasaran dengan industri pesaing (Wijandi, 1996).

A. Peluang Pasar Tepung Lidah Buaya

Sebagai langkah awal, pemasaran produk tepung lidah buaya ini dilakukan di wilayah Jawa dan Bali. Hal tersebut berdasarkan banyaknya perusahaan pemakai tepung lidah buaya di daerah ini.
B. Struktur Pasar
Struktur pasar yang ada saat ini sangat diperlukan untuk menentukan strategi pemasaran yang tepat dalam pencapaian keberhasilan sebuah industri. Tepung lidah buaya sebagai produk yang akan diposisikan sebagai bahan baku bagi industri pemakai tepung dan tepung kulit seperti industri kosmetik dan farmasi harus mengetahui dengan baik posisinya di pasar. Dalam struktur pasar yang ada saat ini, tepung lidah buaya terdiri dari beberapa jenis yang berbeda, baik dari segi kualitas, kelas pengguna, ataupun kelas produk.
C. Strategi Pasar dan Pemasaran
Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen secara nyata dan untuk memasarkan produk tersebut dengan seimbang merupakan faktor yang sangat menentukan dalam pencapaian keberhasilan sebuah industri. Oleh karena itu diperlukan sebuah perencanaan yang tepat dalam memasarkan produknya.
Industri tepung lidah buaya memerlukan perencanaan pemasaran yang komprehensif, meliputi produk, harga, distribusi, promosi, dan hubungan masyarakat. Selain itu, diperlukan juga penempatan segmentasi pasar dan perencanaan promosi yang sistemastis dan benar.
Pemasaran produk tepung lidah buaya difokuskan pada industri pemakai tepung dan tepung kulit seperti industri kosmetik dan farmasi. Pada tahap awal, distribusi produk akan ditangani oleh pihak perusahaan dengan melakukan klaster dengan perusahaan lain yaitu dengan PT. Aloe Nusantara Utama Jakarta. Untuk jangka panjang, strategi pemasaran yang akan dilakukan adalah dengan pengembangan produk, yaitu dengan penambahan kandungan sesuai yang diinginkan konsumen.
Secara lebih spesifik, strategi pasar dan pemasaran yang akan dilakukan pada tahap awal meliputi :
1.Jalur Tata Niaga
Jalur tata niaga tanaman lidah buaya menunjukkan aktivitas jual beli pelepah lidah buaya sampai produk akhirnya yang dimulai dari petani penanam lidah buaya sampai dengan industri yang memasarkan produk-produk jadi berbahan baku lidah buaya termasuk jalur distribusinya. Jalur tata niaga dapat digunakan untuk menentukan strategi pemasaran yang paling optimal dalam pencapaian keuntungan perusahaan.
Hasil panen pelepah lidah buaya dikumpulkan pada petani pengumpul dan didistribusikan ke para pengguna. Hasil olahan setengga jadi lidah buaya seperti gel/juice, ekstrak, tepung, dan tepung kulit lidah buaya didistribusikan ke industri-industri pemakai bahan stengah jadi seperti industri makanan dan minuman kesehatan, farmasi, kosmetik, dan jamu didalam dan luar negeri. Jalur tata niaga juga menunjukkan bahwa hasil-hasil produk jadi lidah buaya juga saling dipertukarkan dalam bidang ekspor impor antar negara.
2. Target, Ukuran dan Segmen Pasar
Pendirian industri tepung lidah buaya di kota Pontianak adalah untuk memberikan nilai tambah dari bahan baku lidah buaya yang banyak tersedia, serta untuk mengganti impor dan sedapat mungkin untuk melakukan ekspor.
Industri tepung lidah buaya merupakan indutri yang relatif baru dikembangkan di Indonesia sehingga pabrikasinya belum banyak dilkukan. Permintaan tepung lidah buaya di Indonesia sampai saat ini sebagian besar (sekitar 67%) masih tergantung pada pelaksanaan impor.

Harga tepung lidah buaya impor yang berkualitas tinggi mencapai Rp. 7.000.000/kg, sedangkan harga tepung lidah buaya local berkualitas sedang mencapai Rp. 2.500.000/kg-Rp. 3.500.000/kg. Pembelian tepung lidah buaya impor dilakukan karena perusahaan tepung lidah buaya dalam negeri belum mampu melayani permintaan secara rutin dan belum memenihu kriteria mutu tepung lidah buaya yang diinginkan terutama tepung lidah buaya bernutu tinggi ( PT. Aloe Nusantara Utama, 2001).
Target pasar yang direncanakan adalah industri-industri yang memakai tepung dan tepung kulit lidah buaya terutama industri kosmetika dan farmasi di seluruh indonesia dan di luar negeri seperti Korea Selatan, jepang, China, dan Singapura. Ukuran target pasar (market space) tepung lidah buaya adalah permintaan dalam negeri sebesar 18,8 ton/tahun dan permintaan luar negeri sebesar 110, 8 ton/tahun serta untuk tepung kulit lidah buaya adalah permintaan luar negeri sebanyak 144 ton/tahun.
Segmentasi pasar dilakukan atas dasar letak geografis pasar. Segmentasi pasar khusus adalah pasar luar negeri, segmentasi pasar potensial adalah wilayah pulau Jawa dan Bali, dan segmentasi tambahan adalah seluruh wilayah lainnya di Indonesia.

3. Profil Konsumen
Konsumen tepung lidah buaya saat ini terdiri dari perusahaan kosmetika, obat-obatan tradisional dan jamu. Informasi tentang data konsumen tepung lidah buaya didapatkan melalui produk-produk yang dipasarkannya. Beberapa perusahaan di dalam negeri yang memakai tepung lidah buaya disajikan pada Tabel 3 berikut ini :
Industri tepung lidah buaya yang direncanakan dapat melayani sebagian besar permintaan dari luar negeri sebagai salah satu usaha perluasan pasar. Permintaan tepung lidah buaya dari luar negeri cukup besar, yaitu sebesar 10,8 ton/tahun dari jepang (Wahid, 2000) dan sebesar 100 ton/tahun dari China, Korea Selatan dan Singapura. (PT. Aloe Nusantara Utama, 2001).

4. Identifikasi Pesaing
Pengolahan tepung lidah buaya di Indonesia belum banyak dilakukan terutama dalam skala industri. PT Aloe Nusantara Utama Jakarta merupakan satu-satunya perusahaan tepung lidah buaya di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta yang telah dapat menghasilkan tepung lidah buaya dengan kualitas sedang dan memenuhi sebagian kebutuhan bahan baku industri jamu di dalam negeri. PT. Aloe Nusantara Utama Jakarta dengan keterbatasan sumber daya yang dimilikinya hanya dapat menghasilkan tepung lidah buaya sebanyak 3-7 ton/tahun. Keadaan pesaing dalam industri tepung lidah buaya tidak menyulitkan masuknya perusahaan tepung lidah buaya baru karena permintaannya masih sangat besar.

5. Pangsa Pasar

Pangsa pasar (market share) industri tepung lidah buaya yang direncanakan sesuai dengan kapasitas produksi maksimum tepung lidah buaya sebesar 36 ton/tahun dengan bagian produk sebesar 18 ton untuk pasar dalam negeri dan 18 ton untuk pasar luar negeri. Pangsa pasar tepung kulit lidah buaya juga sesuai dengan kapasitas produksi maksimum tepung kulit lidah buaya sebesar 90 ton/tahun.
Peramalan untuk tahun-tahun yang akan datang tidak dapat dilakukan karena adanya kekurangan data historis yang mendukung, tetapi berdasarkan Wahid (2000), prospek pengembangan produk-produk lidah buaya memiliki peluang jangka panjang dikarenakan oleh adanya : (1) kemungkinan adanya kegunaan yang luas dari produk olahan lidah buaya untuk 10 tahun yang akan datang pada industri kosmetika, farmasi dan makanan, (2) adanya pengembangan penggunaan baru dengan banyaknya penelitian penunjang, dan (3) adanya faktor sosial budaya yang cenderung beralih ke dalam tradisi back to nature dalam bidang makanan dan obat-obatan.

3. Positioning
Pembentukan dan pengomunikasian manfaat utama suatu produk yang membedakan produk dalam pasar dapat ditempuh melalui penetapan posisi di pasar. Terdapat tiga langkah dalam penentuan posisi pasar, yaitu mengidentifikasi keunggulan kompetitif, memilih keunggulan kompetitif, dan mewujudkan serta mengkomunikasikan posisi.
Berdasarkan daur hidup produk yang dikemukakan oleh Sutoyo (2000), produk-produk lidah buaya baru mencapai tahap pengenalan dan memulai masa pertumbuhan sehingga perkembangan pasarnya masih sangat potensial.

6.Kebijakan Pemasaran
Kebijakan pemasaran ditetapkan untuk memudahkan penetrasi ke dalam pasar. Kebijakan pemasaran mencakup teknik dan prosedur penjualan, cara promosi, lingkup daerah pemasaran, dan perbandingan kebijakan dengan pesaing

4. Bauran Pemasaran (Marketing Mix)
(1) Produk
Produk merupakan sesuatu yang ditawarkan ke pasar agar produk tersebut dapat memenuhi kebutuhan, keinginan, dan kepuasan konsumen. Oleh karena itu, produk harus memenuhi unsur-unsur yang sesuai dengan kebutuhan, keinginan, dan kepuasan konsumen. Unsur-unsur tersebut adalah kualitas, merek, kemasan, dan label. Tepung lidah buaya merupakan produk yang termasuk ke dalam barang industri, yaitu barang yang dibeli untuk diolah lagi menjadi produk lain.
(2) Harga
Dalam penentuan harga produk dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi keputusan penentuan harga adalah sarana pemasaran, strategi marketing mix, dan pertimbangan organisasi perusahaan, sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi adalah pasar dan permintaan konsumen, harga dan tawaran pesaing, serta kondisi ekonomi seperti tingkat inflasi, tingkat suku bunga, resesi ekonomi, dan keputusan pemerintah.
Penetapan harga tepung lidah buaya dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan biaya, yaitu dengan metode penetapan harga biaya-plus. Metode ini menambahkan suatu mark up baku untuk labanya. Alasan penggunaan metode biaya-plus adalah untuk memperoleh keuntungan jangka pendek semaksimal mungkin.

(3)Distribusi
Sebagian besar perusahaan (produsen) menggunakan perantara pemasaran untuk memasarkan produknya dengan cara membangun suatu saluran distribusi, yaitu sekelompok organisasi yang saling tergantung pada proses yang memungkinkan suatu produk atau jasa tersedia untuk konsumsi.
Pada tahap awal pemasaran, penjualan tepung lidah buaya dilakukan dengan dengan melakukan klaster dengan perusahaan lain yaitu dengan PT. Aloe Nusantara Utama Jakarta. Alasan pemilihan distributor yang kuat karena produk tepung lidah buaya merupakan produk yang relatif baru dan perusahaan belum mengetahui seluk-beluk pasar secara nyata.

(4) Promosi
Promosi dilakukan untuk mengomunikasikan produk kepada perusahaan pemakai agar produk dikenal dan akhirnya dibeli. Untuk mengkomunikasikan produknya, industri tepung lidah buaya harus melakukan kegiatan promosi melalui periklanan, promosi penjualan, dan hubungan masyarakat.
Dalam promosi ini, perusahaan industri industri tepung lidah menetapkan tahun promosi pada awal produksi dengan mendatangi perusahaan pemakai tepung lidah buaya secara langsung.

(5). Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi adalah volume atau jumlah satuan produk yang dihasilkan selama satu satuan waktu tertentu dan dinyatakan dalam bentuk keluaran (output) per satuan waktu.
Penentuan kapasitas produksi dapat ditentukan dari berbagai faktor. Namun, untuk industri tepung lidah buaya ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan yaitu :
1.Kemampuan pasar menyerap produk
2.Ketersediaan bahan baku
3.Kemampuan teknis

1. Kemampuan Pasar Menyerap Produk
Besarnya kemampuan pasar menyerap produk akan menentukan jumlah yang mungkin dijual oleh perusahaan. Jumlah yang dijual akan mempengaruhi jumlah keuntungan yang akan diterima oleh perusahaan.
Berdasarkan pengamatan dan struktur pasar yang ada, diketahui bahwa kemampuan pasar menyerap produk adalah sebesar 28,8 ton/tahun. Berdasarkan data yang ada bahwa hanya PT. Aloe Nusantara Utama Jakarta yang telah dapat menghasilkan tepung lidah buaya di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat. PT. Aloe Nusantara Utama Jakarta hanya dapat menghasilkan tepung lidah buaya sebanyak 3-7 ton/tahun. Keadaan pesaing dalam industri tepung lidah buaya tidak menyulitkan masuknya perusahaan tepung lidah buaya baru karena permintaannya masih sangat besar.

2.Ketersediaan Bahan Baku
Ketersediaan bahan baku akan menentukan jumlah yang mungkin diproses oleh pabrik. Bahan baku hasil pertanian sangat tergantung kepada faktor alam, seperti iklim, selain faktor teknis budidaya dan harga. Oleh karena itu, ketersediaan bahan baku merupakan hal yang cukup besar untuk dipertimbangkan dalam menentukan kapasitas produksi.

Berdasarkan pertimbangan kemampuan pasar menyerap produk, kapasitas produksi adalah 36 ton/hari. Dengan begitu dibutuhkan sekitar 2.328.000 kg pelepah lidah buaya. Jika dilihat ketersediaan bahan baku hal ini dapat dilakukan karena bahan baku yang tersedia mencukupi, tetapi untuk menjamin ketersediaan bahan baku perusahaan melakukan penanaman sendiri dan melakukan kerjasama secara kontrak dengan petani setempat.

3. Kemampuan Teknis
Kemampuan teknis peralatan dan tenaga kerja manusia untuk menangani jumlah tertentu produk akan mempengaruhi kapasitas produksi. Pada peralatan-peralatan yang telah dirancang dalam ukuran standar, ada batasan kemampuan yang harus disesuaikan dengan kehendak produsen. Tenaga kerja manusia pun ada batasannya, tergantung pada jumlah tenaga kerja dan jam kerjanya. Akibat terbatasnya kemampuan teknis, maka perusahaan menetapkan kapasitas produksi sebesar 40% dari ketersediaan bahan baku atau sebesar 16,88 % dari celah pasar .

III. ANALISIS TEKNIS DAN TEKNOLOGIS


Aspek teknis-teknologis merupakan aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan industri secara teknis dan operasi setelah industri tersebut dibangun (Husnan dan Suwarsono, 1991). Sutojo (2000) menambahkan bahwa evaluasi aspek teknis teknologis meliputi penentuan kapasitas produksi ekonomis proyek, jenis teknologi yang paling cocok, serta penggunaan mesin dan peralatan. Di samping itu, perlu diteliti dan diajukan saran mengenai lokasi proyek dan tata letak pabriknya.
Sutojo (2000) juga menambahkan bahwa besar kapasitas produksi ditentukan berdasarkan jumlah penjualan produk di masa yang akan datang, kemungkinan pengadaan bahan baku, bahan pembantu, dan tenaga kerja inti, serta tersedianya mesin dan peralatan di pasar.
Analisis teknis dan teknologis pendirian industri tepung lidah buaya meliputi bahan baku, teknologi proses, lokasi dan tata letak, penanganan limbah.

A.Bahan Baku
Tepung lidah buaya merupakan bahan baku industri kosmetik dan farmasi yang lebih tahan terhadap reaksi oksidasi sehingga dapat disimpan lebih lama dibandingkan dalam bentuk gel.
Mutu gel lidah buaya cepat menurun karena mempunyai kandungan enzim oksidase sehingga mudah teroksidasi bila terjadi kontak antara gel lidah buaya dengan oksigen. Reaksi oksidasi menyebabkan kandungan gizi pada gel liddah buaya cepat menurun, warnanya menjadi coklat kekuningan, dan tercemar oleh bakteri. Gel lidah buaya yang berbentuk cair mempunyai volume yang lebih besar dibandingkan tepung lidah buaya sehingga lebih menyulitkan dalam pelaksanaan pengemasan dan pendistribusian ke tempat yang jauh.
Susanto et al. (1990) menyatakan bahwa untuk mendapatkan tepung lidah buaya perlu dilakukan pengeringan dengan sistem pengeringan beku dan pengeringan semprot karena gel lidah buaya sangat peka terhadap suhu, udara, dan cahaya. Sebelum bahan baku berbentuk gel ini dikeringkan, lebih dahulu dilakukan pencucian, pengupasan, penghancuran, penyaringan, pengentalan, dan pemblansiran dengan didiamkan pada suhu 70 0C selama 10 menit

Bahan baku tepung lidah buaya berasal dari tanaman lidah buaya (Aloe vera linnaeus). Bahan baku lidah buaya direncanakan akan dipenuhi oleh penanaman lidah buaya yang dilakukan sendiri oleh perusahaan seluas 20 ha dengan jumlah panen 3.072 ton/tahun dan melakukan kemitraan penanaman dengan petani kota pontianak seluas 16 ha dengan jumlah panen 2.458 ton/tahun sehingga bahan baku yang dihasilkan adalah 5.530 ton/tahun. Jumlah panen yang diperlukan untuk menunjang kelancaran produksi dari hasil kemitraan penanaman dengan petani disekitar pabrik adalah sebesar 2.928 ton/tahun yang dibeli dengan harga Rp. 1500/kg atau Rp. 1.500.000/ton.
Provinsi Kalimantan Barat, tepatnya di Kecamatan Pontianak Utara Kota Pontianak merupakan sentra utama tanaman lidah buaya. Hal ini karena ditunjang oleh kecocokan iklim dan kesesuaian lahan gambut. Menurut data yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik, lahan yang sudah dikembangkan untuk usahatani lidah buaya di Kecamatan Pontianak Utara sampai tahun 2004 mencapai 240 hektar. Perkembangan tanaman lidah buaya di Kecamatan Pontianak Utara dapat dilihat pada Tabel 4

B.Teknologi Proses Produksi Tepung Lidah Buaya
Teknologi proses yang digunakan pada produksi tepung lidah buaya dilakukan dengan cara membeli dari perusahaan lain. Tahapan proses produksi tepung lidah buaya meliputi pencucian, pengupasan, pengupasan, pengekstrakan, pengentalan, pembekuan, pengeringan, penggilingan, dan pengemasan. Kulit pelepah lidah buaya hasil buangan proses pengupasan juga diolah menjadi tepung kulit lidah buaya dengan tahapan produksinya meliputi pembuburan, pengeringan, penggilingan, pengemasan. Tahapan proses produksi tepung lidah buaya disajikan pada Gambar 3.

1.Tahapan Proses Produksi Tepung Lidah Buaya
a)Pencucian
Pelepah lidah buaya yang masuk ke pabrik telah mengalami proses sortasi di tempat budidaya dengan standar mutu bobot 0,8 kg/pelepah, lebar pelepah rata-rata 11 cm, dan panjang pelepah 40-60 cm.
Tahap awal proses produksi adalah proses pencucian yang bertujuan untuk membuang sisa-sisa tanah, residu pupuk, dan kotoran lainnya. Pencucian dialkukan dengan mengalirkan air ke dalam bak pencuci sehingga pelepah lidah buaya terendam dan terjadi perputaran air yang dapat memberikan efek pembersihan yang sama pada setiap pelepah. Pelepah lidah buaya yang telah dicuci ditempatkan pada belt conveyor untuk dibawa ke tempat pengupasan.

b)Pengupasan
Proses pengupasan lidah buaya dilakukan dengan mesin pengupas yang juga langsung memisahkan bagian gel dan kulit lidah buaya. Gel lidah buaya yang telah terkupas langsung dimasukkan ke mesin pengekstrak melalui belt conveyor sehingga tidak terjadi reaksi perubahan warna (browning). Bagian-bagian yang rusak dan busuk juga dibuang pada saat pengupasan. Kulit pelepah ditampund di dalam bak penampung yang bersatu dengan mesin pengupasan untuk menunggu proses pembuburan.


c)Pengekstrakan
Pengekstrakan dilakukan pada mesin pengekstrak lidah buaya dengan proses pembuburan dan penyaringan yang bekerja secara berkesinambungan. Gel lidah buaya dimasukkan kedalam mesin pengekstrak untuk dibuburkan dan dilanjutkan dengan penyaringan. Hasil akhir proses adlah gel lidah buaya yang telah bersih dari ampas, cair dan jernih. Tahap pengekstrakan tidak memerlukan air sehingga ekstrak lidah buaya tidak tercampur dengan air.

d)Pengentalan
Pengentalan dilakukan pda mesin Reverse Osmosis pada suhu 70 0C. Pengentalan dilakukan untuk mengurangi kadar air pada gel lidah buaya sehingga akan mempercepat proses pembekuan. Proses pengentalan dapat menghilangkan air bahan sekitar 43%.

e)Pembekuan
Pembekuan bubur lidah buaya dilakukan pda freezer dengan suhu -18 0C. Hasil pembekuan langsung dimasukkan ke dalam freeze dryer untuk menghindari terjadinya pembekuan.

f)Pengeringan
Padatan bubur lidah buaya ditempatkan pada loyang aluminium dan dimasukkan ke dalam freeze dryer dengan suhu sebesar -60 0C. Hasil pengeringan berupa lempeng-lempeng tepung yang harus digiling untuk menghasilkan tekstur yang seragam.

g) Penggilingan
Penggilingan dilakukan dengan hammer mill. Pengilingan dilakukan untuk menghasilkan produk yang memiliki partikel homogen.

h) Pengemasan
Pengemasan dilakukan pada mesin vacuum packaging. Bahan kemasan adalah berupa drum plastik high densitiy polyethilene (HDPE) dengan kapasitas bahan kemasan 5 kg. Tepung lidah buaya hasil pengemasan disimpan di gudang produk jadi yang memiliki refrigerator untuk menghambat penggumpalan.

2. Tahapan Proses Produksi Tepung Kulit Lidah Buaya
a) Pembuburan
Pembuburan dilakukan pada mesin yang sama, yaitu mesin pengekstrak lidah buaya tetapi tidak melalui proses penyaringan, hal tersebut dikarenakan bagian pembubur dan penyaring pada mesin pengekstrak dapat dipisahkan.
Hasil akhir proses adalah bubur kulit pelepah yang cukup kental, kandungan serat yang cukup tinggi, dan masih terdapat sedikit kandungan gel. Bubur kulit lidah buaya tidak memerlukan proses pengentalan dan dapat lengsung dikeringkan.

b) Pengeringan
Pengeringan bubur kulit lidah buaya dilakukan denga drum dryer sampai kadar air bahan maksimum sebesar 12 % dengan waktu sekitar 3 jam. Hasil pengeringan berupa tepung kulit yang memiliki tekstur cukup kasar dan warnanya sedikit coklat.

c) Penggilingan
Penggilingan dilakukan dengan hammer mill. Pengilingan dilakukan untuk menghasilkan produk yang memiliki partikel homogen karena butiran-butiran tepung kulit lidah buaya hasil pengeringan memiliki tekstur yang sangat tidak seragam.

d) Pengemasan
Bahan kemasan adalah berupa drum plastik high densitiy polyethilene (HDPE) dengan kapasitas bahan kemasan 5 kg.

C.Neraca Massa
Neraca massa digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam rancang bangun proses produksi dan analisis finansial industri tepung lidah buaya. Neraca massa keseluruhan proses produksi ditunjukkan pada diagram alir kuantitatif yang disajikan pada Gambar. Rendemen tepung lidah buaya yang dihasilkan adalah 0,67 % dan rendemen tepung kulit lidah buaya adalah 1,67 %.

1) Neraca Massa Proses Produksi Tepung Lidah Buaya
a) Tahap Pencucian
Tahap pencucian merupakan proses penghilangan kotoran sehingga didapatkan pelepah lidah buaya yang bersih untuk pengolahan selanjutnya. Massa pelepah lidah buaya adalah 150 kg dan kotoran yang terbuang adalah 3 kg (2%) sehingga didapatkan pelepah lidah buaya bersih 147 kg (98%).

Pelepah lidah buaya Pelepah lidah buaya
W = 150 kg w = 147 kg
b) Tahap Pengupasan
Tahap pengupasan dilakukan untuk memisahkan gel dan kulit pelepah lidah buaya. Gel yang didapatkan adalah 104,7 kg (71%) dan kulit pelepah lidah buaya sebanyak 42,3 (29 %).

Pelepah lidah buaya Gel lidah buaya
W = 150 kg w = 104,7 kg

Kotoran
W = 42,3 kg
c) Tahap Pengekstrakan
Tahap pengekstrakan adalah memisahkan ampas dengan ekstrak lidah buaya. Cairan lidah buaya yang didapatkan adalah 96,2 kg (88%) dan ampas yang terbuang sebanyak 8,5 kg (12%).

Gel lidah buaya Cairan lidah buaya
W = 104,7 kg w = 96,2 kg

Ampas
W = 8,5 kg
d) Tahap Pengentalan
Tahap pengentalan dilakukan untuk membuang sebagian air sehingga didapatkan ekstrak yang kental. Cairan kental yang didapatkan adalah 32,05 kg (34%) dan air yang dapat dihilangkan adalah 64,15 kg (66%).

Cairan Lidah Buaya Cairan kental lidah buaya
w = 96,2 kg w = 32,05 kg
Air W = 64,15 kg

e) Tahap Pengeringan
Tahap pengeringan dilakukan untuk membuang sebagian air sehingga didapatkan tepung lidah buaya. Tepung yang didapatkan 1,1 kg (32,05 %) dan air yang dihilangkan adalah 30,95 kg (96,6%).

Cairan Kental Lidah Tepung lidah buaya
Buaya w = 32,05 kg w = 1,0 kg

Air
W = 30,95 kg

f) Tahap Penggiligan
Tahap penggilingan dilakukan untuk mendapatkan tepung dengan tekstur yang halus dan homogen. Tepung yang didapatkan 1 kg (91%) dan tepung yang terbuang 0,1 kg (9%).

Tepung lidah buaya Tepung lidah buaya
w = 1,1 kg w = 1,0 kg

Air
W = 0,1 kg



2. Neraca Massa Proses Produksi Tepung Kulit Lidah Buaya
a) Tahap Pembuburan
Pembuburan merupakan proses penghancuran kulit pelepah lidah buaya menjadi bubur kulit lidah buaya yang memiliki tekstur yang seragam. Bubur kulit yang didapatkan adalah 40,8 kg (96%) dan bahan yang terbuang adalah serat dan bubur yang tertinggal di dalam mesin pembubur.
kulit pelepah lidah bubur kulit lidah buaya
buaya w = 42,3 kg w = 40,8 kg

bahan terbuang
W = 1,5 kg

b) Tahap Pengeringan
Pengeringan merupakan proses pengurangan kandungan air dalam cairan kental lidah buaya sehingga dihasilkan tepung yang cukup kering. Tepung kulit lidah buaya yang dihasilkan adlah 2,8 kg (7%) dan air yang dihilangkan adalah 39 kg (93%).

Cairan Kental Tepung Kulit
Kulit Lidah Buaya Lidah Buaya
w = 40,8 kg w = 2,8 kg
Air
W = 38 kg

c) Tahap Penggilingan
Tahap penggilingan dilakukan untuk mendapatkan tepung dengan tekstur yang halus dan homogen. Tepung kulit yang didapatkan adalah 2,5 kg (89%) dan tepung yang terbuang adalah 0,3 kg (9 %).
Tepung Tepung Kulit
Kulit Lidah Buaya Lidah Buaya
w = 2,8 kg w = 2,5 kg

Tepung kulit terbuang
W = 0,3 kg


D.Perencanaan Kapasitas dan Kebutuhan Bahan Baku

Kapasitas produksi industri tepung lidah buaya dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu permintaan pasar dan ketersediaan bahan baku. Permintaan pasar untuk produksi tepung lidah buaya didapatkan dari pencarian data dari berbagai industri pemakai tepung lidah buaya khususnya industri kosmetika yang saat ini kebutuhannya masih dipenuhi dengan pelaksanaan impor. Permintaan tepung lidah buaya didalam negeri mencapai 28,8 ton/tahun dan kebutuhannya telah tercukupi oleh produksi lokal sebanyak 5-10 ton/tahun, sehingga masih terdapat impor sekitar 18,8 ton/tahun. Permintaan tepung lidah buaya dari luar negeri mencapai 110,8 ton/tahun.
Kapasitas produksi maksimum industri tepung lidah buaya yang direncanakan adalah 36 ton/tahun atau 3 ton/bulan atau 120 kg/hari tepung lidah buaya dan 90 ton/tahun tepung kulit lidah buaya sebagai hasil samping. Rendemen tepung lidah buaya adalah sebesar 0,67 % sehingga bahan baku yang dibutuhkan mencukupi pelaksanaan produksi tepung dan tepung kulit lidah buaya selama satu tahun adalah sebanyak 5400 ton pelepah lidah buaya. Luas areal yang harus ditanami lidah buaya untuk mencukupi kebutuhan bahan baku industri tepung lidah buaya adalah 35,16 hektar. Perhitungan luas areal yang perlu ditanami adalah sebagai berikut :
5.400.000 kg
Luas areal =
10.000 ton/ha x 0,8 kg/pelepah x 80 % x 24 pelepah/ton

Kebutuhan areal penanaman direncanakan akan dipenuhi oleh penanaman lidah buaya yang dilakukan sendiri oleh perusahaan seluas 20 ha dengan jumlah panen 3.072 ton/tahun dan melakukan kemitraan penanaman dengan petani seluas 16 ha dengan jumlah panen 2.458 ton/tahun sehingga bahan baku yang dihasilkan adalah 5.530 ton/tahun. Jumlah panen yang diperlukan untuk menunjang kelancaran produksi dari hasil kemitraan penanaman dengan petani disekitar pabrik adalah sebesar 2.928 ton/tahun yang dibeli dengan harga Rp. 1500/kg atau Rp. 1.500.000/ton.


E.Kebutuhan Mesin dan Peralatan
Mesin dan peralatan yang dibutuhkan pada industri tepung lidah buaya relatif mahal karena pembuatan tepung lidah buaya memerlukan teknologi tinggi. Mesin dan peralatan sebagian harus diimpor sehingga diperlukan devisa untuk pembelanjaan impor. Mesin-mesin utama yang harus diimpor diantaranya adalah freeze dryer, vacuum packaging, dan mesin reverse osmosis. Mesin-mesin tambahan seperti freeze, drum dryer, hammer mill, dan peralatan transportasi dapat disediakan didalam negeri. Perincian kebutuhan mesin dan peralatan industri tepung lidah buaya disajikan pada Tabel berikut ini :

F.Kebutuhan Tanah dan Bangunan
Tanah yang dibutuhkan untuk mendirikan industri tepung lidah buaya seluruhnya adalah 203.165 m2. Harga tanah di daerah terpilih adalah Rp. 110.000 per m2 termasuk dengan penambahan biaya pengukuran, perijinan dan pembebasan tanah. Bangunan yang diperlukan adalah bangunan untuk ruang produksi, ruang administrasi/perkantoran, gudang bahan baku, gudang produk jadi, mushola, dan MCK, pos keamanan, kantin, poliklinik, ruang teknik. Perincian keburuhan tanah untuk pendirian industri tepung lidah buaya di kota Pontianak disajikan pada Tabel berikut ini :

G.Lokasi Industri
Ada tiga faktor utama yang menjadi bahan pertimbangan penentuan lokasi, yaitu strategi dan kebijakan pemerintah dalam pembangunan proyek industri, bobot pengaruh letak daerah pemasaran produk dan sumber bahan baku terhadap efisiensi proyek, serta faktor lingkungan setempat (Sutojo, 2000 ).
Akibat adanya kebijakan pemerintah mengenai otonomi daerah, maka masing-masing daerah mempunyai kesempatan untuk mengembangkan industri¬industri yang berpotensi di daerahnya. Dengan adanya industri yang berkembang diharapkan masing-masing daerah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui penyerapan tenaga kerja dan memberikan kontribusi terhadap pendapatan letak daerah sumber bahan baku dan pemasaran mempunyai pengaruh yang berlainan pada setiap industri. Untuk industri tepung lidah buaya, kedekatan lokasi industri dengan sumber bahan baku akan memperkecil biaya pengadaan dan penanganan bahan baku serta mengurangi resiko kerusakan pada bahan baku. Daerah sumber bahan baku yang cukup potensial untuk kelangsungan industri di masa mendatang adalah Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, Kalimantan Barat terpilih sebagai daerah yang cocok untuk lokasi industri. Penanaman lidah buaya di Kalimantan Barat tersebar di beberapa kabupaten, yaitu kabupaten Sambas, kabupaten Pontianak, Kota Pontianak. Kabupaten-kabupaten tersebut merupakan alternatif lokasi industri yang dapat dipilih. Dikarenakan pertimbangan faktor-faktor ketersediaan bahan baku, ketersediaan tenaga kerja, jarak dengan pusat pemasaran, ketersedian sarana dan prasarana maka dipilih kota Pontianak.
Selanjutnya dilakukan pemilihan lokasi terhadap kecamatan-kecamatan yang ada di kota Pontianak. Berdasarkan daerah penghasil lidah buaya terbesar di kota Pontianak, maka didapatkan kecamatan Pontianak Utara sebagai lokasi industri yang terpilih. Kriteria-kiteria yang digunakan dalam memilih lokasi tersebut adalah ketersediaan bahan baku, sarana dan prasarana transportasi, ketersediaan fasilitas listrik, kedekatan lokasi pasar, ketersediaan air, tenaga kerja, sarana dan prasarana dan harga.

H. Tata Letak Pabrik
Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk menentukan tata letak pabrik adalah dengan pendekatan Systematic Layout Planning (SLP), yaitu dengan menggunakan bagan keterkaitan antar aktivitas dan diagram keterkaitan antar aktivitas. Teknik tersebut bertujuan untuk melihat keterkaitan hubungan antar aktivitas yang terjadi pada industri tepung lidah buaya. Dengan begitu, teknik tersebut dapat digunakan sebagai pedoman dalam merancang tata letak pabrik secara menyeluruh.
Pada Tabel 7 disajikan bagan keterkaitan antar aktivitas industri tepung lidah buaya. Bagan tersebut dapat digunakan untuk menganalisis dan merancang keterkaitan antar aktivitas yang terjadi. Adapun derajat hubungan keterkaitan antar aktivitas tersebut dinyatakan sebagai berikut :
1.A (Absolut) menunjukkan bahwa letak antar aktivitas harus saling berdekatan dan bersebelahan dengan kegiatan lain.
2.E (Especially important) menunjukkan bahwa letak antar kegiatan yang satu harus bersebelahan.
3.I (Important) menunjukkan letak antar satu kegiatan dengan kegiatan yang lain cukup berdekatan.
4.O (Ordinary) menunjukkan letak antar kegiatan tidak harus berdekatan.
5.U (Unimportant) menunjukkan bahwa letak antar kegiatan bebas dan tidak saling terikat.
6.X (Undesirable) menunjukkan bahwa letak antar kegiatan tidak boleh saling berdekatan atau harus saling berjauhan.
Sedangkan alasan dalam penilaian derajat keterkaitan tersebut adalah sebagai berikut :
Kode Alasan
1 Urutan proses atau kerja
2 Penggunaan pekerja yang sama
3 Pengawasan
4 Efisiensi waktu dan jarak
5 Bising, asap, debu
6 Adanya komunikasi atau pencatatan
7 Kontak antar pekerja
8 Keindahan, kebersihan, dan kenyamanan
Berdasarkan hasil analisis pada diagram keterkaitan antar aktivitas, maka dapat dibuat tata letak industri tepung lidah buaya yang direncanakan, seperti disajikan pada. Gambar 4.
Gambar 4. Tata letak industri tepung lidah buaya

I. Tata Letak Mesin dan Peralatan
Tujuan dalam merancang tata letak fasilitas diantaranya adalah memudahkan dalam proses pengolahan, meminimumkan penanganan bahan,menggunakan volume ruang secara ekonomis, dan meningkatkan efektifitas tenaga kerja serta menghasilkan produk yang berkualitas. Tata Ietak yang baik dapat diartikan sebagai penyusunan yang teratur dan efisien dari semua fasilitas, baik mesin dan alat, pekerja, ataupun fasilitas lainnya. Semua fasilitas tersebut harus ditempatkan pada bagiannya sehingga proses produksi berjalan dengan lancar.
Penyusunan tata letak mesin dan alat yang dipilih dalam pengolahan tepung lidah buaya adalah tata letak tipe produk. Tipe tata letak tersebut berorientasi pada produk dengan tata letak di mana pusat-pusat kerja dan mesin atau peralatan disusun dalam satu jalur (line layout). Tata letak disusun sesuai dengan urutan proses produksi untuk menghasilkan satu jenis produk tertentu. Mesin dan peralatan disusun berdasarkan operasi yang diperlukan untuk menghasilkan produk yang diinginkan. Output dari mesin sebelumnya akan menjadi input mesin selanjutnya, demikian seterusnya.
Keuntungan penyusunan tipe tata letak di atas, diantaranya adalah aliran bahan yang lancar, biaya produksi per unit rendah dan keahlian pekerja yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi (Apple, 1997), sedangkan salah satu kerugiannya adalah bila terjadi kerusakan pada salah satu proses akan mengganggu keseluruhan sistem proses produksi.
Tata letak mesin dan peralatan dalam industri pengolahan tepung lidah buaya disusun menurut pola aliran bahan berbentuk U. Pemilihan pola aliran berbentuk U ini dilakukan dengan alasan untuk memberikan lintasan aliran yang lebih panjang dalam bangunan dengan luas, bentuk, dan ukuran yang lebih ekonomis. Tata letak mesin dan peralatan serta aliran bahan industri tepung lidah buaya disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Tata letak mesin dan peralatan serta aliran bahan industri tepung lidah
buaya

J.Penanganan Limbah
Analisa dampak lingkungan merupakan suatu kegiatan atau kajian yang dilakukan untuk mengidentifikasi, memprediksi, menginterpretasi, dan mengkomunikasikan pengaruh suatu rencana kegiatan (proyek) terhadap lingkungan. Berdasarkan UU No. 4 Tahun 1982 tentang ketentuan pokok lingkungan hidup, suatu industri yang mencemarkan lingkungan harus dapat bertanggung jawab dalam penanganan limbah tersebut.
Lingkungan proyek industri tepung lidah buaya meliputi tempat pelaksanaan proyek konstruksi bangunan dan oprasional pabrik dan wilayah sekitar proyek yang masih merasakan dampak adanya proyek tersebut. Dampak proyek terutama dampak negatifnya disebabkan oleh adanya pelaksanaan konstruksi dan operasional pabrik. Dampak negatif tersebut disebabkan oleh adanya limbah yang dikeluarkan oleh proyek. Limbah yang dihasilkan oleh proyek dapat adalah berupa limbah padat, cair dan gas yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.

1. Pencemaran Udara
Udara dapat tercemar dengan tersebarnya zat padat berupa partikel halus, gas atau bau. Pencemaran udara dapat terjadi pada saat pelaksanaan konstruksi dan pada saat pengolahan. Pencemaran udara pada saat konstruksi terjadi karena adanya debu yang beterbangan, gas karbonmonoksida dari mesin dan knalpot kendaraan. Pencemaran tidak terlalu berbahaya bagi wilayah disekitar proyek, tetapi pekerja-pekerja yang berada di tempat pelaksanaan konstruksi dan proyek disarankan untuk memakai penutup hidung.
2. Pencemaran Air
Pencemaran air karena adanya air bekas cucian pelepah lidah buaya dan air buangan ampas serat lidah buaya. Air cucian mengandung kotoran berupa residu pupuk dan tanah tetapi kandungan tersebut tidak membahayakan bagi lingkungannya dan air buangan ampas hanya mengandung sedikit bahan organik karena sebagian besar komponen pelepah lidah buaya (98 %) merupakan air sehingga dapat dialirkan langsung ke badan air.


IV. ANALISIS MANAJEMEN OPERASIONAL

Manajemen operasional industri tepung lidah buaya diarahkan untuk dapat melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengarahan, dan pengawasan kegiatan industri. Manajemen operasional proyek yang baik akan mampu memenuhi segala kebijakan dan tujuan perusahaan.
A. Struktur Organisasi
Struktur organisasi akan sangat menunjang pemeliharaan dan peningkatan motivasi kerja bagi masing-masing individu dan menghindari terjadinya kerja yang tidak terkoordinasi. Struktur organisasi industri tepung lidah buaya disajikan pada Gambar berikut ini :

B.Deskripsi Pekerjaan
1)Direktur
Tugas pokok direktur adalah melakukan perencanaan, pengkordinasian, pengintegrasian, dan pengawasan kebijakan perusahaan dalam rangka mencapai kesuksesan perusahaan dalam jangka panjang. Tugas rutinnya adalah memeriksa seluruh laporan harian, mingguan, dan bulan dari setiap manager, mengadakan pertemuan rutin mingguan dengan setiap manager, dan mengawasi pekerjaan manager. Wewenang direkrut adalah memberikan tugas, teguran, menilai kinerja manajer, dan bertindak sebagai pengambil keputusan yang bersifat strategis dan berdampak luas bagi perusahaan. Direktur bertanggung jawab terhadap pemegang saham.

2)Sekretaris
Tugas pokok sekretaris adalah menangani berbagai urusan administratif perusahaan dan penyebaran informasi untuk internal perusahaan pada tingkat manajemen. Tugas rutinnya adalah menyusun laporan tahunan mengenai perkembangan perusahaan, melakukan pengarsipan dengan sistematis, memastikan personil terkait selalu menerima informasi terbaru, menyelesaikan seluruh pekerjaan administratif tepat waktunya, menjaga kerahasiaan arsip perusahaan, dan menjamin konsistensi informasi. Wewenang sekretaris adalah menyebarkan informasi dan mengatur jadwal kegiatan pertemuan Direktur dengan pihak luar. Sekretaris bertanggung jawab kepada Direktur.

3)Manajer Personalia
Tugas pokok manajer personalia adalah melakukan perencanaan, pengkordinasian, dan pengawasan kegiatan penerimaan, promosi, demosi, dan mutasi karyawan serta mengadakan pelatihan peningkatan mutu karyawan. Tugas rutinnya adalah memeriksa seluruh laporan harian, mingguan dan bulanan dari setiap Supervisor, mengadakan pertemuan rutin mingguan dengan setiap Supervisor, dan mengawasi setiap pekerjaan Supervisor. Wewenang Manajer Personalia adalah memberikan, tugas, teguran dan menilai setiap kinerja setiap Supervisor. Manajer Personalisa bertanggung jawab terhadap Direktur.

4)Manajer Produksi
Tugas pokok Manajer Produksi adalah melakukan perencanaan, pengkordinasian, dan pengawasan kegiatan produksi yang dijalankan sesuai dengan prosedur dengan prosedur dan kebijakan perusahaan. Tugas rutinnya adalah memeriksa seluruh laporan harian, mingguan dan bulanan dari setiap Supervisor, mengadakan pertemuan rutin mingguan dengan setiap Supervisor, dan mengawasi setiap pekerjaan Supervisor. Wewenang Manajer Produksi adalah memberikan, tugas, teguran dan menilai setiap kinerja setiap Supervisor. Manajer Produksi bertanggung jawab terhadap Direktur.

5)Manajer Keuangan
Tugas pokok Manajer Keuangan adalah melakukan perencanaan, pengkordinasian, dan pengawasan kegiatan keuangan perusahaan,mengatur penerimaan dan pengeluaran dana perusahaan. Tugas rutinnya adalah memeriksa seluruh laporan keuangan mingguan dan bulanan dari seluruh manajer dan membuat rekapitulasinya. Wewenang Manajer Keuangan adalah memberikan, tugas, teguran dan menilai setiap kinerja karyawan dibawahnya. Manajer Produksi bertanggung jawab terhadap Direktur.

6)Manajer Pemasaran
Tugas pokok Manajer Pemasaran adalah melakukan perencanaan, pengkordinasian, dan pengawasan kegiatan pemasaran produk mulai dari pencarian pasar, promosi, negosiasi harga, penjualan, dan mengatasi keluhan-keluhan pelanggan. Tugas rutinnya adalah menyiapkan bahan-bahan promosi, mencari pasar produk, merencanakan kapasitas penjualan, dan membuata laporan pemasaran rutin mingguan dan bulanan. Wewenang Manajer Pemasaran adalah memberikan, tugas, teguran dan menilai setiap kinerja setiap Supervisor. Manajer Produksi bertanggung jawab terhadap Direktur.

7)Spv. Umum
Tugas pokok Spv. Umum adalah merencanakan, mengkoordinasi, dan mengawasi kegiatan-kegiatan kebersihan dan kesehatan lingkungan perusahaan. Tugas rutinnya adalah membuat jadwal perencanaan pelaksanaan kebersihan taman dan lingkungan produksi, membuat laporan mingguan dan bulanan pelaksanaan pekerjaannya, dan mengikuti rapat rutin bulanan yang diadakan oleh bagian Personalia. Wewenang Spv. Umum adalah menyatakan bahwa lingkungan dalam keadaan sehat atau tidak. Meminta kesempatan untuk membersihkan seluruh lingkungan perusahaan, dan menilai kinerja para bawahan. Spv. Umum bertanggung jawab kepada manager Personalia.

8)Spv. Satpam
Tugas pokok Spv. Satpam adalah mengkordinasi kegiatan pencegahan, penanganan, penanggulangan bahaya yang dapat mengganggu keamanan dan keselamatan perusahaan. Tugas rutinnya adalah melakukan pengawasan perusahaan, melakukan penyuluhan untuk keamanan di perusahaan, dan membuat laporan keamanan rutin mingguan. Wewenang Spv. Satpam adalah mengambil tindakan tegas berupa sanksi kepada setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap sistem keamanan perusahaan dan menilai kinerja anggota satpam. Spv. Satpam bertanggung jawab kepada Manager personalia.

9)Spv. Personalia
Tugas pokok Spv. Personalia adalah melakukan perencanaan dan pengawasan kegiatan penerimaan, promosi, demosi, dan mutasi karyawan serta mengadakan pelatihan peningkatan mutu karyawan. Tugas rutinnya adalah membuat jadwal penerimaan karyawan sesuai dengan kebutuhan perusahaan, membuat jadwal pelaksanaan pelatihan, dan membuat laporan mingguan pelaksanaan tugas-tugas personalia. Wewenang Spv. Personalia adalah memberikan, tugas, teguran dan menilai setiap kinerja setiap karyawan. Spv. Personalia bertanggung jawab terhadap manjer Personalia.

10) Spv. QC
Tugas pokok Spv. QC adalah mengkordinasi kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi tepung lidah buaya, dan menetapkan standar mutu bahan baku, proses produksi dan produk jadi serta membuat laporan rutin mingguan dan bulanan hasil pengawasan mutu. Wewenang Spv. QC adalah mengambil tindakan yang tepat bila terjadi ketidaksesuaian mutu bahan baku, proses produksi, dan produk jadi dengan standar mutu yang telah ditetapkan oleh perusahaan, dan menilai kinerja staf QC. Spv. QC harus berkoordinasi dengan Spv. Pembelian, Spv. Guang, Spv. Produksi, Spv. Bahan baku, dan Spv. Mekanik, serta bertanggung jawab terhadap manger produksi.

11) Spv. Pembelian
Tugas pokok Spv. Pembelian adalah mengkoordinasi kegiatan perencanaan pengadaan pembelian barang meliputi bahan pabrik, barang tambahan invrstasi, dan non stock items sesuai dengan kebijakan perusahaan. Tugas rutinnya adlah melakukan pencatatan purchase order, penawaran dan pembelian barang yang dibutuhkan perusahaan, dan membuat laporan rutin mingguan. Wewenang Spv. Pembelian adalah melakukan negosiasi harga dengan pemasok, menegur pemasok dengan mutu barang yang tidak sesuai dengan standar mutu perusahaan dan menilai kinerja staf pembelian. Spv. Pembelian harus berkordinasi dengan Spv. QC, Spv. Guang, Spv. Produksi, Spv. Bahan baku, dan Spv. Mekanik serta bertanggung jawab terhadap manajer produksi.

12) Spv. Mekanik
Tugas pokok Spv. Mekanik adalah mengkoordinasi kegiatan perencanaan, pemeliharaan dan perbaikan sarana kerja, gedung dan seluruh fasilitas terpasang yang terdapat di perusahaan. Tugas rutinnya adalah menentukan jadwal dan melaksanaan pemeliharaan seluruh fasilitas yang ada di perusahaan, membuat prosedur penggunaan peralatan produksi, dan membuat laporan rutin mingguan tentang pelaksanaan pemeliharaan fasilitas di perusahaan. Wewenang Spv. Mekanik mengusulkan penggantian peralatan dan fasilitas yang sudah tidak dapat dipakai dan menilai kinerja staf mekanik. Spv. Mekanik harus berkonsultasi dengan Spv. QC, Spv. Guang, Spv. Produksi, Spv. Bahan baku, Spv. Pembelian serta bertanggung jawab kepada Manajer Produksi.


13) Spv. Produksi
Tugas pokok Spv. Produksi adalah melakukan perencanaan, pengkordinasian, dan pengawasan kegiatan produksi tepung dan tepung kulit lidah buaya. Tugas rutinnya adalah menentukan produksi harian, mengawasi jalannya proses produksi, dan membuat laporan rutin mingguan. Wewenang Spv. Produksi adalah melakukan perbaikan segera saat terjadi ketidaksesuaian proses produksi dan menilai kinerja Staf Produksi. Spv. Produksi harus berkonsultasi dengan Spv. QC, Spv. Guang, Spv. Mekanik, Spv. Bahan baku, Spv. Pembelian

14)Spv. Gudang
Tugas pokok Spv. Gudang adalah mengkoordinasi kegiatan operasional perencanaan, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian barang-barang keperluan operasional perusahaan. Tugas rutinnya adalah melakukan pencatatan dan penyimpanan bahan baku dan produk jadi dan membuat laporan rutin mingguan. Wewenang Spv. Gudang adalah merencanakan tata letak penyimpanan barang, melakukan penimbangan bahan baku dan produk jadi, dan menilai kinerja staf gudang. Spv. Gudang harus berkonsultasi dengan Spv. QC, Spv. Produksi, Spv. Mekanik, Spv. Bahan baku, Spv. Pembelian serta bertanggung jawab kepada manajer Produkasi.

15) Spv. Bahan Baku
Tugas pokok Spv. Bahan baku adalah mengkoordinasi kegiatan perencanaan pengadaan bahan baku. Tugas rutinnya adalah merencanakan dan melaksanakan penanaman lidah buaya, menjalin kemitraan dengan petani, dan membuat laporan rutin mingguan. Wewenang Spv. Bahan Baku adalah mengajukan anggaran keuangan untuk pelaksanaan penanaman lidah buaya dan menilai kinerja staf bahan baku. Spv. Bahan baku harus berkoordinasi dengan Spv. QC, Spv. Produksi, Spv. Mekanik, Spv. Bahan baku, Spv. Pembelian, Spv. Gudang serta bertanggung jawab kepada manajer Produksi.

16) Mandor Kebun
Tugas pokok mandor kebun adalah mengawasi dan memastikan pertumbuhan dan pemanenan pelepah lidah buaya. Tugas rutinnya adalah merencanakan dan mengawasi, dan melaksanakan jadwal penanaman serta membuat laporan rutin bulanan. Wewenang mandor kebun adalah mengajukan anggaran danan bulanan untuk perawatan tanaman dan mengawasi kinerja para pekerja kebun. Mandor kebun bertanggung jawab terhadap Spv. Bahan baku.

C. Bentuk Badan Usaha
Organisasi perusahaan dapat dibedakan menjadi empat macam bentuk organisasi, yaitu perusahaan perseorangan, perusahaan firma dan persekutuan komanditer (CV), perusahaan perseroan terbatas (PT), dan koperasi. Perbedaan bentuk usaha suatu perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Ukuran besar kecilnya perusahaan
2. Jenis perusahaan
3. Pembagian laba yang dimiliki oleh pemiliknya
4. Resiko yang dapat ditanggung oleh para pemilik
5. Pembagian pengawasan dan atau penguasaan perusahaan
Pemilihan bentuk organisasi perusahaan tidak dapat dilihat dari salah satu faktor saja, tetapi harus dilihat secara menyeluruh. Oleh karena itu, bentuk organisasi industri tepung lidah buaya yang direncanakan adalah Perseroan Terbatas, khususnya Perseroan Terbatas Terbuka. Pemilihan tersebut didasarkan atas beberapa pertimbangan sebagai berikut :
1. Modal industri tepung lidah buaya.
2. Pembagian laba bersama, dalam hal ini adalah pemegang saham,
3. Resikonya relatif cukup besar sehingga ditanggung dan diawasi bersama.
4. Kelangsungan perusahaan tidak hanya tergantung pada seseorang saja,
melainkan pada banyak orang.

PT terbuka atau perusahaan publik adalah perseroan terbatas yang telah melakukan penawaran umum sesuai peraturan perundang-undangan di pasar modal dan saham harus dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 pemegang saham serta memiliki setoran modal paling sedikit Rp 3.000.000.000,00. Ketentuan mengenai PT terbuka diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang pasar modal.

V. ANALISIS FINANSIAL

A. Asumsi-Asumsi
1. Analisa finansial dilakukan selama 10 tahun.
2. Kapasitas produksi maksimum adalah 36 ton/tahun untuk tepung lidah dan 90 ton/tahun untuk tepung kulit lidah buaya. Pada tahun ke-1 dan ke-2, proyek berproduksi masing-masing sebesar 65 % dan 80 % dari kapasitas produksi maksimum. Proyek dapat berproduksi maksimum pada tahun ke-3.
3. Tingkat suku bunga bank per tahun untuk modal investasi adalah sebesar 19 %
4. Pinjaman terdiri dari pinjaman investasi dan pinjaman modal kerja. Besar perbandingan modal pinjaman dangan modal sendiri (DER) adalah 65 : 35, pinjaman modal kerja digunakan untuk biaya dua bulan produksi awal.
5. Harga produk Rp 1.500,00 dan konstan selama analisa finansial.
6. Tunjangan kesejahteraan pekerja ditetapkan sebesar 20 % dari gaji pokok.
7. Biaya asuransi ditetapkan sebesar 2 % dari nilai investasinya
8. Jumlah hari kerja adalah 25 hari/bulan dan selama 8 jam/hari.
9. Biaya produksi tepung kulit lidah buaya adalah 5 % dari biaya produksi tepung lidah buaya.
10. Pajak penghasilan dihitung berdasarkan SK Menteri Keuangan RI Tahun 1994 tentang Pajak Pendapatan Badan Usaha dan Perseroan. Perusahaan tidak dikenai pajak bila mengalami kerugian. Pajak meliputi :
a. PBB sebesar 0,1 % (tanah dan bangunan)
b. Pajak kendaraan bermotor 0,5 %
c. Pajak penghasilan perseroan, jika keuntungan kurang dari 25 jta rupiah, besar pajak penghasilannya 10 %. Jika keuntungan diantara 25-50 juta rupiah, besar pajak penghasilannya 10% dari 25 juta ditambah 15% dari keuntungan sisanya. Jika keuntungan lebih dari 50 juta rupiah, besar pajak penghasilannya 10% dari 25 juta rupiah ditambah 15% dari 25 juta kedua ditambah 30% dari keuntungan sisanya.

11. Tahun ke-nol merupakan tahun pembangunan proyek.

12. a. Harga tanah : Rp 110.000,00/m2
b. Harga bangunan
- Pabrik, kantor, dan gudang : Rp 3.500.000,00/m2

B. Kriteria Investasi
Kriteria investasi yang dipakai untuk melihat kelayakan pendirian industri meliputi perhitungan-perhitungan Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), dan Pay Back Period (PBP).
1. Net Present Value (NPV)
Nilai bersih sekarang atau yang biasa dikenal dengan Net Present Value (NPV) adalah metode untuk menghitung selisih antara nilai sekarang dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih (aliran kas operasional maupun aliran kas terminal) di masa yang akan datang (Gray et al., 1992). Untuk menghitung nilai sekarang perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan. Tingkat bunga tersebut dapat diperoleh dengan mempergunakan tingkat bunga pinjaman jangka panjang yang berlaku di pasar modal atau dengan mempergunakan tingkat bunga pinjaman yang harus dibayar oleh pemilik proyek (Gray et al., 1992).
Menurut Gray et al. (1992), formula yang digunakan untuk menghitung NPV adalah:


dimana :
Bt = gross benefit pada tahun ke-t
Ct = gross cost sehubungan dengan proyek pada
tahun ke-t = tingkat suku bunga
t = periode investasi (t = 0, 1, 2, 3, ..., n)


Apabila hasil perhitungan nilai NPV dalam suatu proyek didapatkan nilai yang lebih besar atau sama dengan nol artinya proyek tersebut layak untuk dilaksanakan. Apabila nilai NPV yang dihasilkan lebih besar daripada nol, berarti proyek dapat menghasilkan keuntungan. Apabila nilai NPV yang dihasilkan sama dengan nol berarti proyek tersebut akan mengembalikan biaya sebesar opportunity cost faktor produksi modal. Apabila nilai NPV yang dihasilkan kurang dari nol berarti proyek tersebut tidak dapat menghasilkan keuntungan. Oleh sebab itu, pelaksanaannya harus ditolak (Gray et at., 1992).
2. Internal Rate of Return (IRR)
Menurut Sutojo (2000), InternalRate of Return (IRR) adalah tingkat suku bunga yang bilamana dipergunakan untuk mendiskonto seluruh kas masuk pada tahun-tahun operasi proyek akan menghasilkan jumlah kas yang sama dengan investasi proyek. Pada dasarnya IRR mengambarkan persentase laba nyata yang dihasilkan proyek. IRR adalah nilai discount rate sosial yang membuat NPV proyek sama dengan nol. Jika IRR yang didapat ternyata lebih besar dari rate of return yang ditentukan, maka investasi dapat diterima. Formulasi matematik IRR menurut Kadariah et at. (1992) adalah :
NPV”
IRR = I’ + (i”-i’)
NPV’ – NPV”
dimana :
i” : tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif
ii” : tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif
NPV” : NPV pada tingkat bunga i”
NPV’ : NPV pada tingkat bunga i’
Dengan kreteria :
a) apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku berarti usaha dapat dilanjutkan.
b) jika nilai IRR kurang dari tingkat suku bunga yang berlaku berarti usaha tidak dapat dilanjutkan.

3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C merupakan angka perbandingan antara jumlah present value dari keuntungan-keuntungan suatu proyek dibagi biaya investasi pada awal proyek. Secara umum, Gray et al. (1992) menjelaskan rumus Net B/C sebagai berikut :

Kriteria kelayakan proyek adalah jika Net B/C lebih besar atau sama dengan satu. Sedangkan proyek dinyatakan tidak layak apabila Net B/C lebih kecil dari satu.

4. Pay Back Period (PBP)
Metode Pay Back Period (PBP) merupakan suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas (Umar, 2003). Pay Back Period (PBP) menunjukkan berapa lama modal yang ditanam dalam investasi akan kembali. Pengembalian modal ini dipandang dari arus kas masuk (cash in flow). Rumus yang digunakan untuk menghitung Pay Back Period (PBP) adalah sebagai berikut :
PBP = Investasi
Keuntungan

C. Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan jumlah biaya investasi yang ditanamkan pada suatu proyek baik berbentuk investasi tetap atau pun bentuk modal kerja. Investasi tetap adalah suatu aset perusahaan yang berumur panjang (lebih dari satu tahun), bersifat permanen, digunakan untuk operasi perusahaan, dan tidak untuk diperjualbelikan. Modal kerja adalah modal yang diperlukan untuk menjalankan operasi perusahaan yang digunakan untuk pembelian barang dagangan dan biaya operasional.
Modal Investasi tetap pada industri tepung lidah buaya ini meliputi biaya urusan dan pengadaan tanah, bangunan, sarana penunjang, mesin dan peralatan, peralatan kantor, kendaraan, biaya pra-investasi. Modal Kerja untuk pelaksanaan dua bulan pertama operasioanal pabrik (IDC) dan biaya tak terduga sebesar 10 % dari total investasi. Perhitungan IDC disajikan pada Lampiran 2 Modal investasi yang dibutuhkan adalah Rp 46.788.578.000 termasuk dana modal tetap sebesar Rp. 35.397.725.000. Perincian dana modal tetap disajikan pada lampiran 3 Berdasarka Debt Equity Ratio sebesar 65:35, pinjaman yang dibutuhkan adalah Rp 37.018.680.436 dan modal sendiri yang harus dikeluarkan adalah Rp. 16.376.002.300. Rencana pengembalian pinjaman disajikan pada Lampiran 4 Pinjaman didapatkan dari dalam maupun luar negeri, baik dalam bentuk uang maupun mesin dan peralatan. Pinjaman dalam negeri didapatkan dari Bank Indonesia, Bank-bank swasta, perusahaan mesin dan peralatan dan pendanaan lainnya. Pinjaman dari luar negeri bersumber dari Asian Development Bank(ADB), World Bank. Perincian modal investasi disajikan dalam Tabel 9 berikut ini :
D.Kebutuhan Modal Kerja
Modal kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatan usaha setelah pembangunan proyek selesai. Modal kerja meliputi biaya tetap dan biaya variable untuk menghasilkan produk (Ibrahim, 1998). Modal kerja yang dibutuhkan untuk menunjang dua bulan pelaksanaan operasional pabrik adalah Rp. 10.348.780.000 yang meliputi biaya tenaga kerja langsung dan tak langsung, bahan baku, overhead, dan pengendalian mutu. Perincian penggunaan modal kerja disajikan pada Tabel 10 dan perincian pengembalian pinjaman modal kerja disajikan pada Lampiran 4 Sumber pembiayaan modal kerja didapatkan dari pinjaman dengan bunga 12 %/tahun yang dibayarkan setahun sekali. Sutoyo (2000) menyataka bahwa bila pinjaman modal kerja berbentuk barang dari produsen, maka bunga pinjaman tersebut tidak diperhitungkan. Pinjaman modal kerja merupakan pinjaman yang harus dilunasi dalam jangka waktu 5 tahun. Modal kerja digunakan sebagai biaya dalam masa percobaan pabrik yang menentukan kelayakan pabrik dalam melakukan produksi secara masal.
E. Perkiraan laba Rugi
Perkiraan laba rugi merupakan sebuah neraca yang mengambarkan keseimbangan keuangan yang dihasilkan oleh proyek. Perkiraan laba rugi menunjukkan jumlah penerimaan dan pengeluaran yang diseimbangkan oleh adanya laba atau rugi. Penerimaan pada industri tepung lidah buaya terdiri dari hasil penjualan tepung lidah buaya dan tepung kulit lidah buaya.
Junlah penerimaan pada tahun ke-1 adalah Rp. 60.120.406.149 dengan kapasitas produksinya hanya 65 % dari kapasitas prodksi maksimum dan jumlah pengeluaran pada tahun ke-1 hanya Rp. 20.022.239.412 yang ditambah dengan biaya penyusutan Rp. 1.002.572.000 dan pajak penghasilan sebesar Rp. 11.734.928.421 sehingga didapatkan laba Rp. 27.360.666.316. Laba tersebut semakin bertambah pada tahun-tahun berikutnya dengan tercapainya kapasita maksimum. Laba terbesar dicapai pada tahun ke-10 sebesar Rp. 53.907.838.820. perkiraan laba rugi disajikan pada Lampiran 10. Pengeluaran dalam perkiraan laba rugi merupakan pengeluaran operasional yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variable. Biaya tetap meliputi gaji tenaga kerja tidak langsung, pembayaran pokok pinjaman, dan biaya overhead, sedangkan biaya variable meliputi biaya bahan baku, gaji tenaga kerja langsung, pengendalian mutu, dan bunga pinjaman. Perincian biaya operasional disajikan pada Lampiran 9.

F. Cash Flow

Cash flow (aliran kas) merupakan alat yang penting dalam analisis finansial proyek karena mampu mengambarkan liquiditas, solvabilitas, dan rentabilitas proyek (Ibrahim, 1998). Tabel cash flow terdiri dari bagian pemasukan dan pengeluaran yang selisihnya dinamakan aliran kas bersih. Tabel cash flow juga menunjukkan jumlah kas di awal dan di akhir tahun. Pemasukan dana pada pada tabel cash flow terdiri dari laba bersih, nilai sisa, modal sendiri, kredit investasi, dan kredit modal kerja. Pengeluaran dana terdiri dari modal kerja, investasi/reinvestasi, dan angsuran pinjaman.
Tabel cash flow industri tepung lidah buaya menunjukkan bahwa investasi dilakukan pada tahun ke-0. aliran kas bersih telah didapatkan pada tahun ke-1 sebesar Rp. 14.244.879.448 dan semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Peningkatan tersebut disebabkan oleh semakin berkurangnya angsuran pembayaran pinjaman, sedangkan pemasukan berupa laba bersih semakin meningkat. Jumlah kas akhir tahun ke-10 adalah Rp. 98.755.194.335. Perkiraan cash flow dapat dilihat pada Lampiran 11.


G. Kriteria Investasi

Penentuan kriteria investasi bertujuan untuk mengetahui sejauh mana gagasan usaha/proyek yang direncanakan dapat memberikan manfaat baik dari segi sosial maupun dari segi finacial benefit. Kriteria investasi merupakan indikator dari modal yang diinvestasikan, yaitu perbandingan antara total keuntungan yang diterima dengan biaya yang dikeluarkan dalam bentuk present value selam umur proyek ekonomis (Ibrahim, 1998).
Kriteria investasi pendirian industri tepung lidah buaya di Kota Pontianak meliputi nilai-nilai IRR, NPV, PBP, dan Net B/C Ratio. IRR proyek adalah 49,2%, NPV sebesar Rp. 18.975.490.436, PBP selama 2,97 tahun dan Net B/C ratio 2,63. Perhitungan kriteria investasi disajikan pada Lampiran 12. Nilai IRR yang melebihi tingkat bunga pinjaman menunjukkan bahwa proyek sangat memberikan peluang untuk dikembangkan. Nilai NPV yang lebih besar dari nol menunjukkan bahwa proyek sangat memberikan peluang untuk dikembangkan. Jangka waktu pengembalian modal (PBP) proyek adalah kurang dari 3 tahun sehingga jika dibandingkan dengan umur ekonomis selama 10 tahun, jangka waktu pengambilan keuntungan relatif lama sehingga keuntungan relatif besar. Nilai B/C Ratio yang jauh diatas satu menunjukkan sangat besarnya keuntungan yang dapat diperoleh selama umur ekonomis proyek dibandingkan dengan jumlah modal investasi yang harus ditanamkan.
DAFTAR PUSTAKA


Apple, J.M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Penanganan Bahan. Edisi ketiga. Terjemahan Nurhayati.M.T.Mardiono. Penerbit ITB, Bandung

BPS Kalimantan Barat. 2004. Kalimantan Barat dalam Angka 2004. Bappeda- BPS Jakarta. Jakarta

Dinas Pertanian Kalimantan Barat. 2001. Profil Buah-Buahan Unggulan Propinsi Kalimantan Barat. Dinas Tanaman Pangan. Kalimantan Barat.

Gray, C., P. Simanjuntak, L.K. Sabur, P.F.L Maspaitella, dan R.C.G Varley. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. P.T Gramedia Utama. Jakarta.

Husnan, S dan Suwarsono. 1990. Studi Kelayakan Proyek : Konsep, Teknik, dan Penyusunan Laporan. AMP, Yogyakarta.

Ibrahim, Yacob. 1998. Studi Kelayakan Bisnis. Rineka Cipta. Jakarta.

McVicar, J. 1994. Jekka Species Complete Herb Book. Kyle Cathie Ltd. London

Sudarto, Yudo. 1997. Lidah Buaya. Kanisius.

Susanto, Eko, C.W. Suryowidodo, dan Endih Saikudin. 1990. Pembuatan Aloe Powder Sebagai Bahan Baku Industri. Laporan Hasil Litbang. Balai Besar itbang Industri Hasil Pertanian. Bogor.

Sutoyo, S. 2000. Studi Kelayakan Proyek: Teori dan Praktek. PT. Bina Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.

Syukur, C dan Hernani. 2001. Budidaya Tanaman Obat Komersil. Penbar Swadaya. Jakarta.

Wijandi, Soesarsono. 1996. Pengantar Kewiraswastaan. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian-IPB. Bogor


Read more.....