Senin, 06 Juli 2009

POLA PENGEMBANGAN PENYULUHAN PERTANIAN BERORIENTASI AGRIBISNIS PADA ERA OTONOMI DAERAH

I. PENDAHULUAN
Penyuluhan pertanian diakui telah banyak memberikan sumbangan pada keberhasilan pembangunan pertanian di Indonesia. Penyuluhan telah berhasil menyampaikan berbagai inovasi pertanian kepada petani dengan segala metodenya sehingga para petani meningkat pengetahuan dan ketrampilannya serta dapat mengubah sikap petani menjadi mau dan mampu menerapkan inovasi baru.



Perjalanan pengembangan penyuluhan pertanian di Indonesia yang dimulai sejak akhir abad 19 ternyata mengalami pasang surut dan liku-liku yang dinamik sesuai dengan perkembangan jaman. Dari romantika perjalanan penyuluhan pertanian dapat ditarik hikmah dan pelajaran yang sangat berharga bagi pengembangan penyuluhan di masa kini dan masa mendatang (“lebih dikenal dengan era agribisnis”).



Revitalisasi dan reformasi penyuluhan pertanian di era agribisnis merupakan suatu tuntutan jaman yang tidak dapat dihindarkan. Oleh karena itu maka pembenahan dan pemberdayaan kelembagaan penyuluhan serta peningkatan kemampuan penyuluh harus menjadi bahan kajian bagi para pakar yang akan dijadikan kebijakan bagi pemerintah.



Penyuluhan pertanian pada era PJP I lebih dikenal dengan penyuluhan “better farming” yaitu penyuluhan untuk memperbaiki cara-cara bertani saja. Hampir tidak pernah dilakukan penyuluhan secara serius dalam memeperoleh modal usaha, pemasaran hasil, perbaikan mutu hasil, akuntansi pertanian dan sebagainya. Penyuluhan pertanian yang dilakukan pada waktu itu terutama agar petani mempratekan cara-cara bertani baru seperti yang dianjurkan oleh pemerintah (Departemen Pertanian).

Pada Era PJP II atau era agribisnis, penyuluhan pertanian harus lebih difokuskan agar para petani diajari bagaimana meraih keuntungan yang layak atau disebut "“better business” . Maka penyuluh pertanian harus benar-benar seorang analis usahatani, dengan menerapkan efisisensi yang maksimal dalam berusahatani, memahami arti pengembangan usaha, pemasaran hasil, penerapan standar mutu, mampu menjadi mediator dalam bermitra usaha.



Sejak urusan penyuluhan pertanian diserahkan kepada pemerintah daerah sering ditemulan adanya permasalahan yang merugikan petani maupun bagi para penyuluh pertanian di lapangan. Permasalahan yang ditemukan antara lain rendahnya tingkat profesionalme penyuluh pertanian, lemahnya administrasi penyuluh pertanian, dan kurangnya kemampuan manajerial penyuluh pertanian.



Adanya permasalahan-permasalahan tersebut berakibat pada rendahnya tingkat penyelenggaraan penyuluh pertanian kepada petani sehingga tingkat produktifitas usahatani dan pendapatan petani tidak berkembang.



Dengan diterbitkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, jelas semakin kuat peran Pemerintah Daerah dalam menangani penyuluhan pertanian. Atas dasar itulah maka diperlukan adanya Pola Pengembangan Penyuluhan Pertanian yang berorientasi Agribisnis sebagai jawaban dicanangkannya era otonomi daerah.


II. TUJUAN DAN OUTPUT

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain :


1. Mengidentifikasi penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang berorientasi agribisnis pada era otonomi daerah.

2. Dirumuskannya pola pengembangan penyuluhan pertanian berorientasi agribisnis pada era otonomi daerah.

3. Output yang akan dihasilkan dari penelitian ini yaitu Rumusan Pola Pengembangan Penyuluhan Pertanian Berorientasi Agribisnis pada era Otonomi Daerah.


III.KERANGKA PIKIR

Pada hakekatnya dinamika kemajuan pertanian sepanjang sejarah peradaban manusia adalah pengetahuan, Otak dan kekuatan (otot). Kecerdasan manusia yang secara akumulatif menghasilkan pengetahuan yang diperlukannya untuk beradaptasi dengan bahkan “menguasai” lingkungannya, adalah energi abadi dari dinamika perubahan atau kemajuan peradaban manusia (tidak terkecuali pertanian). Keunggulan dan kertertinggalan dari suatu masyarakat ditentukan oleh kemajuan, kekayaan dan relevansi pengetahuan yang dimiliki dan dikuasainya.

Bertolak dari proposisi diatas dapat dengan mudah kita pahami bahwa pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian adalah kegiatan publik (pemerintah) yang menentukan kemajuan pertanian di negaranya. Pengetahuan sebagai daya otak, menampilkan manfaat praktisnya (operasionalnya) melalui prilaku manusia; terkandung dalam proses, barang dan jasa (produk) teknologi; dan termanifestasikan dalam kelembagaan. Maka pendidikan berarti memperkaya pengetahuan dari manusia; penelitian berarti mencari/menemukan pengetahuan tenyang proses, sarana, alat, mesin dan perlengkapan baru; sedangkan penyuluhan berarti pelembagaan aplikasi atau adopsi inovasi dan iptek dalam pengelolaan usahatani yang harus selalu menyesuaikan diri dengan perkembangan tuntuan internal maupun eksternalnya (lingkungan).

Usahatani sebagai lembaga yang mengusahakan optimasi dari manfaat faktor produksi (alam, tenaga, modal, organisasi) untuk meraih keunggulan konperatif dan konpetitif, dengan pengetahuan dan adopsi inovasi (iptek) itu akan tampil dengan keputusan yang cermat dan tepat, kemampuan melaksanakan keputusannya, serta kemampuannya mengendalikan arus pekerjaan, barang dan dana sesuai kebutuhan usahataninya; seraya menangkal berbagai resiko yang merugikannya. Itulah adanya penyuluhan pertaniani yang melembaga. Artinya dengan memanfaatkan jasa lembaga penyuluhan pertanian, petani meningkatkan kapasitas dan mutu oleh ataknya.

Pertanian yang berorientasi yaitu usaha dibidang pertanian dimana para pelakunya selalu mendambakan nilai tambah yang optimal tersebut para pelakunya harus mempunyai posisi tawar yang kuat apabila berhadapan dengan pasar (pembelinya). Apabila posisi tawar petani menjadi kuat nilai maka manfaat inovasi (iptek) akan memberikan nilai tambah. Salah satu upaya dalam kegiatan penyuluhan pertanian adalah mengembangkan kebersamaan menumbuhkan kelembagaan-kelembagaan petani. Kebersamaan petani dalam wadah kelompoktani (kelembagaan) adalah wujud dari upaya memperkokoh posisi tawar petani.


IV. HIPOTESIS

Pola penyuluhan pertanian yang tidak jelas untuk berbagai strata wilayah akan melemahkan kinerja penyuluh pertanian, sehingga para petani tidak dapat memecahkan permasalahan di tingkat usahatani dan tidak dapat mengikuti perkembangan modernisasi pertanian atau lebih dikenal dengan era agribisnis.

Dengan dirumuskannya pola pengembangan penyuluhan pertanian berorientasi agribisnis diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan atau dijadikan bahan acuan bagi penyelenggaraan pertanian pada era otonomi daerah.


V. PENUTUP

Rencana penelitian ini diajukan dalam rangka mengikuti mata kuliah falsafah ilmu program strata 3 Penyuluhan Pembangunan pada Institut Pertanian Bogor. Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu menjawab tantangan pengembangan penyuluhan pertanian yang berorientasi agribisnis pada era otonomi daerah.

Mudah-mudahan rencana ini mendapat ridho dari Allah Subhanahuwataala.
Sebagai rasa hormat saya Kepada Bpk Ir. Mulyono Machmur, Ms saya tampilkan tulisan Beliau pada Blog saya yang barusan meninggalkan pos lamanya sebagai Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian selamat Bertugas di tempat yang baru semoga sukses...Bravo ketua Perhiptani Pusat......
Read more.....