Rabu, 29 Juni 2011

ANALISIS PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK

Berikut hasil penelitian saudara Andreas Avelinus Suwantoro tentang Pertanian Organik:1.1. Latar Belakang /span>Menjelang tutup abad XX keadaan pangan dunia sangat memprihatinkan.Produksi pangan tidak merata dan lebih dikuasai oleh negara-negara maju. Hampir seperempat penduduk dunia setiap hari berangkat tidur dengan perut kosong. Meskipun kelaparan dan malgizi sudah diperangi dengan upaya yang makin meningkat, namun masih ada semilyar orang yang menderita kelaparan terus menerus, yang 455 juta diantaranya menderita malgizi gawat. Hampir seluruh penderita ini hidup dinegaranegara sedang berkembang yang paling miskin (Tanco, Jr dalam Notohadiprawiro, T,1995). Kekurangan pangan yang akan menimbulkan kelaparan tidak akan dapat diatasi jika negara-negara berkembang sebagai suatu keseluruhan tidak dapat memacu pertumbuhan produksi pangan mereka (download file lengkap) seiring dengan laju pertambahan penduduk yang begitu cepat.


Peningkatan pertumbuhan produksi pangan kiranya akan sulit dilakukan karena tidak semua negara berkembang memiliki ketersediaan lahan yang layak / subur untuk mengembangkan pertanian dan produksi pangan. Penguasaan teknologi yang kurang sepadan akan menghambat upaya untuk mengubah lahan yang kurang layak / tidak subur menjadi layak untuk pengembangan pertanian. Untuk mengatasi kelangkaan pangan tersebut harus ada upaya untuk dapat meningkatkan laju produksi hasil-hasil pertanian secara signifikan dengan suatu terobosan upaya yang nyata. Negara – negara berkembang pada khususnya harus mengerahkan segala sumber dayanya untuk dapat memproduksi pangan yang cukup bagi rakyatnya. Upaya meningkatkan hasil – hasil pertanian secara nyata menarik para peneliti di berbagai lembaga penelitian untuk dapat menghasilkan tanaman – tanaman dengan tingkat produktifitas yang mengagumkan. Untuk itu pertanian harus diusahakan secara “modern” dengan menyediakan bibit unggul, pestisida, pupuk kimia dan melakukan mekanisasi pertanian.

Pengusahaan pertanian secara “modern” inilah yang disebut sebagai revolusi hijau. Revolusi hijau telah memainkan peranan yang sangat vital dalam mengatasi kelaparan di berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia. Dalam dekade awal,revolusi hijau mengalami perkembangan yang pesat dan dapat mencukupi kebutuhan pangan sesuai laju pertambahan penduduk dunia. Tidak terkecuali, negara kita juga menerapkan revolusi hijau yang menjadi prioritas program pemerintah pada masa Orde Baru. Segala upaya dan banyak dana disediakan untuk mendukung program ini sehingga pada tahun 1984, Indonesia pernah mencapai swadaya beras. Petani tidak banyak mempunyai pilihan didalam memilih jenis padi yang akan ditanam karena sudah ditentukan oleh Pemerintah. Revolusi hijau diterapkan diseluruh Indonesia terlebih pada daerah-daerah yang dikenal sebagai sentra produksi pangan tidak terkecuali di Kabupaten Magelang yang merupakan salah satu kabupaten penghasil pangan di Provinsi Jawa Tengah.

Pemerintah memperkenalkan kepada petani teknologi revolusi hijau dengan suatu asumsi bahwa teknologi tersebut akan meningkatkan produksi, dan dengan peningkatan produksi yang dicapai akan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran petani. Akhir tahun 1969 dengan adanya BIMAS dan INMAS sebagai pelaksana Revolusi Hijau, situasi pertanian dan pedesaan awalnya seolah nampak subur makmur dengan diperkenalkan bibit-bibit IR 5, IR. 8, IR 33, IR 64 dan seterusnya. Namun dalam jangka panjangnya ternyata sangat mengecewakan. Benih-benih lokal dipunahkan, budaya pertanian dipaksakan, petani dibodohkan menjadi petani paket, tidak mengulir budi. Proses pembodoan kaum tani tersebut terus berlanjut sampai kini, belum ada kesudahannya. Demikian juga pembunuhan bumi dan kaum tani berkelanjutan. Kaum tani semakin tergantung dari benih pabrik, pupuk buatan (Urea dan sejenisnya), pestisida kimia,dan lain - lain. (Utomo, 2007).

Kritik terhadap revolusi hijau adalah terlalu tergantung pada input tinggi,khususnya pupuk kimia dan insektisida kimia. Ratchel Carson secara dini sudah memperingatkan bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. Penulis buku Silent Spring yang merupakan salah satu ahli biologi kelautan mengungkapkan bahwa pestisida sebagai salah satu paket pertanian modern memiliki dampak yang bersifat toksik bagi organisme lain dan mengganggu ekologi tanaman. Kondisi yang demikian juga terjadi di Kabupaten Magelang. Seiring dengan berjalannya waktu akibat dari pemakaian pupuk dan pestisida kimia secara terus menerus menyebabkan kesuburan tanah berkurang dan terjadinya kerusakan lingkungan. Hasil analisa tanah yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Magelang dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah Tahun 2004 diperoleh hasil bahwa hampir semua lokasi di Kabupaten Magelang mempunyai kandungan N total rendah sampai sangat rendah (0,02 – 0,39%). Hal ini diduga karena di sebagian besar tanah di Kabupaten Magelang memiliki kandungan C organik yang relatif rendah (0,12 – 3,72%) sebagai akibat dari mulai berkurangnya penggunaan pupuk organik. Di sisi yang lain tanah-tanah di Kabupaten Magelang sudah sudah kaya akan unsur hara P. Tingginya unsur hara P dalam tanah disamping karena akumulasi dari proses pemupukan fosfat (TSP, SP 36 dan lain-lain) yang dilakukan selama bertahun-tahun juga disebabkan karena sebagian besar tanah-tanah di Kabupaten Magelang memiliki kandungan alofan yang cukup tinggi. Mineral alofan menjadi penyebab rendahnya efisiensi pemupukan P oleh karena kemampuannya mengikat unsur P sangat tinggi.

Revolusi hijau dengan asumsi yang mendasarkan pada pertumbuhan itu ternyata salah. Pertumbuhan produksi yang berhasil dicapai tidak mampu mengangkat kesejahteraan petani. Revolusi hijau justru meminggirkan petani. Petani menjadi tergantung pada perusahaan-perusahaan besar untuk menjalankan usaha pertanian mereka. Selain memarjinalkan petani revolusi hijau juga membawa dampak kerusakan yang luas terhadap lingkungan. Tanah persawahan semakin lama menjadi semakin keras dan bantat. Penggunaan pupuk kimia meningkat dari waktu kewaktu. Serangan hama menjadi semakin eksplosif dan menuntut penggunaan pestisida yang semakin meningkat pula. Pestisida tidak hanya mematikan hama tanaman tetapi juga memusnahkan banyak kehidupan yang lain. Dunia Barat, sebagai penggagas pertanian modern sudah lama menyadari dampak yang ditimbulkan dari penggunaan bahan-bahan kimia sintetis dalam dunia pertanian. Kini mereka sudah beralih kepada sistem pertanian tanpa bahan kimia sintetik atau yang dikenal dengan pertanian organik.

Pertanian organik di Magelang khususnya untuk tanaman padi sudah dirintis jauh
hari ketika revolusi hijau masih dilaksanakan secara represif dan kebebasan menanam
belum diperoleh para petani. Sawangan yang merupakan salah satu kecamatan di
Kabupaten Magelang dapat dikatakan sebagai daerah rintisan pertanian organik.
Pengembangan pertanian organik di Sawangan dirintis kelompok tani yang dibentuk
tahun 1996 oleh Rama Kirjito, pastor di Paroki Santo Yusup Pekerja Mertoyudan
Magelang. Mereka mengadakan pertemuan rutin seminggu sekali, termasuk dengan
perwakilan kelompok tani organik dari dari beberapa wilayah. Kelompok tani ini
awalnya mengkhususkan produknya pada padi varietas Rojolele dan Andelrojo yang
keduanya merupakan padi lokal. Saat itu segmen pasar sudah terbentuk, baik di
Magelang, Yogyakarta, dan sekitamya. Hotel Puri Asri, hotel yang cukup bergengsi di
Magelang secara rutin mengambil beras dari kelompok tersebut. Sayangnya, permintaan
pasar yang meningkat ketika itu tidak diikuti dengan pengawasan stabilitas mutu. Demi
memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat, ada oknum yang berlaku tidak jujur
dengan mencampurkan beras anorganik ke dalam beras kemasan organik. Akhimya
semua produk dikembalikan dan pasar tidak percaya lagi pada produk kelompok tani ini.
Sejak saat itu kegiatan mereka terhenti.

Para pelaku pertanian organik karena berasal dari latar belakang yang beragam
menyebabkan beragam pula motif dan kepentingan yang mendasarinya. Para pelaku
pertanian organik yang terlalu berorientasi pada keuntungan ekonomi sesaat seringkali
melupakan prinsip – prinsip dari pertanian organik yang terdiri dari prinsip kesehatan,ekologi, keadilan dan perlindungan. Orientasi ekonomi sering kali menyebabkan aspek perlindungan lingkungan menjadi suatu hal yang terabaikan.
Dalam kurun waktu yang kurang lebih sama, Mitra Tani, sebuah LSM yang berkantor di Yogyakarta mengembangkan pertanian ramah lingkungan di Kecamatan Sawangan. Pertanian ramah lingkungan merupakan sistem pertanian yang mengarah kepada pertanian organik tetapi dalam pelaksanaannya masih menggunakan pupuk pabrikan sebagai pupuk dasar. Mitra Tani kurang berhasil dalam mengembangkan sistem pertanian ini karena dalam beberapa hal kelompok-kelompok tani merasa sering “dimanfaatkan” oleh LSM. Banyak petani yang merasa diklaim secara sepihak sebagai anggota atau binaan LSM tersebut. Lahan sawah yang mereka kelola sering dimanfaatkan sebagai semacam “etalase” untuk berbagai kunjungan atau laporan kegiatan untuk kepentingan ekonomi / dana bantuan sementara pendampingan yang dilakukan tidak banyak dirasakan manfaatnya.

Tahun 2003 muncul kelompok tani baru di Sawangan dengan nama Paguyuban
Petani Lestari (P2L) yang memulai usaha dengan pembibitan ikan. P2L saat ini fokus
pada pengembangan padi organik lokal menthik wangi yang merupakan trade mark dari
Kecamatan Sawangan. Dari kurun waktu 2003 – sampai dengan saat ini, P2L mampu
menjaga produksi mereka secara berlanjut. Dengan perlakuan secara organik gabah hasil
produksi anggota dihargai lebih tinggi daripada gabah yang dikelola secara
konvensional. Produk yang dijual ke pasar dalam setiap bulannya antara 3 – 5 ton beras. P2L belum bisa memenuhi seluruh permintaan yang masuk karena keterbatasan lahan dan pendanaan. Kelompok mengalami kesulitan untuk mengajak petani yang lain
bergabung melaksanakan usaha tani padi mereka secara organik.

Para petani konvensional beranggapan apabila ia melakukan budidaya secara
organik ada banyak kesulitan yang akan dihadapi. Salah satu kesulitan terbesar, para
petani konvensional mempunyai kekhawatiran akan mengalami kesulitan dalam
memperoleh pupuk organik. Para petani belum melihat potensi lokal yang ada berupa
limbah pertanian yang tersedia melimpah yang dapat dikelola menjadi pupuk organik.
Para petani lebih senang membakar jerami atau limbah pertanian daripada
membenamkan jerami ke dalam tanah. Dengan melakukan pembakaran, petani menjadi
lebih mudah dalam menggarap lahan dan abu hasil pembakaran bisa langsung
dimanfaatkan menjadi pupuk. Jerami yang dibakar selain membawa manfaat juga
menimbulkan beberapa kerugian. Pembakaran akan menyebabkan pencemaran udara
dan menyebabkan hilangnya unsur hara dalam jumlah yang cukup banyak terutama
yang mudah menguap (Gambar 6.B).

Upaya perbaikan lingkungan terutama kondisi tanah baik yang berhubungan
dengan faktor fisik tanah, faktor kimia tanah maupun faktor hayati (biologis) tanah
melalui sistem pertanian organik membutuhkan kurun waktu yang cukup lama. Karena
alasan yang demikian seyogyanya lahan persawahan yang sudah dikelola secara organik
haruslah mendapat perlindungan supaya tidak tercemar oleh zat-zat kimia yang
merugikan. Kondisi di lapangan, para petani organik sering mengalami kekhawatiran
karena lahan persawahan mereka berdekatan dengan lahan pertanian hortikultura yang
masih menggunakan pupuk dan pestisida kimia sintetis secara intensif. Lahan pertanian
hortikultura dikelola oleh para petani pebisnis dengan cara menyewa puluhan hektar
lahan. Karena sifatnya menyewa, lahan pertanian hortikultura dapat berpindah di banyak lokasi sehingga semakin besar pula potensi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh model sistem pertanian yang demikian.

Di tengah berbagai keterbatasan yang dihadapi, P2L dengan para petani
anggotanya mampu membangun jaringan pasar dan mampu menjaga pasokan produk
beras organik secara rutin kepada konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa pertanian
organik dapat dikembangkan di Kecamatan Sawangan dan lebih luas lagi di Kabupaten
Magelang bertumpu pada potensi dan sumber daya lokal yang ada. Berbagai kegagalan
yang dialami oleh para pelaku pertanian organik sebelumnya bukan disebabkan oleh
faktor teknis budidaya tetapi karena disebabkan oleh hal-hal lain di luar faktor teknis. Melalui pertanian organik ada banyak keuntungan yang bisa diraih yaitu
keuntungan secara ekologis, ekonomis, sosial / politis dan keuntungan kesehatan.
Berbagai keuntungan tersebut selama ini masih terbatas dirasakan dan diyakini oleh para pelaku pertanian organik. Revolusi hijau dengan berbagai tawaran kemudahan semu
ternyata juga berpengaruh pada sikap mental para petani dengan menciptakan budaya
instan. Para petani dalam melaksanakan usaha pertanian menginginkan dapat
memperoleh hasil yang banyak dalam waktu singkat dan tidak terlalu direpotkan. Pupuk
organik yang bersifat ruah, oleh para petani konvensional dilihat sebagai sesuatu yang merepotkan dan membutuhkan lebih banyak tenaga untuk mengelola dan
memanfaatkannya. Demikian juga halnya dengan berbagai tanaman yang dapat
digunakan sebagai pestisida organik tidak lagi banyak dimanfaatkan karena selain
keterbatasan pengetahuan juga dipandang sebagai sesuatu yang merepotkan. Kesadaran
untuk mengelola lingkungan menjadi lebih baik sering kali dikalahkan oleh
pertimbangan teknis.

Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
mengembangkan sistem pertanian yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan,
pertanian organik menjadi salah satu pilihan yang dapat diambil. Pemerintah akhirnya
mempunyai komitmen untuk mengembangkan pertanian organik yang pada awal
revolusi hijau tidak mendapat perhatian yang memadai. Departemen Pertanian
mencanangkan Program Go Organik 2010 dengan berbagai pentahapannya yang
dimulai pada tahun 2001.

1.2. Perumusan Masalah
Revolusi hijau menimbulkan dampak negatif yang nyata terhadap lingkungan.
Hasil analisa tanah yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Magelang dan Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah Tahun 2004 membuktikan hal
tersebut. Pertanian Organik di Sawangan dirintis jauh hari ketika Revolusi Hijau masih dijalankan secara represif oleh pemerintah. Fakta di lapangan pertanian organik sempatberkembang dalam situasi yang demikian meskipun akhirnya ditinggalkan oleh pasar.Kondisi sekarang ketika para petani mempunyai kebebasan untuk menanam apa
saja dan memilih teknik budidaya yang dikehendaki pertanian organik belum menunjukkan perkembangan yang siginifikan baik dalam artian jumlah pelaku maupun
luasan lahan bahkan ketika pemerintah sudah mencanangkan Program Go Organik 2010.
P2L selama ini belum mampu memenuhi seluruh permintaan beras organik. Berbagai
keuntungan yang diperoleh dan dirasakan oleh para pelaku pertanian organik belum
menjadi daya tarik bagi para petani konvensional. Para pelaku pertanian padi organik belum mengacu pada standar tertentu yangdisepakati bersama. Selain belum adanya standar yang diacu bersama, adanyapemahaman yang beragam mengenai pertanian organik menyebabkan pertanian organik dimaknai secara berbeda-beda dan masing-masing pelaku pertanian organik menetapkan sendiri standar mereka masing-masing yang berbeda satu sama lain.Dari beberapa uraian di atas dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut;
1. Bagaimana kegiatan pertanian organik dilaksanakan di Kecamatan Sawangan ?
2. Bagaimana komitmen Pemerintah Kabupaten Magelang (cq Dinas Pertanian) dalam
mengembangkan pertanian organik ?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan melakukan analisis terhadap kendala yang dihadapi oleh para
petani organik dalam menjalankan dan mengembangkan usaha pertanian mereka di
Kecamatan Sawangan.
2. Merumuskan pendekatan perencanaan kebijakan pengembangan pertanian organik di
Kecamatan Sawangan

1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang berguna dalam:
1. Memberi masukan mengenai berbagai kendala yang dihadapi oleh petani dalam
menjalankan dan mengembangkan pertanian organik khususnya di Kecamatan
Sawangan dan Kabupaten Magelang secara umum.
2. Memberi masukan untuk perencanaan pengembangan pertanian organik sesuai
dengan potensi daerah dan kondisi masyarakat petani khususnya di Kecamatan
Sawangan dan Kabupaten Magelang secara umum.

Read more.....

Senin, 27 Juni 2011

KUOTA DAN PERSYARATAN SERTIFIKASI PENYULUH PERTANIAN

Berikut ini isi pokok surat Kepala Badan Penyuluhan Dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian Nomor 2130/KP.460/J/5/2011, tanggal 19 Mei 2011, tentang kuota sertifikasi penyuluh pertanian.
Sebagaimana telah diatur dalam UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (SP3K), bahwa Penyuluh Pertanian, Perikanan,dan Kehutanan selain sebagai pejabat fungsional jugs merupakan profesi. Bagi Penyuluh yang dinyatakan memenuhi persyaratan sertifikasi melalui uji kompetensi berhak (download file) memperoleh tunjangan profesi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2010 tentang Organisasi Kementerian Pertanian diyatakan bahwa Badan Penyuluhan Pertanian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) menyelenggarakan fungsi standardisasi dan sertifikasi SDM Pertanian.

Untuk mengimplementasikan peraturan perundang-undangan tersebut, Menteri Pertanian melalui Surat No. 388/Kp.410/M/8/2010 perihal : Pelaksanaan Sertifikasi Profesi Penyuluh Pertanian, menugaskan BPSDMP menyelenggarakan Sertifikasi Profesi Penyuluh Pertanian PNS. Rangkaian kegiatan Sertifikasi Profesi dimulai dari Diklat Pembekalan (Pra Asesmen), Diklat Profesi dan diakhiri dengan Uji Kompetensi (Asesmen) bagi Penyuluh Pertanian PNS.

Agar pelaksanaan sertifikasi profesi Penyuluh Pertanian PNS berjalan secara efektif dan efisien, BPPSDMP telah melakukan persiapan-persiapan yaitu :
1. Menerbitkan Pedoman Pelaksanaan Sertifikasi Profesi Penyuluh Pertanian PNS, Peraturan Kepala Badan PSDMP Nomor : 71/Per/Kp.460//6/2010;
2. Menerbitkan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sertifikasi Profesi Penyuluh Pertanian PNS, Peraturan Kepala Badan PPSDMP Nomor : 92/Per/Kp.460/J/05/11;
3. Menetapkan Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak I (LSP-PI), Lembaga Diklat Profesi (LDP), dan Tempat Uji Kompetensi (TUK).
4. Menyediakan anggaran kegiatan sertifikasi profesi/diktat di tingkat pusat dan UPT Pelatihan melalui APBN tahun 2011. Untuk Tahun 2011, Calon Penyuluh Pertanian PNS yang akan dipanggil mengikuti Diklat dan dilanjutkan dengan proses sertifikasi profesi yaitu; (1) Diklat Pembekalan sebanyak 880 orang dan (2) Diklat Profesi sebanyak 540 orang;
5. Menetapkan alokasi 880 Calon Peserta Diklat pembekalan bagi Penyuluh Pertanian PNS Kelompok Terampil dan Ahli Tahun 2011 per Provinsi dan Kabupaten/Kota (Lampiran 1);
6. Menetapkan alokasi 880 Calon Peserta Diklat Profesi Penyuluh Pertanian PNS dan tempat Diklat berdasarkan Sub Sektor (Tamanan Pangan, Hortikultura, Perternakan dan Perkebunan) per Provinsi, Tempat dan Jumlah Peserta Diklat Tahun 2011 (Lampiran 2);
7. Menetapkan tempat, alamat dan jadwal Diklat Pembekalan dan Diklat Profesi sekaligus sebagai tempat/jadwal Pra Asesmen dan Uji Kompetensi (Lampiran 3).

Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengharapkan kedasama Saudara untuk menugaskan Kepala yang menangani Kelembagaan Penyuluhan Pertanian di provinsi dan kabupaten/kota untuk menetapkan Penyuluh Pertanian PNS yang akan mengikuti kegiatan Sertifikasi profesi dengan ketentuan sebagai berikut;

1. Kepala Kelembagaan Penyuluhan Provinsi dan kabupaten/kota bersama-sama menetapkan nama Penyuluh Pertanian PNS sesuai dengan alokasi dari Kementerian Pertanian(LampAran 1) dan dirind berdasarkan sub sektor (Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan, Peternakan) dan kelompok jabatan fungsional (Lampiran 2);
2.
3. Mengirimkan daftar nama peserta Diklat Pembekalan kepada Balai Besar/Balai Diklat UPT Pelatihan Kementerian Pertanian (Lampiran 3) selambat-lambatnya tanggal 4 Juli 2011 dengan tembusan kepada : (a). Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian; (b). Kepala Pusat Pelatihan Pertanian dan (c). Kepala Pusat Pendidikan, Stanclardisasi dan Sertifikasi Profesi Pertanian selaku Kepala LSP-131;
4. Pembiayaan selama mengikuti Diklat dan Uji Kompetensi yang meliputi akomodasi/konsumsi dan biaya transportasi dibebankan pads Balai Besar/Balai Diklat UPT Pelatihan Pusat sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
5. Penyuluh Pertanian PNS yang dipanggil sebagai peserta Diklat Pembekalan wajib membawa kelengkapan persyaratan Pra Asesmen sesuai dengan yang tercantum pads Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sertifikasi Profesi Penyuluh Pertanian PNS;
6. Peserta yang tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan yang telah ditetapkan pads Pedoman/Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sertifikasi Profesi Berta ketentuan lain (Lampiran 4) yang tercantum pads Lampiran Surat ini akan dikembalikan ke instansi asal tanpa pengyandan transport dan biaya lainnya,
7. Pedoman Pelaksanaan Sertifikasi Profesi Penyuluh Pertanian PNS dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sertifikasi Profesi Penyuluh Pertanian PNS dapat diakses melalui website Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (www.deptan.go.id/bpsdmp/).
Atas perhatian dan kerjasama Saudara, kami ucapkan terima kasih.
Read more.....

Jumat, 24 Juni 2011

PETUNJUK TEKNIS / JUKNIS SERTIFIKASI PENYULUH PERTANIAN

Pendahuluan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan (SP3K) menyatakan bahwa Pekerjaan penyuluh pertanian
merupakan profesi. Selanjutnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Pembiayaan, Pembinaan, Dan Pengawasan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan menyatakan bahwa setiap penyuluh pertanian yang telah mendapat sertifikat profesi sesuai dengan standar kompetensi kerja dan jenjang jabatan profesinya, diberikan tunjangan profesi penyuluh. (download file)
Sebagai tindak lanjut dari semangat melaksanakan undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut telah ditetapkan standar kompetensi kerja nasional Indonesia bidang penyuluh pertanian melalui keputusan Meneteri Tenaga Kerja dan transmigrasi RI No. 29/Men/III/2010. Agar sertifikasi profesi penyuluh pertanian dp berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, telah ditetapkan pula peraturan Kepala Badan Nomor 71/Per/KP.460J/6/10 tentang Pedoman Pelaksanaan Sertifikasi Profesi penyuluh pertanian. Dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi serta penjaminan mutu pelaksanaan sertifikasi perlu ditetapkan petunjuk Teknis Pelaksanaan Sertifikasi Profesi penyuluh pertanian

Dasar Hukum
1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigras Ri I No.Kep. 29/Men/III/2010 Tentang Standar Kompetensi Kerja NasionaI Indonesia (SKKNI) Bidang Penyuluh Pertanian

2. Peraturan Kepala Badan Pengembang Sumber Daya Manusia Pertanian (BPSDMNP) No. 71/Per/KP.460J/6/10

3. Peraturan Kepala Badan Pengembang Sumber Daya Manusia Pertanian (BPSDMNP) No …………….tentang pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP-P1) Penyuluh pertanian.

4. Pedoman Badan nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) No. 206 tentang Persyaratan Umum Tempat Uji Kompetensi (TUK)
MOHON MA'AF FILE MASIH DALAM PROSES UPLOAD
Read more.....

Selasa, 14 Juni 2011

Hubungan Tingkat Adopsi Inovasi Petani Terhadap Penyuluhan Pemanfaatan Mikroorganisme Lokal.

ABSTRAK Penelitian ini dilakukan di Desa Besuk Kecamatan Klabang Kabupaten Bondowoso menunjukan bahwa petani mempunyai tigkat respon tinggi di daerah penelitian yaitu pendidikan mempunyai respon yang paling tinggi sehingga pelaksanaan pemanfaatan mikroorganisme lokal pada komoditas padi yang dianjurkan bisa dilakukan dengan baik oleh karena tersebut petani ini sudah berfikiran modern dan cukup mampu dalam usahatninya dan juga mempunyai keinginan untuk mencoba yang cukup tinggi.(download file)Hasil uji One-Sample t Test diperoleh nilai t hitung adalah 1.241 sedangkan dengan nilai t tabel untuk df = 40 pada taraf signifikan α =0.222 t tabel = 2.001.Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima artinya hubungan tingkat adopsi petani terhadap penyuluhan pemanfaatan mikroorganisme lokal
pada komoditi padi tegolong sangat diminati petani. Diantara Umur, pendidikan, luas lahan dan pengalaman bekerja yang paling berpengaruh terhadap adopsi inovasi petani terhadap penyuluhan pemanfaatan mikroorganisme lokal pada komoditi padi adalah variabel pendidikan.Melalui kegiatan penyuluhan dan pembinaan secara, rutin, teratur dan berkesinambungan dapat mendukung dan meningkatkan peran serta aktif petani. Dengan demikian dapat membangkitkan kreatifitas guna terwujudnya petani mandiri dan tangguh yang memiliki keterampilan dan respontif terhadap penerapan inovasi.Diharapkan pada petani untuk lebih giat lagi dan mencoba dalam menerapkan teknologi baru sehingga akan memaksimalkan pendapatan petani.
Read more.....

Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Usaha Sapi Potong Sistem Kereman

RINGKASAN
Penelitian dilaksanakan pada Bulan Juli sampai Agustus 2010, dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi usaha penggemukan sapi potong sistem kereman.Sampel yang digunakan 70 peternak, terdiri dari peternak sapi lokal 42 orang dan peternak sapi hasil kawin suntik sebanyak 28 orang. Metode penelitian yang (download file) digunakan dengan cara suvey. Hasil komputasi dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 17 menunjukkan koefisien determinasi (adjusted R2) 0.672 berarti 67,2% pendapatan (Y) dipengaruhi oleh variasi pengalaman (X1), jumlah keluarga (X2), biaya bibit (X3) dan biaya pembuatan kandang (X4),
sedangkan 32,8% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model yang terangkum dalam kesalahan random. Hal ini diperkuat dengan hasil analisis estimasi Uji F hitung diperoleh nilai 29,27 dengan taraf signifikan α < 0,01
Hasil analisis regresi parsial pengaruh pengalaman peternak (X1) terhadap pendapatan diperoleh koefisien 9976,151 dengan taraf signifikansi 0,096 atau α < 0,100, berarti pengalaman peternak berpengaruh nyata terhadap pendapatan, dengan kata lain bahwa kenaikan pengalaman berusahatani ternak sapi kereman selama 1 tahun dengan asumsi variabel lain tetap maka akan diikuti kenaikan pendapatan peternak sebesar Rp. 9.997,15. Koefisien regresi jumlah anggota keluarga (X2) 5.7250,592 dengan taraf signifikansi α = 0.211atau (α > 0,100), berarti variabel jumlah anggota keluarga berpengaruh tidak nyata terhadap perolehan pendapatan peternak. Koefisien regresi harga bibit ternak (X3) 0,251 taraf signifikansi α = 0,000 (α < 0,01), berarti harga bibit ternak berpengaruh nyata terhadap pendapatan peternak. Koefisien tersebut berimplikasi bahwa setiap kenaikan biaya pembelian bibit satu rupiah maka akan meningkatkan pendapatan peternak sebesar Rp 0,251 dengan asumsi faktor lain konstan. Sedangkan koefisien biaya pembuatan kandang (X4) -0.202 dengan taraf signifikansi α = 0.097 (α < 0,100) berarti biaya pembuatan kandang berpengaruh nyata terhadap pendapatan peternak. Sifat hubungan negatif, berarti setiap kenaikan biaya kandang Rp. 1,00 maka akan menurunkan pendapatan peternak sebesar Rp. 0,202. Hal ini terjadi karena peternak pada umumnya mengaplikasikan biaya pembuatan kandang yang berlebihan, padahal kandang ternak sapi kereman tidak membutuhkan ukuran yang terlalu besar, karena untuk mengurangi gerak dari sapi. Hasil analisis regresi variabel dummy kawin suntik didapat t hitung 4.5412 dengan taraf signifikansi α = 0.000) (α < 0, 01) berarti sapi kereman hasil kawin suntik berbeda dengan kawin alam dalam perolehan pendapatan peternak.
Read more.....

Minggu, 12 Juni 2011

PENDIDIKAN ORANG DEWASA (POD)

Pendahuluan
Pada dasarnya "orang dewasa" memiliki banyak pengalaman baik dalam bidang pekerjaannya maupun pengalaman lain dalam kehidupannnya. Tentu saja untuk menghadapi peserta pendidikan yang pada umumnya adalah "orang dewasa" dibutuhkan suatu strategi dan pendekatan yang berbeda dengan "pendidikan dan pelatihan" ala bangku sekolah, atau pendidikan konvensional yang sering disebut dengan pendekatan Pedagogis. Dalam praktek "pendekatan pedagogis" yang diterapkan dalam pendidikan dan pelatihan (DOWNLOAD FILE)seringkali tidak cocok. Untuk itu, dibutuhkan suatu pendekatan yang lebih cocok dengan "kematangan", "konsep diri" peserta dan "pengalaman peserta". Di dalam dunia pendidikan, strategi dan pendekatan ini dikenal dengan "Pendidikan Orang Dewasa" (Adult Education).
Pengertian
Malcolm Knowles dalam publikasinya yang berjudul "The Adult Learner, A Neglected Species" mengungkapkan teori belajar yang tepat bagi orang dewasa. Sejak saat itulah istilah "Andragogi" makin diperbincangkan oleh berbagai kalangan khususnya para ahli pendidikan.
Andragogi berasal dari bahasa Yunani kuno "aner", dengan akar kata andr- yang berarti laki-laki, bukan anak laki-laki atau orang dewasa, dan agogos yang berarti membimbing atau membina, maka andragogi secara harafiah dapat diartikan sebagai ilmu dan seni mengajar orang dewasa. Sedangkan istilah lain yang sering dipergunakan sebagai perbandingan adalah "pedagogi", yang ditarik dari kata "paid" artinya anak dan "agogos" artinya membimbing atau memimpin. Maka dengan demikian secara harafiah "pedagogi" berarti seni atau pengetahuan membimbing atau memimpin atau mengajar anak.
Karena pengertian pedagogi adalah seni atau pengetahuan membimbing atau mengajar anak maka apabila menggunakan istilah pedagogi untuk kegiatan pelatihan bagi orang dewasa jelas tidak tepat, karena mengandung makna yang bertentangan. Pada awalnya, bahkan hingga sekarang, banyak praktek proses belajar dalam suatu pendidikan yang ditujukan kepada orang dewasa, yang seharusnya bersifat andragogis, dilakukan dengan cara-cara yang pedagogis. Dalam hal ini prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak dianggap dapat diberlakukan bagi kegiatan pendidikan bagi orang dewasa.
Namun karena orang dewasa sebagai individu yang sudah mandiri dan mampu mengarahkan dirinya sendiri, maka dalam andragogi yang terpenting dalam proses interaksi belajar adalah kegiatan belajar mandiri yang bertumpu kepada warga belajar itu sendiri dan bukan merupakan kegiatan seorang guru mengajarkan sesuatu (Learner Centered Training / Teaching)
Asumsi-Asumsi Pokok
Malcolm Knowles dalam mengembangkan konsep andragogi, mengembangkan empat pokok asumsi sebagai berikut:
• Konsep Diri
Asumsinya bahwa kesungguhan dan kematangan diri seseorang, bergerak dari ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri sehingga mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dan mandiri. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa secara umum konsep diri anak-anak masih tergantung sedangkan pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian inilah orang dewasa membutuhkan untuk mendapatkan penghargaan orang lain sebagai manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri (Self Determination) dan mampu mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction). Apabila orang dewasa tidak menemukan dan menghadapi situasi dan kondisi yang memungkinkan timbulnya penentuan diri sendiri dalam suatu pelatihan, maka akan menimbulkan penolakan atau reaksi yang kurang menyenangkan. Orang dewasa juga mempunyai kebutuhan psikologis agar secara umum menjadi mandiri, meskipun dalam situasi tertentu boleh jadi ada ketergantungan yang sifatnya sementara.

Hal ini menimbulkan implikasi dalam pelaksanaan praktek pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan iklim dan suasana pembelajaran dan diagnosa kebutuhan serta proses perencanaan pendidikan.
• Peranan Pengalaman
Asumsinya adalah bahwa sesuai dengan perjalanan waktu seorang individu tumbuh dan berkembang menuju ke arah kematangan. Dalam perjalanannya, seorang individu mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman pahit-getirnya kehidupan, dimana hal ini menjadikan seorang individu sebagai sumber belajar yang kaya, dan pada saat yang bersamaan individu tersebut memberikan dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru. Oleh sebab itu, dalam teknologi pembelajaran orang dewasa, terjadi penurunan penggunaan teknik transmittal seperti yang dipergunakan dalam pelatihan konvensional dan menjadi lebih mengembangkan teknik yang bertumpu pada pengalaman. Dalam hal ini dikenal dengan "Experiential Learning Cycle" (Proses Belajar Berdasarkan Pengalaman).

Hal ini menimbulkan implikasi terhadap pemilihan dan penggunaan metoda dan teknik pembelajaran. Maka, dalam praktek pelatihan lebih banyak menggunakan diskusi kelompok, curah pendapat, kerja laboratori, sekolah lapangan (field school), melakukan praktek dan lain sebagainya, yang pada dasarnya berupaya untuk melibatkan peranserta atau partisipasi peserta pelatihan.
• Kesiapan Belajar
Asumsinya bahwa setiap individu semakin menjadi matang sesuai dengan perjalanan waktu, maka kesiapan belajar bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik ataupun biologisnya, tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan perubahan tugas dan peranan sosialnya.
Hal ini berbeda pada seorang anak, umumnya seorang anak belajar karena adanya tuntutan akademik atau biologisnya. Tetapi pada orang dewasa, kesiapan belajar ditentukan oleh tingkatan perkembangan mereka yang harus dihadapi dalam peranannya sebagai kader, pekerja, orang tua atau pemimpin organisasi.
Hal ini membawa implikasi terhadap materi pembelajaran dalam suatu pendidikan tertentu. Dalam hal ini tentunya materi pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan peran sosialnya.
• Orientasi Belajar
Asumsinya, pada anak (yang belajar) orientasi belajarnya ‘seolah-olah’ sudah ditentukan dan dikondisikan untuk memiliki orientasi yang berpusat pada materi pembelajaran (Subject Matter Centered Orientation). Sedangkan pada orang dewasa, memiliki orientasi belajar cenderung berpusat pada pemecahan permasalahan yang dihadapi (Problem Centered Orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa merupakan kebutuhan untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama dalam kaitannya dengan fungsi dan peranan sosial orang dewasa.
Selain itu, perbedaan asumsi ini disebabkan juga karena adanya perbedaan perspektif waktu. Bagi orang dewasa, belajar lebih bersifat untuk dapat dipergunakan atau dimanfaatkan dalam waktu segera. Sedangkan anak, penerapan apa yang dipelajari masih menunggu waktu hingga dia lulus dan sebagainya. Sehingga ada kecenderungan pada anak, bahwa belajar hanya sekedar untuk dapat lulus ujian dan memperoleh sekolah yang lebih tinggi.

Hal ini menimbulkan implikasi terhadap sifat materi pembelajaran atau pelatihan bagi orang dewasa, yaitu bahwa materi tersebut hendaknya bersifat praktis (menjawab kebutuhan) dan dapat segera diterapkan di dalam kenyataan sehari-hari.
Beberapa Implikasi Untuk Praktek
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan sementara beberapa perbedaan teoritis dan asumsi yang mendasari andragogi dan pedagogi (konvensional) yang menimbulkan berbagai implikasi dalam praktek.
Dalam pedagogi atau konsep pendidikan konvensional, karena berpusat pada materi pembelajaran (Subject Matter Centered Orientation) maka implikasi yang timbul pada umumnya peranan guru, pengajar, pembuat kurikulum, evaluator sangat dominan. Pihak murid atau peserta belajar lebih banyak bersifat pasif dan menerima. Paulo Freire, menyebutnya sebagai "Sistem Bank" (Banking System). Hal ini dapat terlihat pada hal-hal sebagai berikut:
• Penentuan mengenai materi pengetahuan dan ketrampilan yang perlu disampaikan yang bersifat standard dan kaku.
• Penentuan dan pemilihan prosedur dan mekanisme serta alat yang perlu (metoda & teknik) yang paling efisien untuk menyampaikan materi pembelajaran.
• Pengembangan rencana dan bentuk urutan (sequence) yang standard dan kaku
• Adanya standard evaluasi yang baku untuk menilai tingkat pencapaian hasil belajar dan bersifat kuantitatif yang bersifat untuk mengukur tingkat pengetahuan.
• Adanya batasan waktu yang demikian ketat dalam "menyelesaikan" suatu proses pembelajaran materi pengetahuan dan ketrampilan.
Dalam andragogi, peranan guru, pengajar atau pembimbing yang sering disebut dengan fasilitator adalah mempersiapkan perangkat atau prosedur untuk mendorong dan melibatkan secara aktif seluruh warga belajar, yang kemudian dikenal dengan pendekatan partisipatif. Dalam proses belajarnya melibatkan elemen-elemen:
• Menciptakan iklim dan suasana yang mendukung proses belajar mandiri.
• Menciptakan mekanisme dan prosedur untuk perencanaan bersama dan partisipatif.
• Diagnosis kebutuhan-kebutuhan belajar yang spesifik.
• Merumuskan tujuan-tujuan program yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan belajar.
• Merencanakan pola pengalaman belajar.
• Melakukan dan menggunakan pengalaman belajar ini dengan metoda dan teknik yang memadai.
• Mengevaluasi hasil belajar dan mendiagnosis kembali kebutuhan-kebutuhan belajar, sebagai sebuah proses yang tidak berhenti.
Oleh karena itu, dalam memproses interaksi belajar dalam pendidikan orang dewasa, kegiatan dan peranan fasilitator bukanlah memindahkan pengetahuan dan ketrampilan kepada peserta pelatihan. Peranan dan fungsi fasilitator adalah mendorong dan melibatkan seluruh peserta dalam proses interaksi belajar mandiri, yaitu proses belajar untuk memahami permasalahan nyata yang dihadapinya, memahami kebutuhan belajarnya sendiri, dapat merumuskan tujuan belajar, dan mendiagnosis kembali kebutuhan belajarnya sesuai dengan perkembangan yang terjadi dari waktu ke waktu.
Dengan begitu maka tugas dan peranan fasilitator bukanlah memaksakan program atau kurikulum dari atas atau dari NGO yang dibuat di balik meja –yang berjarak/terlepas – dari kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi peserta belajar.
Langkah-Langkah Pokok Dalam Proses belajar Partisipatif (Andragogi)
Berdasarkan pada implikasi andragogi untuk praktek dalam proses pembelajaran kegiatan pelatihan, maka perlu ditempuh langkah-langkah pokok sebagai berikut:
1. Menciptakan Iklim Pembelajaran yang Kondusif
Ada beberapa hal pokok yang dapat dilakukan dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim dan suasana yang kondusif untuk proses pembelajaran, yaitu:
• Pengaturan Lingkungan Fisik
Pengaturan lingkungan fisik merupakan salah satu unsur dimana orang dewasa merasa terbiasa, aman, nyaman dan mudah. Untuk itu perlu dibuat senyaman mungkin:
• Penataan dan peralatan hendaknya disesuaikan dengan kondisi orang dewasa.
• Alat peraga dengar dan lihat yang dipergunakan hendaknya disesuaikan dengan kondisi fisik orang dewasa.
• Penataan ruangan, pengaturan meja, kursi dan peralatan lainnya hendaknya memungkinkan terjadinya interaksi sosial.
• Pengaturan Lingkungan Sosial dan Psikologis
Iklim psikologis hendaknya merupakan salah satu faktor yang membuat orang dewasa merasa diterima, dihargai dan didukung. Untuk itu diperlukan:
• Fasilitator lebih bersifat membantu dan mendukung.
• Mengembangkan suasana bersahabat, informal dan santai.
• Menciptakan suasana demokratis dan kebebasan untuk menyatakan pendapat tanpa rasa takut.
• Mengembangkan semangat kebersamaan.
• Menghindari adanya pengarahan dari siapapun.
• Menyusun kontrak belajar yang disepakati bersama
2. Diagnosis Kebutuhan Belajar
Dalam andragogi tekanan lebih banyak diberikan pada keterlibatan seluruh warga/peserta belajar di dalam suatu proses melakukan diagnosis kebutuhan belajarnya:
• Melibatkan seluruh pihak terkait (stakeholder) terutama pihak yang terkena dampak langsung atas kegiatan itu.
• Membangun dan mengembangkan suatu model kompetensi atau prestasi ideal yang diharapkan
• Menyediakan berbagai pengalaman yang dibutuhkan.
• Lakukan perbandingan antara yang diharapkan dengan kenyataan yang ada, misalkan kompetensi tertentu.
3. Proses Perencanaan
Dalam perencanaan pendidikan hendaknya melibatkan semua pihak terkait, terutama yang akan terkena dampak langsung atas kegiatan pendidikan tersebut. Tampaknya ada suatu "hukum" atau setidak tidaknya suatu kecenderungan dari sifat manusia bahwa mereka akan merasa 'committed' terhadap suatu keputusan apabila mereka terlibat dan berperanserta dalam pengambilan keputusan. Untuk itu diperlukan:
• Libatkan peserta untuk menyusun rencana pendidikan, baik yang menyangkut penentuan materi pembelajaran, penentuan waktu dan lain-lain.
• Temuilah dan diskusikanlah segala hal dengan berbagai pihak terkait menyangkut pendidikan tersebut.
• Terjemahkan kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi ke dalam tujuan yang diharapkan dan ke dalam materi belajar.
• Tentukan pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas di antara pihak terkait siapa melakukan apa dan kapan.
4. Memformulasikan Tujuan
Setelah menganalisis hasil-hasil identifikasi kebutuhan dan permasalahan yang ada, langkah selanjutnya adalah merumuskan tujuan yang disepakati bersama dalam proses perencanaan partisipatif. Dalam merumuskan tujuan hendaknya dilakukan dalam bentuk deskripsi tingkah laku yang akan dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas. Dalam setiap proses belajar, tujuan belajar hendaklah mencakup tiga hal pokok yakni: kognitif, afektif, dan psikomotorik.
5. Mengembangkan Model Umum
Ini merupakan aspek seni dan arsitektural dari perencanaan pendidikan dimana harus disusun secara harmonis antara beberapa kegiatan belajar seperti kegiatan diskusi kelompok besar, kelompok kecil, urutan materi dan lain sebagainya. Dalam hal ini tentu harus diperhitungkan pula kebutuhan waktu dalam membahas satu persoalan dan penetapan waktu yang sesuai.
6. Menetapkan Materi dan Teknik Pembelajaran
Dalam menetapkan materi dan metoda atau teknik pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
• Materi pembelajaran hendaknya ditekankan pada pengalaman-pengalaman nyata dari peserta belajar.
• Materi belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan berorientasi pada aplikasi praktis. Bukan berarti materi yang disusun hanya bersifat pragmatis.
• Metoda dan teknik yang dipilih hendaknya menghindari teknik yang bersifat pemindahan pengetahuan dari fasilitator kepada peserta, tetapi akan lebih baik jika bersifat mendorong ketajaman analisis dan metodologi.
• Metoda dan teknik yang dipilih hendaknya tidak bersifat satu arah namun lebih bersifat partisipatif, atau dalam bahasa Freire “dialogis”.
7. Peranan Evaluasi
Pendekatan evaluasi secara konvensional (pedagogi) kurang efektif untuk diterapkan bagi orang dewasa. Untuk itu pendekatan ini tidak cocok dan tidaklah cukup untuk menilai hasil belajar orang dewasa. Ada beberapa pokok dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar bagi orang dewasa yakni:
• Evaluasi hendaknya berorientasi kepada pengukuran perubahan perilaku setelah mengikuti proses pembelajaran / pelatihan.
• Sebaiknya evaluasi dilaksanakan melalui pengujian terhadap dan oleh peserta belajar itu sendiri (Self Evaluation).
• Perubahan positif perilaku merupakan tolok ukur keberhasilan.
• Ruang lingkup materi evaluasi "ditetapkan bersama secara partisipatif" atau berdasarkan kesepakatan bersama seluruh pihak terkait yang terlibat.
• Evaluasi ditujukan untuk menilai efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan program pendidikan yang mencakup kekuatan maupun kelemahan program.
• Menilai efektifitas materi yang dibahas dalam kaitannya dengan perubahan sikap dan perilaku.
Demikian bahan bacaan singkat. Untuk lebih jelasnya harus diuji melalui kegiatan riel dilapangan. Terima kasih.






LUHT4108 Pendidikan Orang Dewasa
Modul pendidikan orang dewasa ini memiliki bobot 2 SKS dan akan membahas berbagai konsep dan prinsip yang berkaitan dengan pendidikan orang dewasa yang harus dipahami oleh penyuluh pertanian agar dapat digunakan untuk mengajar petani dalam kegiatan penyuluhan pertanian. Cakupan bahasan modul ini meliputi konsep dan prinsip sebagai berikut.
1. Pengertian pendidikan orang dewasa.
2. Perbedaan orang dewasa dan anak-anak.
3. Pengertian dan identifikasi gaya pembelajaran.
4. Jenis, ciri-ciri dan pemilihan gaya pembelajaran.
5. Mengenal corak kepribadian orang dewasa.
6. Dimensi penentu corak kepribadian orang dewasa.
7. Segi kuat dan segi lemah kepribadian orang dewasa.
8. Suasana pembelajaran orang dewasa.
9. Prinsip pendidikan orang dewasa.
10. Prinsip belajar orang dewasa.
11. Hakikat pendidik dalam pendidikan orang dewasa.
12. Pemandu dalam pendidikan orang dewasa.
13. Cara Belajar Lewat Pengalaman (CBLP) sebagai teknik pembelajaran orang dewasa.
14. (CBLP) Terstruktur dan Rencana Kepemanduan.
Keempat belas konsep dan prinsip ini saling berhubungan dan Baling terkait sehingga untuk mempelajarinya harus dilakukan secara berurutan dan tidak bisa dilakukan dengan meloncat-loncat. Tujuan akhir mempelajari modul ini adalah agar penyuluh pertanian dapat mengajar petani dalam kegiatan penyuluhan pertanian. Mengajar petani adalah mengajar orang dewasa, oleh karena itu muara dari keempat belas konsep dan prinsip tersebut di atas pada hakikatnya adalah teknik pembelajaran orang dewasa dan penyusunan Rencana Kepemanduan dalam pendidikan orang dewasa. Namun, untuk dapat mempelajari kedua prinsip tersebut, Anda terlebih dahulu perlu mempelajari konsep dan prinsip nomor 1 sampai dengan nomor 12. Adapun susunan modul yang akan dipelajari dalam buku materi pokok mata kuliah ini adalah sebagai berikut.
Modul pertama, membahas mengenai pengertian dan konsep pendidikan orang dewasa terdiri dari 3 kegiatan belajar. Kegiatan Belajar 1 membahas tentang Pengertian Pendidikan Orang Dewasa, Kegiatan Belajar 2 membahas tentang Perbedaan Orang Dewasa dan Anak-anak, dan Kegiatan Belajar 3 membahas tentang Implikasi Kegiatan Pendidikan Orang Dewasa.

Modul kedua, membahas mengenai gaya pembelajaran orang dewasa, terdiri dari 2 kegiatan belajar. Kegiatan Belajar 1 membahas tentang Pengertian dan Identifikasi Gaya Pembelajaran serta Kegiatan Belajar 2 membahas tentang Jenis, Ciri-ciri dan Pemilihan Gaya Pembelajaran.
Modul ketiga, membahas mengenai corak kepribadian orang dewasa dan terdiri dari 3 kegiatan belajar. Kegiatan Belajar 1 membahas tentang Mengenal Corak Kepribadian Orang Dewasa, Kegiatan Belajar 2 membahas tentang Dimensi Penentu Corak Kepribadian Orang Dewasa, serta Kegiatan Belajar 3 membahas tentang Segi kuat dan Segi Lemah Kepribadian Orang Dewasa.
Modul keempat, membahas mengenai prinsip pendidikan dan belajar orang dewasa, terdiri dari 3 kegiatan belajar. Kegiatan Belajar 1 membahas tentang Suasana Pembelajaran Orang Dewasa, Kegiatan Belajar 2 membahas tentang Prinsip Pendidikan Orang Dewasa, serta Kegiatan Belajar 3 membahas tentang Prinsip Belajar Orang Dewasa.
Modul kelima, membahas mengenai mengajar orang dewasa, terdiri dari 2 kegiatan belajar. Kegiatan Belajar 1 membahas tentang Hakikat Pendidik dalam Pendidikan Orang Dewasa dan Kegiatan Belajar 2 membahas tentang Pemandu dalam Pendidikan Orang Dewasa.

Modul keenam, membahas mengenai teknik pembelajaran orang dewasa dan terdiri dari 2 kegiatan belajar. Kegiatan Belajar 1 membahas tentang CBLP sebagai Teknik Pembelajaran Orang Dewasa serta Kegiatan Belajar 2 membahas tentang CBLP Terstruktur dan Rencana Kepemanduan.
Cara mempelajari Buku Materi Pokok Pendidikan Orang Dewasa adalah sebagai berikut.
1. Pelajari isi setiap modul dengan sebaik-baiknya dengan cara membaca dan mendiskusikannya dengan rekan Anda.
2. Melatih diri dengan menjawab soal-soal yang ada pada latihan dan tes formatif. Apabila telah selesai, kemudian bandingkan jawaban Anda dengan jawaban yang ada pada akhir setiap modul.
3. Apabila ada kesulitan, diskusikan dengan teman Anda.
4. Untuk lebih mendalami mengenai pengetahuan tentang pendidikan orang dewasa, diharapkan Anda dapat membaca buku-buku atau rujukan lainnya yang tercantum dalam referensi yang ada pada akhir setiap modul atau referensi lainnya.
Selamat mempelajari modul ini!
Modul 1
Kegiatan Belajar 1
Pengertian Pendidikan Orang Dewasa
Pendidikan Orang Dewasa atau Andragogi adalah ilmu tentang memimpin atau membimbing orang dewasa atau ilmu mengajar orang dewasa. Pendidikan orang dewasa berbeda dengan konsep pendidikan untuk anak-anak, yang sering disebut dengan istilah pedagogi.
Perbedaan antara konsep andragogi dan pedagogi adalah bahwa konsep andragogi berkaitan dengan proses pencarian dan penemuan ilmu pengetahuan yang dibutuhkan manusia untuk hidup, sedangkan konsep pedagogi berkaitan dengan proses mewariskan kebudayaan yang dimiliki generasi yang lalu kepada generasi sekarang.
Kegiatan Belajar 2
Perbedaan Orang Dewasa dan Anak-anak
Terdapat 4 (empat) konsep untuk membedakan antara orang dewasa dan anak-anak, yaitu (1) konsep diri, (2) konsep pengalaman, (3) konsep kesiapan belajar, dan (4) konsep perspektif waktu atau orientasi belajar.
Menurut konsep diri orang disebut dewasa, jika orang tersebut (1) mampu mengambil keputusan bagi dirinya, (2) mampu memikul tanggung jawab, dan (3) sadar terhadap tugas dan perannya.
Adapun menurut konsep pengalaman orang dewasa adalah kaya dengan pengalaman, tidak seperti botol yang kosong atau lembaran kertas yang bersih. Konsep kesiapan belajar menekankan bahwa orang disebut dewasa kalau sadar terhadap kebutuhannya dan kesadaran terhadap kebutuhan inilah yang akan menjadi sumber kesiapan untuk belajar. Sedangkan menurut konsep perspektif waktu atau orientasi belajar adalah bahwa orang dewasa belajar berpusat pada persoalan yang dihadapi sekarang, yaitu bagaimana menemukan masalah sekarang dan memecahkannya sekarang juga. Jadi, belajar sekarang untuk digunakan sekarang, bukan belajar sekarang untuk bekal masa datang.

Kegiatan Belajar 3
Implikasi Kegiatan Pendidikan Orang Dewasa
Dalam andragogi terdapat hubungan timbal balik di dalam transaksi belajar-mengajar, di mana hubungan pengajar dan pelajar adalah hubungan yang saling membantu. Dalam pedagogi terdapat hubungan ketergantungan (dependent) dari murid kepada guru, di mana hubungan guru dan murid adalah hubungan yang bersifat memerintah.
Dalam andragogi komunikasi banyak arah dipergunakan oleh semua yang hadir (pengajar dan pelajar) sebagai warga belajar, di mana pengalaman dari semua yang hadir dinilai sebagai sumber untuk belajar. Dalam pedagogi komunikasi satu arah terjadi antara guru dan murid, di mana pengalaman guru dinilai sebagai sumber utama untuk belajar.
Dalam andragogi pelajar mengelompokkan dirinya berdasarkan minat, di mana pengajar memfasilitasi untuk membantu pelajar menentukan kebutuhan belajarnya. Dalam pedagogi murid di-kelompokkan berdasarkan tingkatan atau kelas, di mana guru menyusun kurikulum untuk setiap tingkatan atau kelas tersebut.
Dalam andragogi belajar berorientasi pada pemecahan masalah, yaitu belajar sambil bekerja pada persoalan sekarang untuk dipergunakan sekarang juga. Dalam pedagogi orientasi belajarnya adalah pada mata pelajaran yang dipelajari oleh murid sekarang untuk bekal hidup di masa mendatang.

Daftar Pustaka
Knowles, M. (1973). Andragogy concepts for Adult Learning. Washington, D.C: U.S. Departement of Heatlth, Education and Welfare.
Knowles, M. (1978). The Adult Learner; A Neglected Spesies. 2nd Ed. Houston, Texas: Gulf Publishing Co.
Soedijanto. (1995). Bagaimana Mendidik Penyuluh Pertanian. Jakarta: FAO.
Soedijanto. (2003). Problem Solving Learning. Jakarta: Badan Pengembangan SDM Pertanian.
Soedijanto. (2003). Andragogi dalam Penyuluhan Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Modul 2
Gaya Pembelajaran Orang Dewasa
Kegiatan Belajar 1
Pengertian dan Identifikasi Gaya Pembelajaran
Gaya pembelajaran adalah gambaran kegiatan-kegiatan yang paling cocok dilakukan seseorang untuk mengembangkan kemampuan dirinya dalam pembelajaran. Identifikasi gaya pembelajaran dilakukan dengan mengisi instrumen penilaian gaya pembelajaran. Pada umumnya setiap orang memiliki semua jenis gaya pembelajaran, namun akan ada jenis gaya pembelajaran yang dominan yang akan digunakan untuk mengembangkan kemampuan dirinya dalam pembelajaran.
Kegiatan Belajar 2
Ciri-ciri gaya pembelajaran tergantung (dependent) adalah sebagai berikut.
1. Pengajar menyampaikan materi sajiannya dengan baik sekali, biasanya menggunakan metode kuliah dengan menggunakan alat peraga dan memberi kesempatan untuk melakukan tanya jawab.
2. Pengajar merencanakan secara detail semua kegiatan pembelajaran.
3. Pengajar merancang dan mengorganisasi pembelajaran, kemudian menjelaskannya kepada para pelajar.
4. Pengajar yang menetapkan materi yang diperlukan dalam pelajar.
5. Pelajar akan senang apabila pengajar menyajikan materinya dengan kuliah dan demonstrasi.
6. Pengajar memberitahukan hal-hal yang benar atau yang salah menurut pendapatnya.
7. Pengajar melakukan kontrol yang ketat terhadap diskusi yang akan dilakukan oleh pelajar sehingga waktu dapat dipergunakan dengan baik.
8. Pengajar memikul tanggung jawab penuh terhadap keberhasilan pembelajaran.
9. Pelajar menyerahkan sepenuhnya kepada pengajar mengenai jawaban pertanyaan atau hal-hal yang dianggapnya paling benar yang menyangkut materi pembelajaran.
10. Pengajar memutuskan apakah pelatihan dianggap berhasil atau gagal.
Ciri-ciri gaya pembelajaran kerja sama (collaborative) adalah sebagai berikut.
1. Pengajar ikut bersama-sama dengan para pelajar dalam kegiatan pembelajaran.
2. Pengajar bersama-sama dengan para pelajar bertanggung jawab terhadap penetapan materi pembelajaran.
3. Peran utama pengajar adalah mendorong para pelajar agar dapat bekerja sama, mengembangkan alternatif-alternatif, dan mengarah-kan mereka untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran.
4. Pengajar sebaiknya menerima ide atau pendapat para pelajar, walaupun sebenarnya dia tidak setuju.
5. Pengajar hendaknya membagi tanggung jawab bersama-sama dengan para pelajar untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
6. Pengajar memberikan kesempatan kepada pelajar untuk memberikan komentar dan mengungkapkan kebutuhan mereka untuk menyempurnakan program pendidikan.
7. Pengajar mengharapkan para pelajar dapat beradu pendapat dengannya.
8. Para pelajar diikutsertakan dalam penyusunan rencana pembelajaran.
9. Pengajar membantu para pelajar agar mereka dapat menentukan materi pembelajaran termasuk topik-topik yang akan dipelajari.
10. Pelajar bersama-sama dengan pengajar menentukan apakah pembelajaran bermanfaat atau tidak, apabila tidak bermanfaat, kemudian diputuskan langkah-langkah apa yang akan diambil mereka.
Modul 3

Corak Kepribadian Orang Dewasa
Kegiatan Belajar 1

Mengenal Corak Kepribadian Orang Dewasa
Mengenal corak kepribadian seseorang merupakan faktor penentu keberhasilan interaksi kegiatan pembelajaran dalam pendidikan orang dewasa. Interaksi antarwarga belajar adalah inti dari kegiatan pembelajaran dalam pendidikan orang dewasa. Interaksi antarwarga belajar akan terjadi apabila ada kontak dan komunikasi di antara mereka
Kegiatan Belajar 2
Dimensi Penentu Corak Kepribadian Orang Dewasa
Ada empat dimensi yang menentukan corak kepribadian seseorang, yaitu sebagai berikut.
1. Dimensi 1 : Tertutup (T) – Terbuka (B).
2. Dimensi 2 : Idealis (I) – Praktisi (P).
3. Dimensi 3 : Perasa (R) - Pemikir (F).
4. Dimensi 4 : Mediator (M) – Kontroler (K).

Kegiatan Belajar 3

Segi Kuat dan Segi Lemah Kepribadian Orang Dewasa

Dari berbagai corak dimensi kepribadian orang dewasa, terdapat nilai-nilai atau segi kekuatan dan nilai-nilai atau segi kelemahan. Hal ini menggambarkan bahwa setiap manusia memiliki sisi kuat dan sisi lemah, tidak ada yang sempurna.
Dalam berinteraksi, kekuatan seseorang diharapkan dapat menutup kelemahan orang lain sehingga tercipta hubungan yang harmonis tanpa ada perselisihan.


Daftar Pustaka

Tough, A. (1971). The Adult’s Learning Process. The Ontario Institute for Studies and Education.

Soedijanto. (1994). Pengembangan Metodologi Pendidikan melalui Pendidikan Guru Pertanian. Badan Pendidikan dan Pelatihan Pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian.

Soedijanto. (1994). Teknik Dasar Interaksi Belajar. Badan Pendidikan dan Pelatihan Pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian.

Soedijanto. (1998). Pendekatan Psikologis dan Participatory dalam Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: FAO..

Modul 4
1. Prinsip Pendidikan dan Belajar Orang Dewasa

Kegiatan Belajar 1

Suasana Pembelajaran Orang Dewasa

Untuk menciptakan pembelajaran orang dewasa yang efektif dan efisien diperlukan suasana yang menggambarkan berikut ini.
1. Kumpulan manusia aktif.
2. Saling hormat menghormati.
3. Saling menghargai.
4. Saling mempercayai.
5. Penemuan diri.
6. Tidak mengancam.
7. Keterbukaan.
8. Mengakui corak kepribadian.
9. Membenarkan adanya perbedaan.
10. Mengakui hak.
11. Untuk melakukan penilaian bersama.

Untuk menciptakan suasana pembelajaran orang dewasa yang efektif dan efisien perlu diterapkan prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa dan prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa.

Kegiatan Belajar 2

Prinsip Pendidikan Orang Dewasa

Untuk menciptakan suasana pembelajaran orang dewasa yang efektif dan efisien perlu diterapkan sepuluh prinsip pendidikan orang dewasa, yaitu sebagai berikut.
1. Prinsip kemitraan.
2. Prinsip pengalaman nyata.
3. Prinsip kebersamaan.
4. Prinsip partisipasi.
5. Prinsip keswadayaan.
6. Prinsip kesinambungan.
7. Prinsip manfaat.
8. Prinsip kesiapan.
9. Prinsip lokalitas.
10. Prinsip keterpaduan.

Kegiatan Belajar 3

Prinsip Belajar Orang Dewasa

Untuk menciptakan suasana pembelajaran orang dewasa yang efektif dan efisien perlu diterapkan sebelas prinsip belajar orang dewasa, yaitu sebagai berikut.
1. Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila dia secara penuh mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran.
2. Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila materinya menarik bagi dia dan ada kaitannya dengan kehidupannya sehari-hari.
3. Orang dewasa akan belajar dengan sebaik mungkin apabila apa yang dipelajari bermanfaat dan dapat diterapkan.
4. Dorongan semangat dan pengulangan terus-menerus akan membantu orang dewasa untuk belajar lebih baik.
5. Orang dewasa akan belajar sebaik mungkin apabila dia mempunyai kesempatan yang memadai untuk mengembangkan pengetahuannya, sikapnya dan keterampilannya.
6. Proses belajar orang dewasa dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman yang lalu dan daya pikirnya.
7. Saling pengertian yang lebih baik akan membantu pencapaian tujuan pembelajaran.
8. Orang dewasa akan lebih banyak belajar dari situasi kehidupan nyata.
9. Orang dewasa tidak dapat memusatkan perhatian untuk waktu yang lama kalau hanya mendengar saja.
10. Orang dewasa mencapai retensi tertinggi melalui kombinasi kata-kata dan visual.
11. Orang dewasa akan cenderung mengulang kembali perilaku yang dipuji.

Daftar Pustaka


Soedijanto. (1994). Pengembangan Metodologi Pendidikan melalui Pendidikan Guru Pertanian. Badan Pendidikan dan Pelatihan Pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian.

Soedijanto. (1994). Teknik Dasar Interaksi Belajar. Badan Pendidikan dan Pelatihan Pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian.

Soedijanto. (1994). Bagaimana Mendidik Penyuluh Pertanian Orang Dewasa. Jakarta: FAO.

Soedijanto. (2002). Pedoman Diklat Kemitraan. Jakarta: Badan Pengembangan SDM Pertanian.

Soedijanto. (2002). Pendidikan Orang Dewasa dalam Penyuluhan Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Modul 5
Mengajar Orang Dewasa
Kegiatan Belajar 1
Hakikat Pendidik dalam Pendidikan Orang Dewasa Pendidik dalam pendidikan orang dewasa pada hakikatnya adalah pendamping belajar dari orang dewasa yang:
1. tidak dapat dipisahkan dari situasi kehidupan nyata;
2. penuh dengan pengalaman;
3. penuh dengan tanggung jawab;
4. mampu mengambil keputusan yang paling baik bagi dirinya;
5. sadar terhadap tugas dan perannya;
6. sadar dan mengerti akan kebutuhannya;
7. selalu ingin menjawab tantangan yang dihadapinya;
8. selalu ingin memperbaiki kualitas kehidupannya;
9. selalu terikat pada kehidupan masyarakatnya atau kelompoknya;
10. ingin mandiri untuk menemukan dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya;
11. belajar sekarang untuk dipergunakan sekarang juga.
Kegiatan Belajar 2
Pemandu dalam Pendidikan Orang Dewasa
Ciri-ciri pemandu dalam pendidikan orang dewasa adalah sebagai berikut.
1. Menjadi anggota kelompok yang diajar.
2. Mampu menciptakan iklim pembelajaran yang baik.
3. Mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi, rasa pengabdian dan idealisme untuk kerjanya.
4. Memikirkan orang lain.
5. Menyadari kelemahannya, mampu mengembangkan tingkat keterbukaan, kekuatannya dan tahu di antara kekuatan yang dimiliki dapat menjadi kelemahan pada situasi tertentu.
6. Dapat melihat permasalahan dan menentukan pemecahannya.
7. Peka dan mengerti perasaan orang lain lewat pengamatannya.
8. Mengetahui bagaimana meyakinkan dan memperlakukan orang.
9. Selalu optimis dan mempunyai iktikad baik terhadap orang lain.
10. Menyadari bahwa perannya bukan mengajar, tetapi menciptakan iklim untuk belajar.
11. Menyadari bahwa segala sesuatu mempunyai segi positif dan negatif.
12. Sikap pemandu dalam pendidikan orang dewasa adalah:
13. Tidak berusaha menonjolkan diri.
14. Selalu berusaha memfasilitasi dan menggugah proses berpikir pelajar.
15. Selalu bersama untuk menjalin kerja sama dengan pelajar dengan cara menghargainya dan menghormatinya.
16. Selalu mengembangkan proses dialog horizontal dengan pelajar dan bukan merupakan komunikasi satu arah.
17. Tidak menggurui.
Tindakan nyata pemandu dalam pendidikan orang dewasa adalah sebagai berikut.
1. Mendengarkan pendapat pelajar.
2. Turun bersama-sama pelajar untuk mengetahui masalah yang dihadapi mereka.
3. Berdiskusi secara terbuka dengan pelajar tentang masalah mereka dan bukan berbicara selaku orang yang lebih tahu terhadap orang yang tidak mengetahui atau lebih tinggi kedudukannya terhadap orang yang lebih rendah.
4. Menghormati pelajar dengan meng"orang"kannya, yaitu dengan mengajukan pertanyaan, menaruh perhatian, membantu mereka menemukan jawaban pertanyaan mereka sendiri, dan tidak pernah memberikan jawaban pertanyaan pelajar secara langsung.
Ciri-ciri orang dewasa yang akan ikut menentukan keberhasilan proses belajarnya yang perlu dipahami oleh pemandu adalah sebagai berikut.
1. Orang dewasa mempunyai pengalaman-pengalaman.
2. Orang dewasa mempunyai tendensi dapat menentukan kehidupan-nya sendiri.
3. Orang dewasa lebih suka menerima saran-saran ketimbang digurui.
4. Orang dewasa memberikan perhatian lebih pada hal-hal yang menarik baginya
5. dan menjadi bagian dari kebutuhannya.
6. Orang dewasa lebih suka dihargai daripada diberikan hukuman atau disalahkan.
7. Orang dewasa biasa menilai rendah terhadap kemampuannya.
8. Orang dewasa lebih menyenangi hal-hal yang bersifat praktis.
9. Orang dewasa membutuhkan waktu belajar yang relatif lebih lama, akrab dan menjalin hubungan yang erat.
Daftar Pustaka
Soedijanto. (1994). Pengembangan Metodologi Pendidikan melalui Pendidikan Guru Pertanian. Badan Pendidikan dan Pelatihan Pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian. Soedijanto. (1994). Teknik Dasar Interaksi Belajar. Badan Pendidikan dan Pelatihan Pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian. Soedijanto. (1994). Bagaimana Mendidik Penyuluh Pertanian Orang Dewasa. Jakarta: FAO. Soedijanto. (2002). Pedoman Diklat Kemitraan. Jakarta: Badan Pengembangan SDM Pertanian. Soedijanto. (2002). Pendidikan Orang Dewasa dalam Penyuluhan Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Modul 6

Kegiatan Belajar 1
Cara Belajar Lewat Pengalaman (CBLP) sebagai Teknik Pembelajaran Orang Dewasa

Teknik pembelajaran yang biasa digunakan untuk pembelajaran orang dewasa adalah teknik pembelajaran CBLP. Penyelenggaraan CBLP harus memenuhi 4 syarat, yaitu (1) Partisipasi aktif, (2) Tanggung jawab penuh, (3) Pembelajaran dalam kelompok, (4) Berorientasi kepada kebutuhan.
Kelebihan teknik pembelajaran CBLP, antara lain (1) Mampu menumbuhkan rangsangan bagi pelajar untuk menemukan sendiri hasil belajarnya; dan (2) Menempatkan pelajar sebagai manusia seutuhnya atau subjek pembelajar.
Adapun langkah-langkah daur CBLP terdiri atas 5 tahap, yaitu (1) Mengalami, (2) Mengemukakan pengalaman, (3) Mengolah pengalaman, (4) Menyimpulkan, dan (5) Menerapkan atau meng-aplikasikan.

Kegiatan Belajar 2

CBLP Terstruktur dan Rencana Kepemanduan
Urutan pelaksanaan CBLP dalam setiap session pembelajaran adalah sebagai berikut.
1. Pengantaran:
a. Membangun iklim pembelajaran.
b. Klarifikasi tujuan pembelajaran.
2. Pelaksanaan:
a. Alami.
b. Kemukakan.
c. Olah.
d. Simpulkan.
e. Aplikasi.
3. Penutup:
a. Evaluasi hasil pembelajaran.
b. Tindak lanjut.

Adapun komponen RK terdiri atas berikut ini.
1. Topik pembelajaran.
2. Tujuan pembelajaran.
3. Kegiatan pembelajaran.
Read more.....

PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL PTT)

Komoditi tanaman pangan memiliki peranan pokok sebagai pemenuh kebutuhan pangan, pakan dan industri dalam negeri yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan. Sehingga dari sisi Ketahanan Pangan Nasional fungsinya menjadi amat penting dan strategis.(Download file)Komoditi padi berperan untuk memenuhi kebutuhan pokok karbohidrat masyarakat, sedangkan jagung, dan kedelai terutama untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pangan olahan dan pakan.

Upaya peningkatan produksi padi, jagung, dan kedelai yang terfokus pada penerapan SL-PTT tahun 2010 pada areal seluas 2.950.000 Ha telah berhasil menjadi pemicu dalam meningkatkan produksi padi 2,46 %, dan jagung 1,22 %. Berdasarkan hasil penerapan SL-PTT tahun 2010, maka pada tahun 2011 fokus kegiatan tersebut akan dilanjutkan menjadi seluas 2.778.980 Ha untuk padi non hidrida, padi hibrida, padi gogo, untuk areal jagung hibrida seluas 206.730 Ha, dan areal kedelai seluas 300 ribu Ha.
Pelaksanaan SL-PTT tahun 2011 akan mendapat fasilitasi/dukungan penyediaan benih padi non hibrida, padi hibrida, padi gogo, jagung hibrida, dan kedelai melalui Bantuan Benih Unggul.
SL-PTT merupakan Sekolah Lapangan bagi petani dalam menerapkan berbagai teknologi usahatani melalui penggunaan input produksi yang efisien menurut spesifik lokasi sehingga mampu menghasilkan produktivitas tinggi untuk menunjang peningkatan produksi secara berkelanjutan.
Dalam SL-PTT petani dapat belajar langsung di lapangan melalui pembelajaran dan penghayatan langsung (mengalami), mengungkapkan, menganalisis, menyimpulkan dan menerapkan (melakukan/mengalami kembali), menghadapi dan memecahkan masalah-masalah terutama dalam hal teknik budidaya dengan mengkaji bersama berdasarkan spesifik lokasi.
Melalui penerapan SL-PTT petani akan mampu mengelola sumberdaya yang tersedia (varietas, tanah, air dan sarana produksi) secara terpadu dalam melakukan budidaya di lahan usahataninya berdasarkan kondisi spesifik lokasi sehingga petani menjadi lebih terampil serta mampu mengembangkan usahataninya dalam rangka peningkatan produksi padi, jagung, dan kedelai. Namun demikian wilayah diluar SL-PTT akan tetap dilakukan pembinaan peningkatan produksi sehingga produksi dan produktivitas tahun 2011 dapat meningkat.
B. Tujuan dan Sasaran
1. Tujuan
a. Menyediakan acuan pelaksanaan SL-PTT padi, jagung, dan kedelai untuk mendukung kegiatan peningkatan produksi tahun 2011 di provinsi dan kabupaten/kota.
b. Meningkatkan koordinasi dan keterpaduan pelaksanaan peningkatan produksi melalui kegiatan SL-PTT padi, jagung, dan kedelai antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
c. Mempercepat penerapan komponen teknologi PTT padi, jagung, dan kedelai oleh petani sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola usahataninya untuk mendukung peningkatan produksi nasional.
d. Meningkatkan produktivitas, produksi dan pendapatan serta kesejahteraan petani padi, jagung, dan kedelai.
2. Sasaran
a. Tersedianya acuan pelaksanaan SL-PTT padi, jagung, dan kedelai untuk mendukung kegiatan peningkatan produksi tahun 2011 di provinsi dan kabupaten/kota.
b. Terkoordinasi dan terpadunya pelaksanaan peningkatan produksi melalui kegiatan SL-PTT padi, jagung, dan kedelai antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
c. Teradopsinya berbagai alternatif pilihan komponen teknologi PTT padi, jagung, dan kedelai oleh petani sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam mengelola usahataninya untuk mendukung peningkatan produksi nasional.
d. Meningkatnya produktivitas padi non hibrida sekitar 0,5 – 1,0 ton/Ha pada areal SL-PTT seluas 2,2 juta Ha, padi hibrida sekitar 1,5 – 2,5 ton/Ha pada areal SL-PTT seluas 228 ribu Ha, padi gogo sekitar 0,5 – 1,0 ton/Ha pada areal SL-PTT seluas 350 ribu Ha, jagung hibrida sekitar 2,0 – 3,0 ton/Ha pada areal SL-PTT seluas 206 ribu Ha, dan kedelai sekitar 0,5 ton/Ha pada areal SL-PTT seluas 300 ribu Ha.
e. Mendukung tercapainya produksi padi tahun 2011 sebesar 70,59 juta ton GKG, produksi jagung sebesar 22 juta ton PK, dan produksi kedelai sebesar 1,56 juta ton BK
C. Pengertian – Pengertian dalam SL-PTT
1. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) adalah suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani melalui perbaikan sistem / pendekatan dalam perakitan paket teknologi yang sinergis antar komponen teknologi, dilakukan secara partisipatif oleh petani serta bersifat spesifik lokasi. Komponen teknologi dasar PTT adalah teknologi yang dianjurkan untuk diterapkan di semua lokasi. Komponen teknologi pilihan adalah teknologi pilihan disesuaikan dengan kondisi, kemauan, dan kemampuan.
2. Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) adalah suatu tempat Pendidikan non formal bagi petani untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengenali potensi, menyusun rencana usahatani, mengatasi permasalahan, mengambil keputusan dan menerapkan teknologi yang sesuai dengan kondisi sumberdaya setempat secara sinergis dan berwawasan lingkungan sehingga usahataninya menjadi efisien, berproduktivitas tinggi dan berkelanjutan.
3. Laboratorium Lapangan (LL) adalah kawasan / area yang terdapat dalam kawasan SL-PTT yang berfungsi sebagai lokasi percontohan, temu lapang, tempat belajar dan tempat praktek penerapan teknologi yang disusun dan diaplikasikan bersama oleh kelompoktani / petani.
4. Pemandu Lapangan (PL) adalah Penyuluh Pertanian, Pengamat Organisme Pengganggu Tanaman (POPT), Pengawas Benih Tanaman (PBT) yang telah mengikuti pelatihan SL-PTT.
5. Pemahaman Masalah dan Peluang (PMP) atau Kajian Kebutuhan dan Peluang (KKP) adalah tahapan pendekatan PTT yang diawali dengan kelompoktani melakukan identifikasi masalah peningkatan hasil padi di wilayah setempat dan membahas peluang kemungkinan mengatasi masalah tersebut.
6. POSKO I - V adalah Pos Simpul Koordinasi sebagai tempat melaksanakan koordinasi dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan SL-PTT, POSKO yang dimaksud adalah POSKO yang telah ada misalnya POSKO P2BN.
7. Rencana Usahatani Kelompok (RUK) adalah rencana kerja usahatani dari kelompoktani untuk satu periode musim tanam yang disusun melalui musyawarah dan kesepakatan bersama dalam pengelolaan usahatani sehamparan wilayah kelompoktani yang memuat uraian kebutuhan, jenis, volume, harga satuan dan jumlah uang yang diajukan untuk pembelian saprodi.
8. Pupuk Organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, antara lain pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos (humus) berbentuk padat yang telah mengalami dekomposisi.
9. Pengawalan dan Pendampingan oleh Peneliti adalah kegiatan yang dilakukan oleh peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) didukung oleh peneliti UK/UPT Lingkup Badan Litbang Pertanian guna meningkatkan pemahaman dan akselerasi adopsi PTT dengan menjadi narasumber pada pelatihan, penyebaran informasi, melakukan uji adaptasi varietas unggul baru, demo-plot, dan supervisi penerapan teknologi.
10. Pengawalan dan Pendampingan oleh Penyuluh adalah kegiatan yang dilakukan oleh Penyuluh guna meningkatkan penerapan teknologi spesifik lokasi sesuai rekomendasi BPTP dan secara berkala hadir di lokasi khususnya lokasi LL dalam rangka pemberdayaan kelompoktani sekaligus memberikan bimbingan kepada kelompok dalam penerapan teknologi.
11. Pengawalan dan Pendampingan oleh POPT (Pengawas Organisme Pengganggu Tanaman) adalah kegiatan pendampingan oleh Pengawas OPT dalam rangka pengendalian hama terpadu.
12. Pengawalan dan Pendampingan oleh Pengawas Benih Tanaman adalah kegiatan pendampingan oleh Pengawas Benih dalam rangka pengawasan benih.
13. Wilayah Fokus adalah lokasi peningkatan produktivitas di areal SL-PTT.
14. Wilayah Non-Fokus adalah lokasi peningkatan produktivitas di luar areal SL-PTT.
15. Carry Over adalah sisa pertanaman kegiatan tahun berjalan tetapi produksi tidak berkontribusi pada tahun tersebut, dan akan berkontribusi pada tahun berikutnya.
16. Kelompoktani adalah sejumlah petani yang tergabung dalam satu hamparan / wilayah yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan untuk meningkatkan usaha agribisnis dan memudahkan pengelolaan dalam proses distribusi, baik itu benih, pestisida, sarana produksi dan lain-lain.
17. Swadaya adalah semua upaya yang berasal dari modal petani sendiri.

18. Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) adalah sejumlah tertentu benih varietas unggul bermutu padi non hibrida, padi hibrida, padi gogo, jagung hibrida, dan kedelai yang disalurkan oleh pemerintah secara gratis kepada petani (kelompoktani) yang ditetapkan.
19. Cadangan Benih Nasional (CBN) adalah sejumlah tertentu benih padi, jagung, dan kedelai yang memenuhi spesifikasi teknis, dan merupakan milik pemerintah pusat yang pengadaannya bersumber dari dana APBN.

II. KERAGAAN, SASARAN DAN TANTANGAN PRODUKSI TAHUN 2011

A. Keragaan produksi

Produksi padi dalam 5 tahun terakhir meningkat rata-rata 4,93 %/tahun, dari 54,45 juta ton GKG pada tahun 2006 menjadi 65,98 juta ton GKG pada tahun 2010 (ARAM III) sedangkan laju peningkatan produktivitas baru mencapai 2,16 %/tahun sebagaimana terlihat dalam Tabel 1.
Read more.....