Selasa, 03 Februari 2009

Perdagangan Internasional dengan Market Based Approach

I. Pendahuluan
Sejalan dengan semakin miningkatnya liberalisasi perdagangan dan investasi antar negara , keterkaitan antara kebijakan perdagangan dan kebijakan persaingan menjadi semakin penting. Liberalisasi perdagangan tanpa disertai dengan upaya menjaga persaingan yang sehat dikhawatirkan akan menyebabkan semakin meningkatnya konsentrasi di beberapa industri dan pada akhirnya akan mengurangi

tingkat persaingan.
Bagaimanapun, agar dapat bersaing secara efektif dipasar dunia yang mengalami globalisasi, semakin diperlukan perhatian kearah peningkatan akses pasar baik bagi perusahaan maupun bagi produk itu sendiri. Di kawasan di mana hambatan-hambatan masuk tidak ada sekalipun, namun pelaksanaan kebijakan antitrust masih belum berjalan dengan efektif, akan membatasi masuknya pendatang baru di dalam pasar. Dengan demikian, titik pusat perhatian telah beralih dari kebijakan perdagangan kearah kebijakan persaingan. Kebijakan persaingan dapat dipandang sebagai katup pengaman guna menjamin bahwa perusahaan- perusahaan disuatu negara tidak memiliki posisi dominant dengan mengorbankan perusahaan-perusahaan lain di samping juga menjamin terciptanya persaingan yang sehat.
Keberhasilan ekonomi global juga mengharuskan negara-negara bersaing secara efektif di pasar internasional, walaupun negara tersebut memiliki pasar lokal yang besar, namun banyak negara tersebut melakukan liberalisasi kompetitif. Demikian pula negara-negara yang terbiasa dengan tradisi proteksionis, seperti Perancis dan negara-negara yang menerapkan strategi substiutusi impor seperti Amerika Latin serta negara-negara bekas komunis mulai dari Uni Soviet sampai Vietnam, mulai membuka pasar dengan melakukan liberalisasi kompetitif
Pertimbangan yang mendasari perubahan tersebut adalah, kenyataan bahwa strategi substitusi impor dan juga autarkis yang kebanyakan dianut beberapa negara dunia ketiga, menampakan kelemahan yang mendasar setelah negara-negara tersebut terperangkap krisis utang pada tahun 1980an, dan pula terjadi perubahan kebijakan yang berorientasi keluar (outward looking).
Perubahan-perubahan dalam lingkugan dunia , dengan demikian , terdapat dua kecenderungan yang mempengaruhi perdagangan dan investasi luar negeri yaitu :
1.Pemerintah pada umumnya telah membebaskan aliran modal, tehnologi, manusia dan barang (liberalisasi kompetitif), dan
2.Peningkatan tehnologi informasi memungkinkan para manajer uantuk mengarahkan kegiatan-kegiatan perusahaan di berbagai kawasan dari jarak jauh.
Akibatnya persaingan global semakin meningkat dan memaksa perusahaan- perusahaan untuk mengupayakan produk- produk dengan kualitas yang lebih baik dan biaya lebih rendah. Untuk menekan biaya, perusahaan-perusahaan itu telah memindahkan sebagian kegiatan produksi ke negara-negara dengan biaya rendah, dan melalui akuisisi dan merger, sampai meningkatkan ukuran perusahaan untuk mencapai skala ekonomis. Meningkatkan penjualan dengan membuka pasar-pasar baru, juga akan memberikan skala ekonomi yang lebih besar bagi sistim manufaktur (pabrikasi), terutama jika perusahaan menjual produk-produk yang sama di semua pasar.
Persaingan global yang meningkat, seperti tersebut diatas akan mendorong manajemen untuk membuka pasar-pasar baru, baik dengan mengambil bagian pasar (market share) dari para pesaing, maupun masuk ke wilayah dengan pasar-pasar yang tingkat persaingannya kecil.
Dengan demikian, maka dalam melakukan perdagangan internasional diperlukan pendekatan yang berorientasi pasar (Market based strategy). Paradigma Market Based, selalu mengawali pemikiran dengan melihat pasar terlebih dulu, dengan melakukan analisis lingkungan eksternal (industri) dan dengan melihat organisasi yang dinamis, khususnya terhadap competitors,customers,suppliers dan produk substitusi, dibuatlah strategi bersaing yang diletakan bagaimana memproteksi pasar dengan cara membuat rintangan bagi pesaing agar mengalami kesulitan untuk dapat memasuki pasar (barriers to entry) .
Pendekatan pasar (Market Based Approach = MB), memulai strateginya dengan melihat pasar yang menarik (attractive market) sampai pada penciptaan strategi pemenangkan dengan menciptakan nilai (winning strategies for value creation), seperti yang digambarkan dalam diagram berikut:
Masing-masing tahapan dalam gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.Market Atractiveness = daya tarik pasar internasional dan pertumbuhannya.
2.Competitive Position = mengidentifikasi posisi persaingan.
3.Generic Strategy = menentukan strategi yang dapat digunakan secara sendiri– sendiri maupun kombinasi .
4.Competitive Strategy = menentukan strategi bersaing yaitu tindakan-tindakan ofensif ataupun defensif guna menciptakan posisi aman (defendable position) terhadap kelima kekuatan persaingan.
5.Competitive Advantage = unggul dalam persaingan.
6.Winning Strategy for Value Creation = Strategi yang memenangkan .

Dengan tahapan-tahapan tersebut, keberhasilan satu tahapan akan mempengaruhi keberhasilan tahapan yang lain sesudahnnya, selanjutnya akan tercapai sasaran terpenting dari strategi yaitu kinerja keuangan yang unggul dan langgeng melalui keunggulan kompetitif yang langgeng (Sustainable Competitive Advantage = SCA). Jika hal ini dicapai oleh suatu negara, maka kesejahteraan masyarakat di negara tersebut akan meningkat dengan meningkatnya arus perdagangan dengan negara-negara lain.
Permasalahan yang muncul adalah:
1.Apakah suatu negara dalam mencapai kemakmuran masyarakatnya dengan melakukan perdagangan internasional, dapat dicapai dengan menggunakan satu-satunya pendekatan ,yaitu Market Based Approach, khususnya dalam menghadapi persaingan global.
2.Bagaimanakah gambaran keberhasilan negara – negara atau perusahaan-perusahaan di dunia yang mengambil jalan perdagangan internasional dengan paradigma MB.
3.Bagi Indonesia,negara yang secara potensiil memiliki sumber daya alam primer melimpah, sementara dalam melakukan perdagangan internasionalnya tetap mengandalkan hasil produk primer tersebut, bagaimanakan pendekatan MB dapat diterapkan setidaknya dalam tataran konsepsional.
Untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut berikut akan diberikan paparan secara singkat, baik dari segi teoritis maupun pengalaman babarapa negara, terutama negara maju dalam bidang ekonomi seperti Amerika Serikat,Uni Eropa dan Jepang. Ketiganya adalah negara industri, yang dalam era globalisasi saat ini adalah negara yang berperan penting dalam memepengaruhi perdagangan internasional, dan pula akan mempengaruhi setiap arah perubahan perekonomian dunia.

II. Tinjauan teoritis Market Based Approach.

Market Based Strategy (MBS) sering dikonotasikan dengan pemikiran Michael Porter , dengan karya Comparative Advantage of Nation yang diterbitkan pada tahun 1980. Keunggulan suatu bangsa dalam suatu industri dapat dijelaskan dengan melihat kekuatan-kekuatan persaingan dalam industri tersebut pada pasar domestik suatu negara atau pasar internasional, dimana keadaan persaingan dalam suatu industri tergantung pada lima kekuatan persaingan pokok, seperti terlihat pada gambar 2:
Kekuatan-kekuatan tersebut selanjutnya oleh Porter disebutnya sebagai aspek-aspek struktural dalam industri. Analisa struktural terhadap industri dapat digunakan untuk mendiagnosis persaingan industri di setiap negara ataupun di pasar internasional, meskipun situasi institusional dapat berlainan. Dengan analisa ini apat ditentukan kekuatan tekanan/gaya persaingan suatu industri dan karenanya dapat ditentukan pula kemampulabaan industri dan pula dapat ditemukan posisi perusahaan didalam industri, dimana perusahaan dapat melindungi diri sendiri dengan sebaik-baiknya terhadap tekanan persaingan itu atau dapat mempengaruhi tekanan tersebut ke arah positif.
Dalam menanggulangi kelima kekuatan persaingan tersebut, ada tiga pendekatan strategi generik yang secara potensial akan berhasil untuk mengungguli perusahaan lain dalam suatu industri:
1. Keunggulan biaya menyeluruh.
2. diferensiasi.
3. fokus
ad.1 Keunggulan biaya menyeluruh
Perusahaan berusaha keras untuk mencapai biaya yang rendah relatif terhadap pesaing, dalam produksi maupun distribusi, sehingga perusahaan dapat menetapkan harga yang lebih rendah dari pesaingnya dalam industri untuk memenangkan bagian pasar yang lebih besar. Perusahaan yang menerapkan strategi ini harus unggul dalam keahlian tehnik, pembelian bahan baku dan pembuatan produk, distribusi dan ketrampilan dalam pemasaran. Penerapan strategi ini memerlukan investasi modal awal yang besar untuk peralatan modern, penetapan harga yang agresif dan kerugian awal untuk membina bagian pasar.
ad.2 Diferensiasi.
Perusahaan memusatkan usahanya untuk menciptakan ciri produk yang khas dan program pemasaran yang mantap sehingga akan tampil menjadi perusahaan yang menonjol dalam industri. Kebanyakan pelanggan akan suka memiliki produk keluaran perusahaan tersebut jika harganya tidak terlalu tinggi. Strategi ini kadang-kadang dapat menghambat pencapaian bagian pasar yang tinggi, tetapi akan mendapatkan kesetiaan pelanggan dan akan mendapatkan posisi yang baik terhadap produk pengganti daripada pesaingnya. Diferensiasi dapat berupa beberapa bentuk : citra rancangan, tehnologi,, karakteristik khusus, pelayanan pelanggan,jaringan penyalur atau dimensi lainnya. Idealnya perusahaan harus mendeferensiasikan dirinya kedalam beberapa dimensi. Strategi ini akan menghasilkan margin yang lebih tinggi yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kekuatan pemasok, dan jelas mengurangi kekuatan pembeli karena tidak mempunyai alternatif yang dapat dibandingkan sehingga oleh karena itu kurang peka terhadap harga.
ad.3 Fokus.
Perusahaan memusatkan ( fokus ) pada kelompok pembeli, segmen lini produk, atau pasar geografis tertentu. Strategi ini dibangun untuk melayani target tertentu secara baik, dan semua kebijakan fungsional dikembangkan atas dasar pemikiran ini. Strategi ini didasarkan pemikiran bahwa perusahaan dengan demikian akan mampu melayani target strategisnya yang sempit secara lebih efektif dan efisien ketimbang pesaingnya yang melayani dengan lebih luas.Akibatnya, perusahaan akan mencapai diferensiasi karena mampu memenuhi target tertentu engan lebih baik, atau mencapai biaya lebih rendah karena melayani target ini, atau keduanya.
Dengan strategi generik tersebut diatas , perusahaan dapat mengidentifikasi sumber-sumber dan kekuatan dari lima kekuatan persaingan yang luas dan menentukan sifat persaingan di dalam industri, juga menentukan strategi awal, baik yang bersifat terpisah atupun kombinasi, sehingga dengan demikian dapat ditentukan potensi laba yang yang akan diperolehnya. Namun strategi tersebut harus didalami dengan strategi bersaing yang meliputi dimensi-dimensi :spesialisasi,identifikasi merk,dorongan versus tarik,seleksi saluran,mutu produk,kepeloporan tehnologi,integrasi vertikal,posisi biaya,pelayanan,kebijakan harga,leverage,hubungan dengan perusahaan induk dan hubungan dengan pemerintah sendiri dan asing.
Asumsi dasar dari bekerjanya pemikiran tersebut bagi kesejahteraan negara adalah bahwa diantara beberapa negara sudah menganut rezim liberalisasi, sehingga hambatan masuk untuk mencari pasar-pasar baru tidak mengalami hambatan. Selanjutnya Porter juga menganggap persaingan yang sehat diantara perusahaan nasional sebagai salah prasyarat bagi terciptanya ekonomi nasional yang kuat, karena itu diperlukan kebijakan persaingan yang masuk akal dibanding kebijakan perdagangan. Kebijakan persaingan mempunyai arah utuk membuka pasar, mengawasi praktek-praktek anti persaingan, dan menghapuskan berbagai hambatan masuk ke dalam pasar. Pendapat tersebut juga didukung dengan Paul Krugman, bahwa peluang bagi suatu negara untuk mencapai bentuk peningkatan kesejahteraan yang berbeda melalui pengurangan strategis dari hambatan-hambatan impor. Ini berarti kebijakan persaingan juga merupakan prasyarat bagaimana MBS dapat diterapkan, mengingat selama hambatan-hambatan masuk ke suatu negara belum dikurangi, strategi membuka pasar-pasar baru bagi perusahaan juga akan mengalami kesulitan.
Garis besar Teori Porter, menyatakan bahwa empat jenis variabel akan mempunyai dampak atas kempampuan perusahaan-perusahaan lokal di suatu negara untuk menggunakan sumber-sumber negara itu guna memperoleh keunggulan kompetitif:
1. Kondisi-kondisi permintaan- sifat dasar dari permintaan domestik. Apabila para pelanggan sebuah perusahaan sedang mempunyai permintaan, ia akan memproduksi produk yang berkualitas tinggi dan inovatif, dan akan memperoleh keunggulan kompetitif dimana tekanan domestik lebih kecil.
2. Kondisi-kondisi faktor- level dan komposisi faktor produksi.Kekurangan karunia alam telah menyebabkan bangsa-bangsa melakukan investasi dalam penciptaan faktor-faktor lanjutan, seperti pendidikan angkatan kerjanya, pelabuhan bebas dan sistim komunikasi maju, untuk memungkinkan industri-industri mereka bersaing secara global.
3. Industri-industri terkait dan pendukung – para pemasok dan jasa dukungan industri.
4. Strategi, struktur dan persaingan perusahaan – perluasan persaingan domestik, adanya hambatan masuk, serta organisasi dan gaya manajemen perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang terkena persaingan berat di pasar-pasar domestiknya, secara konstan akan meningkatkan efisiensinya, yang membuat mereka lebih kompetitif secara internasional.

III. Strategi MB pada Beberapa Negara/Persh Dunia

Paparan berikut tidak sepenuhnya menjelaskan bagaiman bekerjanya, MBA pada beberapa negara sesuai dengan tahapan-tahapan yang dikehendaki Porter, tetapi gambaran ,bagaimana kekuatan-kekuatan persaingan dan distribusi di dunia telah mendasarkan pada paradigma Market Based, sehingga oleh karena itu negara-negara tersebut memperoleh peningkatan daya saing dan kesejahteraannya. Negara-negara tersebut bukan negara yang memiliki, sumber daya alam (karunia) yang melimpah, seperti Jepang dan “ Macan Asia “ (Korea Selatan, Hongkong, Singapura) namun negara-negara tersebut mengambil jalan yang berani untuk menangkap peluang-peluang pasar dunia sambil mempersiapkan diri dengan kebijakan domestik yang menarik bagi negara maju lebih dulu, untuk menanamkan investasi ke negara-negara tersebut.
Demikian pula, paparan ini hasil ringkasan singkat yang didasarkan sepenuhnya pada buku Donald A. Ball dan Wendell H. McCulloch, khususnya Bab 13.
A.Persaingan Pada Tingkat Makro (Persaingan Nasional)
Persaingan nasional adalah kemampuan para produsen sebuah bangsa untuk bersaing dan sukses di pasar-pasar dunia dan dengan impor di pasar-pasar domestik.
Amerika Serikat.
Amerika Serikat (AS)tertinggal dalam daya saing nasionalnya sejak tahun 1970 – 1980, dimana impor memperoleh bagian yang besar dipasar AS, ketika nilai dolar naik pada tahun 1980, biaya tenaga kerja per unit AS melambung, menyebabkan impor meningkat dan ekspor turun. Pada tahun 1985 ketika nilai dolar kembali merosot-biaya tenaga kerja mulai turun dan ekspor AS menjadi lebih bersaing dalam harga.. Pada saat turunya dolar banyak perusahaan AS yang mendapat pesaing dari perusahaan-perusahaan Eropa dan Jepang yang membeli perusahaan AS karena murahnya dollar, dan pula besarnya pasar, tersedianya bahan baku, pasar modal yang telah maju serta stabilitas politik, telah menarik investor kedua negara tersebut untuk masuk. Dari tahun 1980 – 1984 perusahaan asing mengambil alih lebih dari 150 perusahaan Amerika dengan nilai $ 10 miliar pertahun, tahun 1985 dibeli 197 perusahaan , tahun 1986, 264 , tahun 1987 , 220 perusahaan dan tahun 1988 dibeli 307 perusahaan, kenaikan total nilai $ 55 miliar pada tahun 1988.
Pemerintah AS menerapkan beberapa kebijakan untuk memberikan iklim yang konduksif bagi lingkungan bisnis serta peningkatan daya saing nasionalnya, yaitu :
• Pembaharuan perpajakan komprenshif, mengurangi korporasi dan pajak atas penghasila,memperluas basis pajak serta liberalisasi pasar-pasar keuangan.
• Super 301, klausul dari RUU,yang mengharuskan perwakilan dagang AS, memeriksa hambatan-hambatan ekspor dan memberikan ancaman balik pada negara asing.
• Memperketat penerapan UU Dumping, Memusatkan pda peningkatan pendidikan bangsa, dan deregulasi industri
• Membentuk Dewan Penyusun Kebijakan Daya Saing (1992) dan Dewan Daya Saing (yang sifatnya non partisan dan nirlaba ) untuk menentukan klasifikasi kekuatan daya saing industri-industri AS, dimana A (kuat), b (kompetitif); C (lemah dan D (merugi), sekaligus menentukan dimana industri-industri AS yang rentan terhadap persaingan juga menentukan penyebabnya.
• Manajemen, dengan melakukan perubahan yang luas untuk menaikan produktifitas.
• Penelitian, dengan menaikan anggaran penelitian sampai tingkat $ 120 miliar empat kali yang dikeluarkan Jepang.
• Investasi dalam Pabrik dan Peralatan, yang sampai th 1996 modal AS naik 7,5 %.
• Buruh.Kebijakan untuk memberikan pandangan jangka pada serikat-serikat buruh..
Dengan kebijakan tersebut AS memperoleh kembali daya saingnya berdasar pada pemeringkatan Indek Daya Saing (Competitiveness Indexs) yang dibuat oleh Council of Competitiveness (Dewan Daya Saing). Dari delapan faktor,AS menempati urutan pertama untuk, perekonomian domestik, internasionalisasi, keuangan, prasarana dan iptek, manajemen (3) Pemerintah (7) dan rakyat ( 12 ).

Uni Eropa
Uni Eropa (UE) membentuk sebuah kawasan perdagangan bebas disebut kawasan Ekonomi Eropa (European Economic Area = EEA),yang beranggotakan 15 negara Uni Eropa dan tiga negara EFTA ( European Free Trade Area) serta tiga negara bukan Uni Eropa (Norwegia, Islandia dan Liechenstein).
Daya saing UE telah merosot sejak 1996, dengan indikator pertumbuhan volume impor tahun 1995 = 5%,tahun 1996 = 2,5% dan ekspor 1996 = 4 % turun dibandingkan rata-rata 1990-1995 yang 5%. Merosotnya daya saing UE ini, disebabkan beberapa faktor yaitu : lebih banyak menggunakan “ low tehnology”, biaya tenaga kerja yang mahal, peraturan pemerintah,khususnya Perancis dan Jerman yang melindungi pabrikan lokal. Persaingan negara-negara UE dengan AS atau pun Jepang, lebih banyak merugikan UE, terutama untuk produk-produk dengan tehnologi tinggi dan manufakturing, dengan banyaknya perusahaan di kedua negara yang menanamkan modalnya di UE. Pada periode 1994–1998, UE memperkenalkan Program Kerangka Keempat untuk memperbaiki kekurangannya dengan melakukan penelitian-penelitian yang melibatkan perusahaan-perusahaan, untuk menghadapi produsen dari Jepang khususnya. Pada tahun 1999, dilanjutkan dengan Program Kerangka Kelima untuk tehnologi tinggi, seperti mikro chip.
Pasar-pasar Uni Eropa, banyak yang mensyaratkan penerapan ISO 9000 untuk produk-produk yang masuk kenegara tersebut (dari 5 perangkat standard). Hal ini merupakan standard untuk keunggulan kompetitif untuk pasar UE.

Jepang.
Selama dekade tahun 1990 an, daya saing Jepang meningkat akibat kenaikan yen terhadap dolar yang dimanfaatkan oleh Jepang untuk menanamkan modal ke negara-negara Asia, untuk mengambil keuntungan dari buruh yang murah, lahan dan komponen-komponen pabrik yang murah. Selanjutnya mengekspor produk murah ke bagian dunia yang lain, termasuk melakukan impor dari cabang-cabang perusahaan Jepang di Asia tersebut, yang memungkinkan dapat bersaing dengan produk AS dan Eropa di negaranya sendiri. Persaingan Jepang dengan AS, banyak memberikan surplus perdagangan pada Jepang, sehingga memaksa AS membuat reaksi dengan beberapa kebijakan untuk membuka pintu impor Jepang terhadap AS. Persaingan Jepang dengan negara-negara Asia, dilakukan dengan strategi “hollowing out”, yakni perusahaan menutup fasilitas-fasilitas produksinya dan menjadi organisasi pemasaran dari perusahaan asing, tetapi perusahaan tersebut tetap melakukan fabrikasi dengan relokasi ke wilayah yang biayanya lebih murah. Strategi ini menciptakan kelompok regional yang mampu bersaing di dunia

Negara Berkembang dan NIE (New Industrial Economic )
Dalam beberapa dekade negara-negar berkembang NIE, mampu bersaing dengan negara-negara yang lebih dulu maju, seperti tampak pada Korea Selatan yang mampu bersaing di seluruh dunia. Strategi globalisasi yang dilakukan, membawa chaebol Korea untuk memiliki pabrik-pabrik di AS, Eropa dan Asia yang memproduksi TV, VCR, microchip, mobil, dan alat-alat rumah tangga dengan penjualan total $ 71 mliar th 1996.
Negara-negara lain dari NIE, seperti Singapura dan Hongkong, juga mulai memasuki pasar dunia dengan memanfaat investasi yang ditanam di negara tetangganya serti Cina, Muangthai dan Indonesia, dengan biaya murah, sehingga mampu bersaing di pasar=pasar AS atau Eropa.

B. Analisa Kekuatan Kompetitif.
Dalam penelitian yang dilakukan terhadap 100 perusahaan Amerika terbesar th 1997, oleh The Futures Group, menemukan sebagian besar (82%) perusahaan dengan pendapatan $ 10 miliar, mempunyai sistim intelejen yang terorganisasi. Sistim ini untuk menganalisis pesaing dengan informasi kompetitif yang diperolehnya. Pengumpulan informasi persaingan telah dilakukan sejak lama, tetapi saat ini mereka melakukan analisis pesaing, karena 2 hal: (1). Persaingan yang meningkat telah menciptakan kebutuhan akan suatu pengetahuan mengenai kegiatan para pesaing, (2). Perusahaan hendaknya mempunyai sistim intelejen pesaing ( competitor intelegence systim- CIS ). Selain itu banyak perusahaan di dunia yang mempekerjakan seorang konsultan spesialis analisa pesaing untuk menyediakan informasi.

C.Sumber-sumber Informasi Kompetitif.
Lima sumber informasi mengenai kekuatan,kelemahan,ancaman dan pesaing perusahaan 1).didalam perusahaan,(2).bahan-bahan publikasi, termasuk basis data komputer,(3) para pemasok/pelanggan,(4) karyawan-karyawan pesaing,(5) observasi langsung.
Semua sumber informasi ini telah digunakan oleh industri-industri di AS dan negara-negara lain.

D.Anggota Saluran Distribusi Internasional.
Beberapa pilihan saluran distribusi untuk menghubungkan produsen dengan pemakai luar negeri yaitu: (1) mengekspor tidak langsung,seperti di AS dan Eropa dikenal EMC (Export Management Companies ), di Jepang , sogo sosha, di Korea mirip yang di Jepang ; (2) mengekspor langsung atau (3) memproduksi di luar negeri, seperti banyak dilakukan perusahaan besar di dunia.

Seperti yang telah dipaparkan tersebut diatas, kecenderungan perusahaan-perusahaan besar di negara-negara maju (AS,UE dan Jepang) serta NIE, melaksanakan paradigma MB, dengan segala strategi dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk mendukung bagaimana ,keunggulan kompetitif yang selanjutnya akan mensejahterakan masyarakat dapat dicapai.

IV. Indonesia dalam konsepsi MB
Indonesia, negara dengan sumber daya alam yang melimpah, terutama untuk bahan primer seperti produk-produk pertanian dalam arti luas dan pertambangan, selama ini dalam perdagangan internasional, tetap mengandalkan ekspor hasil–hasil primer tersebut, dimana untuk produk-produk pertanian/perkebunan sangat peka terhadap waktu dan tempat. Padahal mengandalkan ekspor hasil pertanian primer dalam jangka panjang tidak lagi memiliki nilai kompetitif yang tinggi, karena tren harga riilnya yang terus turun sejak 100 tahun yang lalu. Demikian pula dengan harga bahan mentah hasil pertambangan, karena kemajuan tehnologi, industri telah beralih dari padat bahan ke penggunaan bahan yang lebih sedikit, sehingga oleh karena itu kebutuhan bahan menjadi lebih sedikit dan harga riilnya terus menurun.
Kondisi yang demikian, dan dengan perubahan lingkungan ekonomi dunia yang semakin global, memaksa untuk dilakukannya penerapan-penerapan strategi yang dapat meningkatkan daya saing nasional, dengan penataan industri-industri yang berbasis bahan primer tersebut. Penataan strategi industri yang mengarah pada penciptaan daya saing, secara konsepsional, dan dengan pendekatan MB awal,seperti yang berikut :
1.Membentuk struktur industri, ditentukan aturan permainan dalam bidang kebijakan produk, pendekatan pemasaran dan strategi harga, sehingga terjamin posisi persaingan dalam jangka panjang.
2.Eksternalitas dan Perkembangan Industri ,keseimbangan yang harus tetap dijaga antara kepentingan industri secara umum dan kepentingan masing-masing perusahaan dalam mempertahankan pasar.
3.Peranan yang berubah dari Para Pemasok dan Saluran, para pemasok jika industri bertambah kuat, harus bersedia untuk menanggapi kebutuhan yang semakin beragam. Demikian pula saluran distribusi menyediakan diri untuk investas dalam fasilitas dan jasa-jasa pendukung seperti periklanan.
4.Menggeser rintangan mobilitas, untuk kepentingan perkembangan industri yang semakin efisien, rintangan-rintangan mobilitas faktor ataupur harus dihilangkan sejak awal industri di strukturkan.
Beberapa konsep awal tersebut, tidak dapat dijalankan oleh kalangan industrialis secara sendiri-sendiri tanpa peranan pemerintah, terutama dalam menfasilitasi tumbuhnya industri baru.

V. Kesimpulan.
Dari bahasan yang disampaikan diatas maka dapat disimpulakan sebagai berikut :
1. Globalisasi merupakan gejala perekonomian dunia yang akan menjadi tantangan setiap negara, sekali gus mencirikan bahwa setiap negara bergantung kepada negara lain (saling ketergantungan).
2. Dalam menghadapi era persaingan global, kebijakan perdagangan telah bergeser dari kebijakan perdagangan ke arah kebijakan persaingan. Era ini ditandai dengan munculnya teori – teori yang mendukung SCA (Sustainable Comparative Advantage).
3. Salah satu strategi, menghadapi persaingan global, pendekatan pasar (market based approach) menjadi pilihan banyak negara, terutama negara dengan bagin pasar dunia yang besar yaitu : AS, Uni Eropa dan Jepang. MB ditempuh dengan tidak hanya mendasarkan pada resource domestik, tetapi juga resource negara lain yang melimpah, tetapi tidak digunakan secara efisien.
4. Perdagangan Internasional di Indonesia , mungkin mengambil jalan perdagangan luar negeri negara lain mengigat di Indonesia juga berlimpah resource yang dapat mendukung diterapkannya MB.
VI. Daftar Pustaka:
Agus Pakpahan,DR, Politik Ekonomi Kebangkitan Perkebunan Di Indonesia, Gaperindo, Jakarta, 2004.
Donald A Ball dan Wendell H McCulloch, Bisnis Internasional,Buku Satu, Salemba Empat- McGraw-Hill Co,Jakarta ,2000
Donald A Ball dan Wendell H McCulloch, Bisnis Internasional,Buku Dua, Salemba Empat- McGraw-Hill Co,Jakarta ,2001
Mari Pangestu,Syahrir,Ari A Perdana (penyunting), Indonesia dan Tantangan Ekonomi Global, CSIS, Jakarta, 2003.
Michael Porter. E, Alih Bahasa,gus Maulana, Strategi Bersaing,Tehnik menganalisis Indusri dan Pesaing, Erlangga ,Jakarta 1992.
Paul Krugman dan Maurice Obstfeld, Ekonomi Internasional,Teori dan Kebijakan, PAU-UI dan Harper-Collins Publishers, Jakarta, 1997.
Peter F Drucker, The Frontiers Management, Manajemen Lintas Peluang, Elex Media Komputindo, Jakarta, 1997.
Usahawan, majalah bulanan No XXIX, 2000

Foot note:
C.Fred.Bergsten ,Liberalisasi Kompetitif Dan Perdagangan Bebas Global: Sebuah Visi Untuk Awal Abad Ke 21,dalam Indonesia Dan Tantangan Ekonomi Global, Mari Pangestu,Syahrir,Aria.A.Perdana ( penyunting ),CSIS,Jakarta,2003,hal281 – 283.
2 Idem, hal 284.
3 Ball Donald A ,McCulloch Wendell H, Bisnis Internasional,Buku Satu, Salemba Empat – McGraw-Hill Book, Jakarta, 2000, hal 102 - 103
4Martani Huzaeni,Prof.Dr.,Mencermati Misteri Globalisasi : Menata Ulang Strategi Pemasaran Internasional melalui Pendekatan Resource Based, Usahawan No.01 th XXIX,2000 hal 3.
5 Martani, idem,
6 Porter Michael E, Agus Maulana ( alih bahasa ), Strategi Bersaing,Tehnik Manganalisis Industri dan Pesaing, Erlangga, Jakarta , 1992, hal 31 – 32.
7 Porter Michael E, idem, hal 27
8 Martani Huzaeni, opcit, hal 6
3 Rong-I Wu dan Chin-Ming Lin ,Kebijakan Persaingan dan Liberalisasi Perdagangan,dalam Indonesia dan Tantangan Ekonomi Global, loc cit, hal326 - 327
4 Krugman Paul R dan Maurice Obstfeld, Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan, Edisi kedua, Kerjasama PAU UI dan Harper Collins Publishers,Jakarta ,1997, hal 308-309
5 Ball Donald A, loc cit, hal 125
6 Ball Donald A dan McCulloch Wendell H, Bisnis Internasional,Buku Dua, Salemba Empat – McGraw-Hill Book, Jakarta, 2001, hal 509 – 559
7 Pakpahan Agus, DR,Politik Ekonomi Kebangkitan Perkebunan Indonesia,Gaperindo, Jakarta, 2004 hal 1
8 Drucker Peter F, The Frontiers of Management, Elex Media Komputindo, Jakarta,1997, hal 29 - 52
9 Porter Michael E, loc cit, hal 201

Tidak ada komentar: