Senin, 17 Mei 2010

PERANAN BIOFERTILIZER PADA PERTANIAN ORGANIK

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran manusia akan kerusakanlingkungan dan munculnya berbagai penyakit yang disebabkan penggunaan bahan kimia secara berlebihan pada makanan, pertanian muncul sebagai sebuah alternatif yang menjadi pilihan bagi banyak orang. Pertanian organik dapat dikatakan sebagai suatu sistem bertani selaras alam, mengembalikan siklus ekologi dalam suatu areal pertanian membentuk suatu aliran yang siklik dan seimbang.

Secara perlahan tapi pasti sistem prtanian organik mulai berkembang di berbagai belahan bumi, baik di negara maju dan negara berkembang. Masyarakat mulai melihat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dengan sistem pertanian organik ini, seperti lingkungan yang tetap terjaga kelestariannya dan dapat mengkonsumsi produk pertanian yang relatif lebih sehat karena bebas dari bahan kimia yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan.
Beberapa lembaga penelitian dan pihak perguruan tinggi juga turut memberikan andil dalam pengembangan pertanian organik melalui penelitian-penelitian dan juga penyampaian informasi teknologi budidaya yang dapat diterapkan pada sistem pertanian organik. Upaya yang mulai dilakukan adalah memperkenalkan bioteknologi dalam sistem pertanian organik yaitu dengan memanfaatkan beberapa mikroorganisme yang dapat membantu penyediaan hara dan pengendalian penyakit.
Beberapa mikroorganisme seperti Rhizobium, Azospirillum dan Azootobacter, Mikoriza, bakteri pelarut fosfat, Mikoriza perombak selulosa dan Efective Microorganism (EM) bila dimanfaatkan secara tepat dalam sistem pertanian organik akan membawa pengaruh yang positif baik bagi ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, lingkungan edapik, maupun upaya pengendalian beberapa jenis penyakit. Sehingga dapat diperoleh pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal dan hasil panen yang lebih sehat. Mikroorganisme tersebut sering disebut sebagai Biofertilizer atau pupuk hayati.
B. Rumusan Masalah
Di dunia yang penuh dengan polusi ini, pertanian organik perlu untuk diterapkan secara luas. Pertanian organik selain baik bagi kesehatan dan ramah sosial, juga tidak merusak lingkungan karena tidak menggunakan bahan kimia, pupuk buatan, dan rekayasa genetik
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi masalah utamanya adalah apa saja macam-macam dari mikroorganisme (biofertilizer) dan bagaimana manfaatnya untuk pertanian organik?

C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui macam-macam mikroorganisme (biofertilizer) dan apa saja manfaat-manfaat yang dihasilkan dari mikroorganisme (biofertilizer) tersebut pada pertanian organik.

II. KAJIAN PUSTAKA

Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai sistem pengelolaan produksi pertanian yang holistik yang mendorong dan meningkatkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk biodifersitas, siklus biologi dan aktifitas biologi tanah, dengan menekankan pada penggunaan input daridalam dan menggunakan cara mekanis, biologis dan kultural. Dalam sistem pertanian organik masukan (input) dari luar (eksternal) akan dikurangi dengan cara tidak menggunakan pupuk kimia buatan, peptisida, dan bahan-bahan sintesis lainnya. Dalam sistem pertanian organik kekuatan umum alam yang harmonis dan lestari akan dimanfaatkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil pertanian sekaligus meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit (Sembiring dkk, 2005)
Pertanian organik secara teoritis sangat baik bagi lingkungan. Praktiknya yang ramah bagi lingkungan sangat baik diterapkan secara massal. Dari segi energi, pertanian organik juga turut berperan dalam penurunan emisi terutama CO2, CH4, dan N2O. Dari segi sosial kemasyarakatan, pertanian organik mempunyai dasar pemikiran yakni mendukung kearifan lokal seperti pengetahuan pertanian petani adat dan lokal.
Pada dasarnya kesuburan tanah lokal merupakan kunci keberhasilan sistem pertanian organik, baik kesuburan fisik, kimia maupun biologi. Bila kesuburan tanah telah baik, maka akan tercipta lingkungan pertanaman terutama untuk perakaran yang diinginkan, ketersediaan hara makro dan mikro terpenuhi dan aktifitas mikroorganisme tanah untuk membantu kesuburan tanah juga terjaga.
Pemanfaatan mikroba tanah untuk meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah dalam sistem pertanian organik sangat penting. Peran mikroba tanah antara lain adalah daur ulang hara, penyimpanan sementara dan pelepasan untuk dimanfaatkan tanaman dan lain-lain.
Keberhasilan memanfaatkan mikroba untuk tujuan meningkatkan kesuburan tanah memerlukan pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu secara terpadu. Pakar mikrobiologi tanah mengawali dengan mempelajari dan mengidentifikasi ekologi mikroorganisme yang akan digunakan sebagai biofertilizer (pupuk hayati). Selanjutnya mikroorganisme hasil isolasi dari tanah dikembangbiakkan pada kondisi laboratorium menggunakan media buatan. Setelah mikroorganisme tersebut berhasil dibiakkan, maka harus diperoleh galur yang dikehendaki, karena tidak semua spesies dari suatu populasi bersifat efektif. Selanjutnya galur yang efektif di isolasi, dan dilakukan pengujian di lapangan apakah hasil inokulasi harus sesuai dengan kondisi lingkungan tertentu, harus mampu menyesuaikan dengan fluktuasi kondisi lingkungan dan tidak kalah bersaing atau dimangsa mikroorganisme asli.
Apabila mikroorganisme yang di inokulasikan cukup efektif dalam meningkatkan hasi tanaman, maka tugas selanjutnya mengembangkan metode untuk memperbanyak dengan skala besar. Pada umumnya, mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang melalui proses fermentasi. Apabila populasi mikroorganisme mencapai ukuran tertentu, kemudian tahap berikutnya adalah memanen dan mengemas untuk tujuan komersial. Tugas selanjutnya adalah membuat formula cara kerja inokulan, termasuk cara memanfaatkan inokulan di lapangan (disemprotkan ke tanah atau dicampur dengan biji), termasuk memecahkan semua masalah yang mungkin dihadapi dalam mempertahankan inokulan tetap efektif, terutama yang berhubungan dengan pengiriman, kemasan, penyimpanan, dan pemanfaatan (Sutanto, 2002).

III. PEMBAHASAN

Dari segi fungsi metabolisme dan manfaat bagi manusia, terutama di bidang pertanian, mikroorganisme tanah dapat dikelompokkan menjadi mikroorganisme yang merugikan (mencakup virus, jamur, bakteri dan nematoda pengganggu tanaman yang bertindak sebagai hama atau penyakit) dan mikroorganisme yang bermanfaat, yaitu sejumlah jamur dan bakteri yang kemampuannya melaksanakan fungsi metabolisme menguntungkan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Mikroorganisme yan menguntungkan ini dapat dikategorikan sebagai biofertilizer (pupuk hayati). Secara garis besar fungsi menguntungkan tersebut dapat dibagi menjadi sebagai berikut (Gunalan, 1996) :
1. Penyedia hara
2. Peningkat ketersedian hara
3. Pengontrol organisme pengganggu tanaman
4. Pengurai bahan organikdan pembentuk humus
5. Pemantap agreret tanah
6. Perombak persenyawaan agrokimia
Secara umum jenis dan manfaat yang dihasilkan mikroorganisme (biofertilizer) adalah sebagai berikut :
3.1. Bakteri Rhizobium
Bakteri Rhizobium adalah salah satu contoh keompok bakteri yang berkemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok bakteri ini akan menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar di dalamnya. Rhizobium hanya dapat memfiksasi nitrogen atmosfer bila berada dalam bintil akar dari mitra legumnya. Peranan Rhizobium terdapat pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan dengan masalah ketersediaan nitrogen bagi tanaman inangnya.
Suatu pigmen merah yang disebut Leghemeglobin dijumpai dalam bintil akar antara bakteroit dan selubung membran yang mengelilinginya. Jumlah Leghemeglobin di dalam bintil akar memiliki hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang difiksasi (Rao, 1994)
Rhizobium yang berasosiasi dengan tanaman legum mampu menfiksasi 100-300 kg N/ha dalam satu musim tanam dan meninggalkan sejumlah N untuk tanaman berikutnya. Permasalahan yang perlu diperhatikan adalah efisiensi inokulan Rhizobium untuk jenis tanaman tertentu. Rhizobium mampu mencukupi 80% kebutuhan nitrogen tanaman legum dan meningkatkan produksi antara 10%-25%. Tanggapan tanaman sangat bervariasi tergangtung pada kondisi tanah dan efektivitas populasi asli (Sutanto, 2002).
3.2. Azospirillum dan Azotobacter
Ada beberapa jenis bakteri penambat nitrogen yang berasosiasi dengan perakaran tanaman. Bakteri yang mampu meningkatkan hasil tanaman tertentu apabila diinokulasikan pada tanah pertanian dapat dikelompokkan atas dua jenis yaitu Azospirillum dan Azotobacter.
Azospirillum mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai pupuk hayati. Bakteri ini banyak dijumpai berasosiasi dengen tanaman jenis rerumputan, termasuk beberapa jenis serealia, jagung, cantel, dan gandum. Sampai saat ini ada tiga spesies yang telah ditemukan dan mempunyai kemampuan sama dalam menambat nitrogen yaitu Azospirillum brasilense, Azospirillum lipoferum, dan Azospirillum amazonese. Azospirillum merupakan salah satu mikroba di daerah perakaran. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini tidak menyebabkan perubahan morfologi perakaran, meningkatkan jumlah akar rambut, menyebabakan percabangan akar lebih berperan dalam penyerapan hara.
Keuntungan lain dari bakteri ini, bahwa apabila saat berasosiasi dengan perakaran tidak dapat menambat nitrogen, maka pengaruhnya adlah meningkatkan penyerapan nitrogen yang ada di dalam tanah. Dalam hal ini pemanfaatan bakteri ini tidak berkelanjutan, tetapi apabila Azospirillum yang berasosiasi dengan perakaran tanaman mampu menambat nitrogen, maka keberadaan nitrogen di dalam tanah dapat dipertahankan dalam waktu yang reatif panjang. Keadaan ini relatif lebih menguntungkan karena dapat mengurangi pasokan pupuk nitrogen. Di samping itu, Azospirillum meningkatkan efisiensi penyerapan nitrogen dan menurunkan kehilangan akibat pencucian, denitrifikasi atau bentuk kehilangan nitrogen lain.
Azotobacter spp. juga merupakan bakteri non-simbiosis yang hidup di daerah perakaran. Dijumpai hampir pada semua jenis tanah, tetapi populasinya relatif rendah. Selain kemampuannya menambat nitrogen, bakteri ini juga menghasilkan sejenis hormon yang kurang lebih sama dengan hormon pertumbuhan tanaman dan menghambat pertumbuhan jenis jamur tertentu. Seperti halnya Azospirillum, Azotobacter dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui pasokan nitrogen udara, pasokan pengatur tumbuh, mengurangi kompetisi dengan mikroba lain dalam menambat nitrogen atau membuat kondisi tanah lebih menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman.
Ada dua pengaruh positif Azotobacter terhadap pertumbuhan tanaman yaitu mempengaruhi perkecambahan benih dan memperbaiki pertumbuhan tanaman. Peranan bakteri ini terhadap perkecambahan tidak banyak diminati, meskipun demikian banyak penelitian yang mengarah pada peranan Azotobacter dalam meningkatkan daya kecambah benih tanaman tertentu.
Kenaikan hasil tanaman setelah diinokulasi Azotobacter sudah banyak diteliti. Di India inokulasi Azospirillum pada tanaman jagung, gandum, cantel, padi, bawang putih, tomat, terong dan gubis ternyata mampu menignkatkan hasil tanaman tersebut.
Apabila Azospirillum dan Azotobacter diinokulasikan secara bersama, maka Azospirillum lebih efektif dalam meningkatkan hasil tanaman. Azospirillum menyebabkan kenaikan cukup besar pada tanaman jagung, gandum dan cantel (Sutanto, 2002).
3.3. Mikroba pelarut fosfat
Kebanyakan tanah di wilayah tropika yang beraksi asam ditandai kahat fosfat. Sebagian besar bentuk fosfat tersemat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanamam. Pada kebanyakan tanah tropika diperkirakan hanya 25% fosfat yang diberikan dalam bentuk superfosfat yang diserap tanaman dan sebagian besar atau 75% diikat tanah dan tidak dapat diserap oleh tanaman (Sutanto, 2002).
Beberapa mikroba tanah mempunyai kemampuan melarutkan fosfat yang tidak larut dalam air dan menjadikannya tersedia bagi akar tanaman. Mikroba ini merubah bentuk P di alam untuk mencegah terjadinya proses fiksasi P. dalam proses pelarutan P oleh mikroba berhubungan dengan diproduksinya asam yang sangat erat berhubungan dengan proses metabolisme (Prihatini,dkk, 1996).
Ada beberapa jenis fungsi dan bakteri seperti Bacullus Polymixa, Pseudomonas Striata, Aspergillus Awamori, dan Penicillium Digitatum yang diidentifikasikan mampu melarutkan bentuk P tak larut menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman. Jumlah bakteri pelarut P dalam tanah sekitar 104-106 tiap gram tanah.
Pemanfaatan bakteri pelarut fosfat di indonesia masih terbatas pada skala penelitian, belum dimanfaatkan dan dimasyarakatkan secara luas kepada petani. Cukup banyak kendala yang dihadapi dalam pengembangan jenis pupuk hayati ini. Mengingat potensinya dalam menanggulangi kendala pemupukan fosfat, terutama pada tanah-tanah bereaksi asam seperti kebanyakan tanah yang terdapat didaerah tropis, maka peranannya perlu diperhitungkan.
3.4. Mikoriza
Asosiasi simbiotik antara jamur dan sistem perakaran tanaman tinggi diistilahkan dengan mikoriza. Dalam fenomena ini jamur menginfeksi dan mengkoloni akar tanpa menimbulkan nekrosis sebagaimana biasa terjadi pada infeksi jamur patogen, dan mendapat pasokan nutrisi secara teratur dari tanaman (Rao, 1994).
Istilah mikoriza yang berarti jamur akar pertama kali di perkenalkan oleh Frank pada tahun 1855. Dalam deskripsinya kemudian Frank membagi mikoriza berdasarkan tempat jamur berkembang dalam akar menjadi dua golongan:
1. Ektomikoriza,
Ektomikoriza, jamur yang berkembang di permukaan luar akar dan diantara sel-sel korteks akar. Ektomikoriza biasanya berasosiasi dengan tanaman jenis pohan seperti pinus, oak, eukaliptus dan lain-lain. Di dalam hutan di wilayah sub tropis banyak kita jumpai jamur sebagai tempat hidup ektomikoriza. Asosiasi ektomikoriza juga terjadi dengan fungi.
Infeksi ektomikoriza diawali dengan dijumpai adanya pertumbuhan spora di perakaran tanaman. Setelah spora tumbuh, dengan cepat fungi tumbuh menutupi perakaran kecil dalam bentuk hifa yang menghambat pertumbuhan akar rambut. Ektomikoriza relatif sukar diidentifikasi dan dibiakkan di laboratorium. Sampai saat ini sedikit diketahui sebarannya, kelimpahan dan bagaimana populasi berkembang selama perubahan musim. Beberapa spesies mempunyai inang yag cukup banyak, yang lain haya menginfeksi beberapa jenis tanaman saja. Sering kali jenis tanaman pada umur tertentu terinfeksi bermacam-macam mikoriza, dan dalam beberapa kasus beberapa jenis fungi menginfeksi tanaman yang sama bahkan pada akar yang sama.
Inokulasi tanaman dengan ektomikoriza akan memberikan keuntungan, bahkan dibeberapa tempat tanaman akan tumbuh baik apabila terinfeksi mikoriza. Inokulasi akan mendorong pertumbuhan tanaman apabila infeksi secara alami terjadi pada kerapatan rendah, atau galur asli kurang efisien dibanding galur yang diinokulasikan. Beberapa jenis mikoriza banyak memberikan keuntungan pada pertumbuhan tanaman (Sutanto, 2002).
2. Endomikoriza dan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA)
Endomikoriza, jamur yang berkembang di dalm akar di antara dan dia dalam sel-sel korteks akar. Pada saat ini endomikoriza dibedakan menjadi empat tipe yaitu :
1) Phycomycetous atau yang lebih dikenal sebagai Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA)
2) Orchidaceous
3) Ericoid
4) Arbutoid
Di antara tipe-tipe itu, Phycomycetous memiliki daerah sebaran yang sangat luas sedangkan tipe yang lain ditemukan pada jenis tumbuhan tertentu saja.
Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) merupakan jenis fungi yang hidup berkoloni pada beberapa jenis tanaman pertanian, termasuk hortikultura dan kehutanan. Beberapa jenis yang dapat diidentifikasikan termasuk ke dalam Genus Glomus, Gigaspora, Acaulospora, Sclerocytis. MVA hidup bersimbiosis dengan tanaman inang dan tidak dapat ditumbuhkan pada media buatan di laboratorium. MVA membantu pertumbuhan tanaman dengan memperbaiki ketersediaan hara fosfor dan melindungi perkaraan dari serangan patogen.
Perbanyakan dapa dilakukan di pot dengan menggunakan tanaman inang yang sesuai. Pada saatt ini mikoriza banyak digunakan untuk membantu pertumbuhan benih tanaman seperti tembakau, tanaman hortikultura (tomat, jeruk, mangga), dan tanaman kehutanan. Peluang masih untuk mempelajari dan mengembangkan mikoriza pada skala yang lebih besar.
3.5. Mikoriza pelarut selulosa
Bahan organik merupakan penyangga biologi yang mempunyai fungsi dalam memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah sehingga dapat menyediakan hara dalam jumlah berimbang. Terdapat korelasi positif antara kadar bahan organik dengan produktifitas tanah. Kandungan bahan organik pada tanah-tanah mineral di Indonesia umumnya rendah. Kandungan karbon organik pada tanah lapisan atas berkisar antara 0,9-2,0%.
Pada saat ini jerami masih merupakan bahan yang umum digunakan sebagai sumber bahan organik pada tanah sawah. Jerami mengandung selulosa yang sangat tinggi sehingga memerlukan proses dekomposisi yang relatif lama. Beberapa mikroba seperti Trichoderma, Aspergillus dan Penecillium mampu merombak selulosa menjadi bahan senyawa-senyawa monosakarida, alkohol, CO2 dan asam-asam organik lainnya dengan dikeluarkannya enzim selulosa (Rao, 1994).
Penelitian di laboratorium Puslittanak menunjukkan bahwa inokulasi Trixhoderma pada jerami yang dibenamkan ke dalam tanah akan mempercepat proses dekomposisi gambut.
3.6. Mikroorganisme efektif (EM)
Mikroorganisme efektif (EM) merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroorganisme yang bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi, actinomycetes dan jamur peragian) yang dapat dimanfaatkan sebagai inokulan untuk menungkatkan keragaman mikroba tanah. Pemanfaatan EM dapa memperbaiki kualitas tanah dan selanjutnya memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman.
EM merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroba yang berasal dari lingkungan alami. Kultur EM mengandung mikroorganisme yang secara genetika bersifat asli tidak dimodifikasi.
Pengaruh mikroorganisme efektif yang menguntungkan adalah sebagai berikut (Sutanto, 2002) :
a. Memperbaiki kondisi lingkungan fisik, kimia dan biologi tanah, serta menekan pertumbuhan hama dan penyakit.
b. Memperbaiki oerkecambahan, pembungaan, pembentukan buah dan pematangan hasil.
c. Meningkatkan kapasitas fotosintesis tanaman.
d. Meningkatkan manfaat bahan organik sebagai sumber pupuk.

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat di ambil beberapa kesimpulan mengenai pemanfaatan Biofertilizer pada pertanian organik adalah :
1. Dalam sistem pertanian organik pemanfaatan Biofertilizer (pupuk hayati) untuk membantu penyediaan hara bagi tanaman sangat penting. Pemanfaatan beberapa jenis mikroba tanah dapat membantu ketersediaan hara bagi tanaman seperti hara nitrogen dan fosfat, selain itu ada mikroba tanah yang berperan dalam mempercepat dekomposisi bahan organik.
2. Yang termasuk Biofertilizer yang dapat membantu ketersediaan hara bagi tanaman antara lain Rhizobium, Azospirilium dan Azotobacter.
3. Yang termasuk Biofertilizer yang dapat membantu penyediaan hara fosfat bagi tanaman antara lain bakteri pelarut fosfat, Ektomikoriza dan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA).
4. Yang termasuk biofertilizer yang dapat mempercepat proses dekomposisi bahan organik antara lain bakteri perombak selulosa dan Efektif Mikroorganisme (EM).
B. Rekomendasi
Dalam sistem pertanian organik yang sebagian besar memanfaatkan bahan organik dengan volume yang cukup banyak sebagai sumber hara bagi tanaman, penggunaan Biofertilizer dapat merupakan upaya efisiensi penggunaan bahan organik tersebut. Selain dapat memperkecil volume bahan organik yang dibutuhkan dalam sistem pertanian organik juga dapat mempercepat proses dekomposisi bahan organik sehinnga unsur hara yang terkandung di dalamnya dapat segera dimanfaatkan tanaman.
DAFTAR PUSTAKA

Gunalan. 1996. Penggunaan Mikroba Bermanfaat Pada Bioteknologi Tanah Berwawasan Lingkungan. Sriwijaya. Surabaya.
Prihatini, T., A. Kenjtanasari, dan Subowo. 1996. Pemanfaatan Biofertilizer Untuk Peningkatan Produktivitas Lahan Pertanian. Jurnal Litbang Pertanian XV (1).
Rao, N.S.S. 1994. Soil Microorganism and Plant Growth. Oxford and IBM Publishing Co. (Terjemahan H. Susilo. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia Press).
Susanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organi. Kasinius. Yogyakarta.



Read more.....