kerusakan DAS yang semakin mengkhawatirkan. Kondisi tersebut diperparah dengan adanya pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi. Degradasi dan erosi tanah tak terelakkan lagi, sehingga berakibat semakin seringnya terjadi peristiwa banjir di daerah hilir, tanah longsor dan kekeringan.
Gambar 1. Peta Erosi (Overlay indeks RKLSCP(USLE)
Kondisi tersebut tak terkecuali terjadi di Kabupaten Bondowoso, dimana erosi tanah kategori berat dan sangat berat mencapai 95.425,32 Ha atau 74,96% dari luas wilayah DAS Sampean Bondowoso, dan hanya 31.884,07 ha atau 25,04% kategori erosi sedang dan ringan. (Gambar peta disajikan pada gambar 1).
Oleh karena itu perlu penanganan yang serius, diantaranya dengan metode vegetatif yaitu memanfaatkan vegetasi / tanaman untuk mengurangi erosi dan sebagai penyediaan air. Salah satu alternatif Tanaman / vegetasi yang akan dikembangkan di hulu DAS dan Sub DAS adalah tanaman bambu. Bambu sebagai tanaman alternatif, karena memiliki beberapa keunggulan, antara lain:
a. Peran penting ekologis & lingkungan, tanaman hijau sepanjang tahun dengan perakaran cukup kuat untuk menahan erosi (baik untuk konservasi tanah)
b. Pertumbuhan lebih cepat daripada fast growing Species (sehingga memiliki kemampauan deposit carbon tinggi)
c. Produktivitas biomassa tinggi
d. memiliki seperti kayu, dapat untuk substitusi fungsi kayu
e. Mampu menyerap CO2 dan melepas CO2 30% lebih banyak ke atmosfer dibandingkan pohon-pohon lainnya
f. Tumbuhan multiguna sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi
g. Umur panen singkat 4-5 th. Sekali tanam terus dapat dipanen
h. Iklim dan se-wilayah Bondowoso cocok untuk tanaman bambu
Di sisi lain, kerajinan keranjang wadah ikan (bernyet) dan gedek, serta kerajinan berbahan baku bambu lainnya, yang di produksi oleh masyarakat mencapai Rp. 131,99 Milyar (Data Primer, Dishutbun 2014). Tersebar di 15 Desa dan 10 Kecamatan, yang semua input produksinya berasal dari luar daerah.(Data daerah sentra pengrajin bambu,tertera pada lampiran 1) Kondisi yang sama juga dialami PT. Bonindo, setiap hari membutuhkan bahan baku bambu berkisar 1.000 batang (data tahun 2011), dimana pemenuhan kebutuhan input produksinya juga di datangkan dari luar daerah. Sementara bahan baku bambu yang tersedia di wilayah Kabupaten Bondowoso sebesar 4,1 juta batang bambu dianggap belum memenuhi kebutuhan industri yang ada. Kondisi ini ditunjukkan dengan terjadinya kekurangan pasokan bahan baku bambu, sehingga berapapun bambu yang ditawarkan ke industri bambu di Bondowoso maka akan diterima.
Hal ini perlu menjadi bahan pemikiran yang perlu ditawarkan kepada stakeholders untuk merintis pengembangan klaster bambu di wilayah DAS/Sub DAS hulu yang kritis (Gambaran Umum Sungai Sampean disajikan pada Gambar 2). Ide kegiatan ini memiliki manfaat ganda, disamping sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK)untuk pemasok bahan baku bernyet dan sumpit (PT. Bonindo) serta untuk bahan baku lainnya (ekspor tampah penjemur dendeng), juga sebagai vegetasi yang mampu menahan sumber air sekaligus mengurangi laju degradasi dan erosi lahan. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai resultan peningkatan nilai tambah dari klaster bambu baik di hulu dan hilir serta terjaganya vegetasi yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.
(Gambar 2.Gambaran Umum Sungai Sampean)
Tujuan pengembangan klaster bambu:
a. Menekan laju degradasi lahan dan erosi tanah,
b. Memenuhi permintaan bahan baku industri berbahan baku bambu
c. Meningkatkan pendapatan petani.
d. Memanfaatkan lahan curam dan lahan yang tidak produktif untuk pengembangan klaster bambu.
Sasaran pengembangan klaster bambu, ditujukan pada:
a. Daerah Aliran Sungai (Das) dan Subdas
Sasaran potensial penanaman berada di kanan kiri sungai dengan panjang 905,54 Km(sumber: Dinas Pengairan Kabupaten Bondowoso, 2013). (Gambar 3). Sungai yang terpanjang terletak di Kecamatan Bondowoso dengan panjang 332, 14 Km atau sebaliknya sungai yang terpendek berada di Kecamatan Pujer (5 Km).
b. Daerah curam dengan kemiringan di atas 45o
c. Sumberdaya manusia pertanian dan kehutanan yang berada di lokasi program.
Sumberdaya manusia di tingkat produk hilir bambu/UMKM sebanyak 1.402 kelompok unit usaha.
Senin, 07 April 2014
RENCANA GRAND DESIGN KLASTER BAMBU KABUPATEN BONDOWOSO
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai bagian dari pembangunan wilayah sampai saat ini masih menghadapi berbagai masalah yang kompleks dan saling terkait, antara lain ditunjukkan dengan masih belum adanya keterpaduan antar sektor, antar instansi dan antar daerah serta partisipasi masyarakat yang belum optimal dalam pengelolaan DAS, yang berujung pada
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar