Senin, 07 April 2014

IDENTIFIKASI KAWASAN KLASTER KOPI ARABIKA JAVA IJEN RAUNG

Komoditi tanaman yang berada dibawah binaan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bondowoso meliputi 5 komoditi terdiri atas kelompok tanaman tahunan, tanaman semusim, dan tanaman rempah penyegar. Namun demikian, komoditi yang diprioritaskan pengembangannya saat ini adalah Kopi Arabika. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa komoditas tersebut yang termasuk dalam kelompok tanaman rempah penyegar termasuk salah satu komoditas unggulan baik lokal, regional maupun nasional bahkan memiliki citarasa nomor 3 (tiga) sedunia.

Di sisi lain dengan ekspor kopi maka kopi mempunyai kontribusi yang sangat penting dalam pembangunan pertanian meliputi penerimaan devisa negara (ekspor, peningkatan pendapatan petani, penyediaan kesempatan kerja, penyediaan bahan baku industri, konservasi lahan dan air, dan pengembangan wilayah. Perbandingan luas areal komoditi utama dan komoditi lainnya disajikan pada tabel 5. (download file lengkap: click here) Penetapan Kawasan Sentra Produksi
Penentuan kawasan sentra produksi kopi arabika Kabupaten Bondowoso dilakukan dengan syarat mempunyai luas areal mencapai 80% dari luas areal provinsi. Komparasi Luas areal kopi arabika Kabupaten Bondowoso dengan kabupaten lain di wilayah Provinsi Jatim disajikan pada tabel 6.
Syarat Kawasan sentra produksi kopi arabika Jawa Timur terpenuhi, apabila terdapat lahan kopi arabika minimal 80% dari luas total kopi arabika di Jatim (7.497,68 Ha). Untuk memenuhi luas tersebut maka dibutuhkan gabungan dari beberapa sentra produksi kopi arabika di Jawa Timur, yaitu meliputi Kabupaten: Pasuruan, Bondowoso, Probolinggo, Situbondo, Pacitan, Jember dan Ngawi). Sentra produksi Kabupaten Bondowoso tersebar di 6 Kecamatan, sebagaimana pada gambar di bawah ini Gambar sentra produksi kopi arabika di Kabupaten Bondowoso
Sentra produksi kopi arabika di Kabupaten Bondowoso yang paling luas adalah Kecamatan Sumber Wringin 513,15 Ha atau 41,72% dari total luas kopi arabika di Kabupaten Bondowoso. Selain itu, Kecamatan Sumber Wringin juga memiliki produktivitas kopi yang paling bagus yaitu 512,5 Kg/Ha/Th. Sedangkan sentra produksi yang memiliki areal paling kecil adalah Kecamatan Maesan dengan luas areal hanya 18,35 Ha (1,49%), selanjutnya diikuti dengan Kecamatan Pakem 23,5 Ha (1,91%). Sekalipun Kecamatan Pakem dan Kecamatan Maesan termasuk dalam sentra produksi kopi arabika di Kabupaten Bondowoso, akan tetapi terletak di luar kawasan sentra produksi kopi arabika dengan jarak berkisar 35 Km. Dua kecamatan inin juga menasbiskan sebagai sentra produksi dengan memiliki produktivitas yang paling rendah pula. Dengan tidak membedakan antara kopi arabika dengan robusta maka akan terjadi jumlah komposisi kecamatan dan prosentase yang berbeda. Sentra produksi kopi tersebar di 7 (tujuh) Wilayah Kecamatan, dengan sentra produksinya berada di Kecamatan Sumber Wringin 51% dari total luas areal tanaman kopi atau mencapai 3.545 Ha. Selanjutnya disusul kecamatan Maesan yang mencapai luas areal kopi 1.115 Ha atau 16%, akan tetapi wilayah ini jauh dari kawasan utama. Kecamatan yang termasuk dalam kawasan utama (hinter land) pengembangan meliputi Sempol, Botolinggo, Cermee dan Tlogosari. Selengkapnya luas areal tanaman kopi disajikan dalam bentuk Phi chart sebagai berikut: Gambar 1. Luas areal kopi per kecamatan Salah satu kebijakan dan program pembangunan daerah bidang pertanian dan perkebunan adalah peningkatan kesejahteraan petani dengan sasaran: 1. Terwujudnya kemitraan antara petani, kelembagaan tani, dan pengusaha pertanian daerah yang berkesinambungan. 2. Meningkatkan pemanfaatan Sumberdaya Alam (SDA) daerah secara optimal dan berkesinambungan. Penetapan kawasan sentra produksi kopi arabika di Kabupaten Bondowoso mengacu kepada Perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Bondowoso didasarkan pada kajian yang bersifat obyektif dan menjadi dasar dari sinergitas pengembangan Kabupaten Bondowoso dengan memperhatikan isu pengembangan wilayah, potensi yang dapat dikedepankan, persoalan-persoalan yang dapat menghambat dalam proses pengembangan wilayah yang dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal wilayah, serta prospek pengembangan wilayah Kabupaten Bondowoso. Untuk menjamin kelestarian lingkungan dan keseimbangan pemanfaatan sumber daya alam di Kabupaten Bondowoso sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development), maka perlu dimantapkan bagian-bagian wilayah yang akan atau tetap memiliki fungsi lindung. Strategi pengembangan kawasan budidaya diarahkan pada: • pemanfaatan ruang untuk kegiatan-kegiatan budidaya baik produksi maupun permukiman secara optimal sesuai dengan kemampuan daya dukung lingkungan. Secara umum pengembangan kawasan budidaya diarahkan untuk mengakomodasi kegiatan pertanian (perkebunan, pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan darat), permukiman serta pariwisata. • Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya diarahkan agar tidak terjadi konflik antar kegiatan. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bondowoso Tahun 2007 – 2026, Kabupaten Bondowoso dibagi menjadi 8 (tiga) Sub Satuan Wilayah Pengembangan (SSWP). Penetapan Kecamatan Sumber Wringin sebagai kawasan sentra produksi kopi arabika sudah sesuai dengan RTRW yang ada. Daerah tersebut termasuk dalam Sub Satuan Wilayah Pengembangan (SSWP) IV yang merupakan kawasan strategis pengembangan pertanian (agropolitan) dengan fungsi utama sebagai kawasan permukiman, pelayanan sosial dan pemerintahan, perdagangan dan jasa khusus komoditas pertanian (agropolitan), pariwisata, perkebunan, kehutanan, pertanian lahan kering dan basah, peternakan dan perikanan, serta kawasan lindung. 3.3. Kawasan Sentra Utama Pengembangan Selanjutnya dengan penetapan sentra utama pengembangan kopi arabika. Sentra utama pengembangan kopi arabika ditetapkan 50% dari luas areal sentra produksi kabupaten. Untuk memenuhi kondisi ini maka diperlukan 2 (dua) kecamatan sentra produksi, yaitu Kecamatan Sumber Wringin dan Kecamatan Botolinggo dengan luas areal 797,15 Ha (64,80%). Selain hal tersebut penentuan lokasi sentra utama pengembangan budidaya kopi arabika di Kabupaten Bondowoso, didasarkan juga atas pertimbangan kesesuaian lahan, agroklimat, serta sosial budaya masyarakat petani yang telah secara turun-temurun melakukan kegiatan budidaya tanaman kopi arabika. Tidak dipungkiri bahwa di Kecamatan Botolinggo terdapat tanaman kopi arabika dibawah penguasaan PTPN XII. Hal ini mengindikasikan bahwa sosio kultur dan teknologi budidaya kopi arabika sudah melekat pada masyarakat di wilayah Kecamatan Botolinggo dan sekitarnya. 3.4. Daerah Pengembangan Potensial Daerah pengembangan potensial adalah wilayah yang tidak masuk dalam daerah sentra produksi, tetapi memiliki produktivitas tanaman kopi yang lebih tinggi (10% di atas rata-rata provinsi) di atas 660 Kg/Ha/Th., dan cadangan lahan untuk pengembangan kopi arabika serta mempunyai potensi untuk mampu memenuhi skala ekonomi. Pengembangan potensial kopi arabika di Kabupaten Bondowoso diarahkan di Kecamatan Tlogosari terutama untuk desa Gunosari, Kembang dan Brambang Darussalam. Beberapa desa ini memiliki kesesuaian agroklimat dengan ketinggian berkisar 1000 m dpl. Secara mendetai daerah pengembangan potensial disajikan pada lampiran 3.. 3.5 Daerah Perluasan Areal Baru Daerah perluasan areal baru adalah daerah baru yang memiliki tingkat kesesuaian lahan dan agroekologi tergolong sesuai (kelas S1, S2 dan S3) untuk tanaman kopi arabika serta menjadi program pembangunan daerah yang didukung oleh rencana tata ruang wilayah dan memiliki cadangan lahan dengan luasan memenuhi skala ekonomi wilayah, disamping faktor pendukung lainnya. Daerah yang masuk pada wilayah ini adalah Kecamatan Grujugan, yang merupakan kecamatan penghubung antara daerah sentra produksi Pakem dan Maesan. Sekalipun belum ditemukan populasi tanaman kopi arabika, tetapi secara spesifik tinggi tempat sudah memenuhi syarat untuk budidaya tanaman kopi arabika. Dengan demikian tidak berlebihan apabila kegiatan yang akan dipilih adalah Pengembangan daerah baru kopi Arabika. Kegiatan ini juga akan mendukung upaya untuk : (1) pengembangan potensi daerah dengan basis usaha komoditas kopi arabika yang produktif dan bermutu tinggi untuk di ekspor, (2) Meningkatkan produksi kopi arabika dengan menambah luas areal kebun dan intensifikasi kebun yang ada, (3) Meningkatkan pendapatan pekebun dan meningkatkan ekspor daerah, (4) Mendukung upaya konservasi lahan kritis. Beberapa pilihan kegiatan yang akan dilakukan pada upaya pengembangan Kopi Arabika rakyat: a. Rehabilitasi lahan tanaman kopi seluas 1.585 ha dengan kebutuhan bibit 3.487.000 batang. b. Konversi Lahan 36.000 ha, diantaranya yang memungkinkan untuk pengembangan (baru) tanaman kopi arabika 700 ha, kopi robusta 900 ha dengan kebutuhan bibit 3.520.000 btg c. Menyediakan Tenaga kerja dari keluarga petani dalam umlah yang cukup. d. Menyediakan pupuk kandang cukup dengan harga relatif murah sehinggga kebutuhan terhadap pupuk organik dapat terpenuhi. e. Menyediakan Benih/bibit kopi yang diperoleh dari kerjasama Pemda Bondowoso dengan Puslit Koka Jember (30 km dari Bondowoso). Proyek PRPTE tahun anggaran 1978/1979 melalui Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur mulai berusaha untuk membangkitkan kembali budidaya kopi di Bondowoso melalui Proyek Rehabilitasi dan Pengembangan Tanaman Ekspor (PRPTE). Kegiatan tersebut secara tidak langsung meningkatkan motivasi untuk mengembangkan varietas kopi Arabika di kawasan Ijen-raung. Pertimbangan pengembangan kopi Arabika Java Ijen_Raung bukan hanya didasarkan pada kepentingan ekspor, akan tetapi perkebunan kopi di dataran tinggi juga dipandang mempunyai peran strategis dalam melestarikan fungsi hidrologis. PRPTE di Bondowoso telah mampu mengembalikan dan menambah luas areal perkebunan Namun, peningkatan produksi tersebut rupanya belum diikuti dengan perolehan mutu yang baik. Untuk mengatasi hal ini Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (PPKKI) untuk membangun agribisnis kopi Arabika di kawasan Ijen-Raung dengan pendekatan pemberdayaan kelembagaan di tingkat petani. Dalam kerjasama ini fungsi Dinas Perkebunan lebih ditekankan pada penggarapan di sektor petani, sedangkan fungsi PPKKI lebih ditekankan pada penggarapan masalah pasar, pengawalan teknologi, perbaikan mutu, dan pembangunan sistem agribisnis. Mesin yang difasilitasikan kepada UPH-UPH berupa pengelupasan kulit merah (pulper) dan mesin cuci (washer) Pada tahun 2009 PPKKI telah mulai menjajagi pasar dengan cara mendatangkan calon pembeli PT. Indokom Citra Persada, Sidoarjo. Pada awal tahun 2009 tersebut mulai dilakukan sosialisasi pentingnya mutu terhadap harga jual kopi Arabika kepada para petani. Selain itu juga dimulai penyelenggaraan pelatihan yang dikemas dalam bentuk sekolah lapang mengenai prosedur pengolahan basah pada kopi Arabika untuk memperoleh mutu citarasa yang baik dengan menggunakan mesin yang tersedia. Pelatihan dipandu langsung oleh peneliti senior dari PPKKI. Pada tahun 2010 Dinas Perkebunan memfasilitasi para-para untuk penjemuran kopi berkulit tanduk (kopi HS). Setelah pelatihan para petani sudah mulai mau mengolah kopi dengan proses basah, walaupun dengan sikap sangat hati-hati. Harapan adanya perbaikan harga ini rupanya telah mendorong para petani untuk menanam kopi kembali. Hal ini nampak dari animo petani untuk minta bantuan bibit kopi kepada Dinas Perkebunan. Pada tahun 2010 telah membantu bibit sambungan sekitar 15 ribu bibit kopi Arabika dengan batang bawah yang tahan terhadap nematoda parasit. Sejak tahun 2010 situasi ini telah berubah. Semakin banyak konsumen yang ingin membeli kopi Arabika basah, dan permintaan ini bisa dipenuhi oleh UPH-UPH yang di fasilitasi oleh Dinas Perkebunan yang terus menyediakan peralatan-peralatan kepada kelompok tani, dan oleh beberapa pembeli yang juga menyediakan beberapa peralatan selama tahun-tahun terakhir ini. Beberapa kelompok tani juga ada yang membeli peralatan sendiri. Sampai saat ini terdapat 28 UPH yang mampu untuk mempoduksi kopi olah basah. Keadaan baru ini semakin mendorong seluruh petani yang telah mengembangkan petik gelondong merah untuk meningkatkan luas perkebunan mereka. Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur dan Dinas bidang Perkebunan kabupaten Bondowoso juga menyediakan pohon-pohon kopi (S795) dengan tujuan untuk membantu mereka untuk mengembangkan perkebunan-perkebunan ini. 4.3.1 Sumber Dana Sumber Dana APBN. Sumber Dana Dekon APBN melalui program Pengembangan Intensifikasi kopi specialty seluas 1.200 Ha. Program berupa Bantuan Pupuk NPK, pupuk organik, Insektisida dan gunting pangkas yang dialokasikan pada kawasan utama 800 Ha dan sisanya dialokasikan pada daerah potensi dan pengembangan meliputi kecamatan Cermee, Botolinggo, Tlogosari dan Maesan. Selain hal tersebut, masih ada program Sharing Anti Property Program (APP) Bidang Perkebunan berupa 1 unit pengolah kopi basah (UPH) dan kopi gelondong basah 1.500 kg. Untuk mendukung Kawasan kopi Arabika Sumber Wringin, Pemerintah Daerah mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2012 pada Kegiatan Pembangunan Instalasi Biogas 1 unit, Pembangunan unit Rumah Kompos (24 m2) bak kompos (@ 3m2), Pengadaan Cooper, Pengadaan Cruser, Pengadaan Motor Roda Tiga (masing-masing 1 unit) dan optimalisasi lahan seluas 120 Ha. Sumber Dana APBD Provinsi Kawasan sentra produksi kopi arabika Sumber Wringin sudah dikenal di manca Negara, untuk hal tersebut maka Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan tujuan akselerasi ekspor kopi arabika HS (Horn Skin) telah mengucurkan anggaran antara lain: (a) Program bantuan keuangan (BK) berupa Unit Pengolah Hasil Kopi (UPH Kopi) dengan peralatan : (Pulper, Huller, Washer Vertikal, Terpal Serba Guna, Timbangan Duduk, Timabangan Kecil, Tester, Parapara, BakVermentasi, Tandon air, Ember, Generator, Palet Viber, Kopi Glondong) (8 unit), dan Alat sangrai kopi, alat pembubuk kopi, siler masing-masing sebanyak 2 unit. (b) Melalui Dana APBD Provinsi Jawa Timur murni juga mengalokasikan UPH kopi basah, bantuan Kopi gelondong basah 1.500 Kg, dan pengembangan tanaman kopi. (c) melalui dan Tugas Pembantuan (TP) Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengalokasikan kegiatan berupa: Pelatihan petani kopi untuk penumbuhan kebersamaan (90 orang petani kopi arabika), Kegiatan intensifikasi kopi specialty (3 unit), Bantuan Pasca panen ( Pulper 3 silider, Washer, Huller), Pengembangan mutu kopi (2 unit), dan Konservasi air dan antisipasi anomali iklim pengembangan embung/dam parit. Sumber Dana APBD Kabupaten Alokasi dana yang bersumber dari APBD Kabupaten Bondowoso nilainya sangat kecil dan hanya bersifat pendampingan untuk program yang didanai oleh pusat dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Dana APBD Kabupaten tersebut lebih diarahkan untuk kegiatan Peningkatan Kemampuan Kelembagaan Pertanian Organik serta Sharing Anti Property Program (APP) Bidang Perkebunan. Sumber Dana Masyarakat. Yang dimaksud dengan Dana masyarakat adalah dana yang bersumber dari swadaya masyarakat atau petani dalam upaya membangun kebunnya untuk meningkatkan produksi dan produktivitasnya. Kegiatan intensifikasi tanaman yang bersumber dari masyarkat dalam 5 tahun ini digunakan untuk perawatan tanaman. Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah (RTRWD) Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembangunan wilayah di Kabupaten Bondowoso sesuai dengan karakteristik wilayah dan ragam kegiatan potensial yang dapat dikembangkan Kabupaten Bondowoso dibagi menjadi 8 Sub Satuan Wilayah Pengembangan (SSWP). Kawasan sentra produksi kopi arabika Sumber Wringin termasuk dalam SSWP VI yang mempunyai fungsi wilayah sebagai kawasan strategis pengembangan pertanian (agropolitan) dengan fungsi utama sebagai kawasan permukiman, pelayanan sosial dan pemerintahan, perdagangan dan jasa khusus komoditas pertanian (agropolitan), pariwisata, perkebunan, kehutanan, pertanian lahan kering dan basah, peternakan dan perikanan, serta kawasan lindung. Sarana Produksi, alat dan mesin pertanian Benih unggul bersertifikat Keberhasilan pengembangan perkebunan kopi sangat ditentukan oleh tersedianya sarana dan prasarana produksi terutama benih unggul bersertifikat yang mampu berproduksi tinggi. Jenis tanaman kopi arabika yang diusahakan oleh petani di wilayah Kecamatan Sumber Wringin pada umumnya belum bersertifikat dan sangat bervariasi. Bahkan tanaman yang sudah berumur lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun. Produktivitas tertinggi dicapai hanya 0,7 ton per Ha. Kondisi ini sangat membutuhkan rehabilitasi, sebagaimana yang telah diajukan bantuan pendanaan untuk rehabilitasi ke pemerintah pusat melalui Dirjenbun. Pupuk Sarana produksi yang paling menentukan keberhasilan usahatani kopi arabika setelah benih unggul adalah pemberian pupuk berimbang yang diaplikasikan sesuai dengan teknologi anjuran berdasarkan rekomendasi. Dosis standar penggunaan pupuk untuk tanaman yang berumur lebih dari 10 tahun: N=160 gram; P2O5 = 80 gram; K2O = 160 gr per batang. Sesuai dengan perkembangan jaman dan tuntutan masyarakat akan organik, maka sebagian besar kelompoktani sudah mengubah dari sistem budidaya anorganik menjadi organik. Untuk hal tersebut maka sebagian besar anggota kelompoktani lebih inten mengalokasikan pupuk organik dengan porsi berkisar 80%, dan sisanya dipenuhi dengan pupuk anorganik. salah satu faktor pembatas dalam meningkatkan produksi tanaman kopi arabika adalah adanya gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT). Salah satu organisme pengganggu Tanaman (OPT) yang menyerang tanaman kopi dan yang paling sangat merugikan adalah penggerek buah kopi (PBKo) (Hypothenemus hampei). Serangan hama PBKo menyebabkan penurunan prodduktivitas dan kualitas hasil secara nyata. Serangan pada stadia buah muda dapat menyebabkan keguguran buah sebelum buah masak, sedangkan serangan pada stadia buah masak (tua) menyebabkan biji berlubang sehingga terjadi penurunan berat.dan kualitas biji. Untuk hal tersebut maka diperlukan strategi pengendaliannya. Salah satu strategi pengendalian hama PBKo yaitu dengan system pengendalian hama terpadu (PHT, yang memadukan anatara komponen bahan tanam tahan hama, agen hayati dan menajemen lingkungan. Secara kultur teknis pengendalian hama PBKo dapat dilakukan untuk memutusdaur hidup kumbang PBKo dengan cara melakukan petik bubuk (petik buah merah 15-30 hari menjelang panen besar, lelesan (tindakan pemungutan buah-buah yang terjatuh di tanah, dan racutan (pemetikan buah-buah yang masih tersisa pada akhir masa panen). Pengelolaan tanaman penaung yang tepat, yaitu menjaga kondisi penanung yang tidak terlalu gelap juga dapat menekan perkembangan kumbang Hypothenemus hampei. Pengendalian secara biologisdapat menggunkan parasitoid cephalonomia stepanoderis Betr., Propops nasuta, dan Heterospilus coffeicola Schm. Pestisida salah satu faktor pembatas dalam meningkatkan produksi tanaman kopi arabika adalah adanya gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT). Salah satu organisme pengganggu Tanaman (OPT) yang menyerang tanaman kopi dan yang paling sangat merugikan adalah penggerek buah kopi (PBKo) (Hypothenemus hampei). Serangan hama PBKo menyebabkan penurunan prodduktivitas dan kualitas hasil secara nyata. Serangan pada stadia buah muda dapat menyebabkan keguguran buah sebelum buah masak, sedangkan serangan pada stadia buah masak (tua) menyebabkan biji berlubang sehingga terjadi penurunan berat.dan kualitas biji. Alat dan Mesin Pertanian Dengan mempertimbangkan kondisi geografis areal kebun kopi arabika rakyat yang pada umumnya berada pada lahan kemiringan di atas 20% menjadikan penggunaan alat-alat mesin pertanian berat seperti traktor kurang begitu dibutuhkan. Alat dan mesin pertanian yang lebih sesuai adalah dari jenis alat pertanian kecil seperti Hand sprayer, mist blower, gunting pangkas, gaet, cangkul, parang dan garpu tanah. Akan tetapi untuk meningkatkan pendapatan petani, salah satu caranya dengan meningkatkan kualitas hasil produksi dengan cara mengolah produksinya menjadi hasil olahan. Dengan demikian diperlukan oleh petani saat ini adanya pabrik pengolahan hasil skala kelompok. Karena selama petani masih menjual hasilnya dalam bentuk produk primer (gelondong/HS) petani tidak akan memperoleh nilai tambah (Added value) Prasarana Pendukung Sarana pendukung yang sangat erat kaitannya dengan keberhasilan pembangunan pertanian khususnya subsektor perkebunan diperlukan adanya gudang penyimpanan hasil olahan, kemudian sarana jalan dan jembatan yang baik, baik jalan Kabupaten, jalan produksi maupun jalan usahatani. Akses terhadap pasar Saluran pemasaran kopi arabika di Kawasan sentra produksi kopi arabika Sumber Wringin, ada 2 saluran yaitu: petani kopi langsung pedagang pengepul dan dari petani kopi ke koperasi langsung ke eksportir (PT. Indokom Citra Persada). Petani anggota kelompoktani yang memiliki kualitas kopi yang baik, maka akan disetorkan ke koperasi, sedangkan kopi yang berkualitas 2 langsung dijual ke pedagang pengepul. Petani anggota kelompoktani menikmati harga ekspor sejak bulan juni tahun 2011. Tingkat efisiensi pemasaran kopi arabika belum optimal, hal ini dimaklumi Karena kopi dijual dalam bentuk Horn Skin (HS) atau kopi kulit tanduk. Petani anggota kelompoktani akan memperoleh efisiensi yang optimal apabila dapat meningkatkan nilai tambah dari kopi itu sendiri. Nilai tambah dapat diperoleh dengan menjual kopi dalam bentuk bubuk, walau UPH sudah di milikki petani tetapi masih belum berani menjual dalam bentuk kopi bubuk. Akses Terhadap Pembiayaan Sumber-sumber pembiayaan yang dapat diakses oleh petani atau kelompok tani untuk pengembangan usaha pertanian dalam hal ini budidaya kopi arabika ada yang berasal dari Dana APBN baik yang maupun bersifat Bansos, atau dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten dalam bentuk bantuan stimulant. Akan tetapi sumber-sumber dana seperti tersebut diatas kemampuannya sangat terbatas baik dari aspek nilai maupun sebaran alokasinya. Sementara dana Perbankan untuk pembiayaan usahatani khususnya yang bergerak di sector perkebunan sangat sulit untuk diakses oleh petani karena disamping ketatnya persyaratan jaminan juga dalam system pembayaran kembali pinjaman yang harus dilakukan setiap bulan sementara usahatani komiditi perkebunan baru bisa berproduksi setelah minimal berjalan 3 tahun. Akan tetapi anggota kelompoktani di Kawasan sentra produksi kopi arabika Sumber Wringin yang tergabung dalam koperasi telah memperoleh kucuran dana lunak sebanyak 2 (dua) kali, kucuran dana yang pertama dinikmati anggota kelompoktani pada tahun 2011 sebesar Rp. 500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah), dan tahun ke-2 (tahun 2012) kelompoktani mendapat kucuran anggaran sebesar 1,2 Milyar rupiah dari Bank Jatim. Di samping BPD Jatim, Bank Indonesia Cabang Jember juga berpartisipasi dalam akselerasi program ekspor kopi arabika ke Negara Swiss melalui eksportir Indokom Citra Persada. Melalu dana coorporate social responsibility (CSR) BI Cabang Jember berpartisipasi pertama mengajak kelompok studi banding ke Petani kopi arabika Bangli, Bali. Kedua menerapkan program zerro farming dengan memberikan bantuan domba beserta kandang komunalnya, ketiga membiayai kelompok dalam mengurus hak paten produk kopi bubuk arabika “Java Coffee Ijeng Raung” 4.4. Sumberdaya Manusia Dari hasil registrasi penduduk akhir tahun 2011, jumlah penduduk Bondowoso mencapai 745.267 jiwa yang terdiri dari 364.491 jiwa laki-laki dan 380.776 jiwa perempuan. Sex Ratio merupakan perban¬dingan jumlah.penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan. Sex Ratio penduduk Kabupaten Bondowoso tahun 2011 adalah 95,72 yang artinya setiap 100 penduduk perempuan terdapat sekitar 96 penduduk laki-laki, hal ini menunjukkan penduduk perempuan di Kabupaten Bondowoso lebih banyak dibanding dengan penduduk laki-laki. Kepadatan penduduk di Kabu¬paten Bondowoso tahun 2011 sebesar 487 jiwa/Km2 mengalami kenaikan bila dibanding dengan kepadatan tahun 2010 yaitu sebesar 475 Jjwa/Km2. Di antara 23 kecamatan yang ada di Kabupaten Bondowoso, Kecamatan Bondowoso mempunyai jumlah penduduk paling banyak yaitu sebesar 73.987 jiwa dengan kepadatan penduduk 3.454 jiwa/Km2. Sementara itu kecamatan yang penduduknya paling sedikit adalah Kecamatan sempol dengan jumlah penduduk sebesar 11.377 jiwa, dengan kepadatan 113 jiwa/Km2 Masalah ketenagakerjaan tidak lepas dari pencari kerja, permintaan, dan penempatan tenaga kerja. Jumlaah pencari kerja di Kabupaten Bondowoso pada tahun 2011 mencapai 1.879 orang, mengalami penurunan 36,90 persen dibanding dengan tahun 2010. Sedangkan jumlah lowongan pekedaan yang tersedia 4.867 orang. Jumlah tenaga kerja yang ditempatkan hanya 1.102 orang. Sedangkan sisanya sebanyak 209 belum ditempatkan. Data keluarga atau penduduk yang melakukan transmigrasi tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 150 persen yaitu dari 12 keluarga pada tahun 2010 menjadi 30 keluarga di tahun 2011. Jika dilihat menurut Jenis transmigrasi di Kabupaten Bondowoso jenis transmigrasi umum paling banyak yaitu sekitat- 100 persen Penduduk kecamatan Sumber Wringin hanya berkisar 4,32% dari penduduk Kabupaten Bondowoso sebesar 32.208 jiwa. Potensi sumber tenaga kerja yang produktif pada usia 15 sampai dengan 60 tahun berjumlah 21.626 jiwa atau 67,14%. Penduduk terpadat terdapat pada Desa Tegal Jati dan yang paling sedikit pada Desa Sumber Wringin dengan tingkat 13,63%. Jumlah penduduk Kecamatan Sumber Wringin disajikan pada tabel berikut. SDM Petugas Lapangan Jumlah SDM petugas lapangan di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bondowoso masih sangat terbatas. Petugas lapangan yang berstatus sebagai pejabat fungsional kehutanan hanya terpenuhi 45,83% dari jumlah formasi 72 (berdasar Peraturan Bupati no 29 tahun 2009). Jumlah petugas lapangan sampai dengan keadaan Bulan Oktober tersisa 33 orang, dan diperkirakan pada tahun 2015 hanya tersisa 8 orang petugas, apa bila tambahan jumlah petugas secara berkala tidak dilakukan. 4.5. Sumberdaya Teknologi 4.5.1. Penggunaan benih unggul bersertifikat Penggunaan benih unggul belum pernah dilakukan, hal ini mengingat umur tanaman kopi di Kawasan sentra produksi kopi arabika Sumber Wringin rata-rata berumur di atas 30 tahun. Di sisi lain, Dinas Kehutanan dan Perkebunan membuat skala prioritas menangani off farm dengan program utama akselerasi penambahan jumlah kopi ekspor. Sesuai dengan rencana pengembangan, secara berkala tingkat usahatani / di tingkat budidaya mulai dibenahi secara perlahan dengan target rehabilitasi tanaman kopi arabika dengan bibit unggul 100%. 4.5.2. Tingkat aplikasi budidaya yang baik dan benar (GAP / Good Agricultural Practices) GAP Budidadaya kopi arabika di Kawasan sentra produksi kopi arabika Sumber Wringin sesuai dengan anjuran tim ahli sebagai pendamping dari Pusat Penelitian kopi dan kakao (Puslitkoka) Jember, antara lain: Penyiapan lahan yang tepat: Pemilihan varietas: • Citarasa baik • Mutu fisik biji baik • Produksi tinggi dan stabil • Tahan/toleran terhadap hama dan penyakit utama Penyiapan Bibit • Bibit kopi dapat berasal dari biji, setek, atau sambungan. • Proses pembuatan bibit sebaiknya paralel dengan proses persiapan lahan. • Umur bibit yang optimal untuk ditanam antara 8 – 12 bulan. • Untuk areal yang endemik nematoda parasit sebaiknya disiapkan bibit sambungan dengan batang bawah tahan. Penanaman • Tanam awal musim hujan (curah 200 mm) • Potong pangkal polibag dan buka • Untuk bibit yang telah berumur > 1 tahun sebaiknya tidak ditanam • Setelah tanam buat petak miring agar bibit kopi tidak tergenang setelah penanaman Pangkasan: Batang tunggal • Perlu didahului dengan pangkas bentuk dan biasanya dibuat secara bertingkat (etape) • Produksi kopi sangat bertumpu pada manajemen reproduksi cabang produksi. • Pangkasan pemeliharaan meliputi:  Pangkasan lepas panen (PLP)  Pangkasan tunas air, baik cabang plagiotrof (wiwil halus) dan cabang ortotrof (wiwil kasar) Pengelolaan pohon penaung • Diversifikasi dengan tanaman produktif (misal Jeruk) • Tanaman penaung sebaiknya dipilih jenis yang dapat dipangkas lamtoro, dadap dll.) • Tanaman penaung yang tidak dapat dipangkas sebaiknya ditanam agak jarang dan dikombinasikan dengan tanaman lain yang dapat dipangkas (misal kelapa dengan lamtoro) • Pemangkasan naungan perlu dilakukan pada saat menjelang datangnya hari pendek untuk merangsang pembentukan primordia bunga.

Tidak ada komentar: