Rabu, 29 Juni 2011

ANALISIS PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK

Berikut hasil penelitian saudara Andreas Avelinus Suwantoro tentang Pertanian Organik:1.1. Latar Belakang /span>Menjelang tutup abad XX keadaan pangan dunia sangat memprihatinkan.Produksi pangan tidak merata dan lebih dikuasai oleh negara-negara maju. Hampir seperempat penduduk dunia setiap hari berangkat tidur dengan perut kosong. Meskipun kelaparan dan malgizi sudah diperangi dengan upaya yang makin meningkat, namun masih ada semilyar orang yang menderita kelaparan terus menerus, yang 455 juta diantaranya menderita malgizi gawat. Hampir seluruh penderita ini hidup dinegaranegara sedang berkembang yang paling miskin (Tanco, Jr dalam Notohadiprawiro, T,1995). Kekurangan pangan yang akan menimbulkan kelaparan tidak akan dapat diatasi jika negara-negara berkembang sebagai suatu keseluruhan tidak dapat memacu pertumbuhan produksi pangan mereka (download file lengkap) seiring dengan laju pertambahan penduduk yang begitu cepat.



Peningkatan pertumbuhan produksi pangan kiranya akan sulit dilakukan karena tidak semua negara berkembang memiliki ketersediaan lahan yang layak / subur untuk mengembangkan pertanian dan produksi pangan. Penguasaan teknologi yang kurang sepadan akan menghambat upaya untuk mengubah lahan yang kurang layak / tidak subur menjadi layak untuk pengembangan pertanian. Untuk mengatasi kelangkaan pangan tersebut harus ada upaya untuk dapat meningkatkan laju produksi hasil-hasil pertanian secara signifikan dengan suatu terobosan upaya yang nyata. Negara – negara berkembang pada khususnya harus mengerahkan segala sumber dayanya untuk dapat memproduksi pangan yang cukup bagi rakyatnya. Upaya meningkatkan hasil – hasil pertanian secara nyata menarik para peneliti di berbagai lembaga penelitian untuk dapat menghasilkan tanaman – tanaman dengan tingkat produktifitas yang mengagumkan. Untuk itu pertanian harus diusahakan secara “modern” dengan menyediakan bibit unggul, pestisida, pupuk kimia dan melakukan mekanisasi pertanian.

Pengusahaan pertanian secara “modern” inilah yang disebut sebagai revolusi hijau. Revolusi hijau telah memainkan peranan yang sangat vital dalam mengatasi kelaparan di berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia. Dalam dekade awal,revolusi hijau mengalami perkembangan yang pesat dan dapat mencukupi kebutuhan pangan sesuai laju pertambahan penduduk dunia. Tidak terkecuali, negara kita juga menerapkan revolusi hijau yang menjadi prioritas program pemerintah pada masa Orde Baru. Segala upaya dan banyak dana disediakan untuk mendukung program ini sehingga pada tahun 1984, Indonesia pernah mencapai swadaya beras. Petani tidak banyak mempunyai pilihan didalam memilih jenis padi yang akan ditanam karena sudah ditentukan oleh Pemerintah. Revolusi hijau diterapkan diseluruh Indonesia terlebih pada daerah-daerah yang dikenal sebagai sentra produksi pangan tidak terkecuali di Kabupaten Magelang yang merupakan salah satu kabupaten penghasil pangan di Provinsi Jawa Tengah.

Pemerintah memperkenalkan kepada petani teknologi revolusi hijau dengan suatu asumsi bahwa teknologi tersebut akan meningkatkan produksi, dan dengan peningkatan produksi yang dicapai akan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran petani. Akhir tahun 1969 dengan adanya BIMAS dan INMAS sebagai pelaksana Revolusi Hijau, situasi pertanian dan pedesaan awalnya seolah nampak subur makmur dengan diperkenalkan bibit-bibit IR 5, IR. 8, IR 33, IR 64 dan seterusnya. Namun dalam jangka panjangnya ternyata sangat mengecewakan. Benih-benih lokal dipunahkan, budaya pertanian dipaksakan, petani dibodohkan menjadi petani paket, tidak mengulir budi. Proses pembodoan kaum tani tersebut terus berlanjut sampai kini, belum ada kesudahannya. Demikian juga pembunuhan bumi dan kaum tani berkelanjutan. Kaum tani semakin tergantung dari benih pabrik, pupuk buatan (Urea dan sejenisnya), pestisida kimia,dan lain - lain. (Utomo, 2007).

Kritik terhadap revolusi hijau adalah terlalu tergantung pada input tinggi,khususnya pupuk kimia dan insektisida kimia. Ratchel Carson secara dini sudah memperingatkan bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. Penulis buku Silent Spring yang merupakan salah satu ahli biologi kelautan mengungkapkan bahwa pestisida sebagai salah satu paket pertanian modern memiliki dampak yang bersifat toksik bagi organisme lain dan mengganggu ekologi tanaman. Kondisi yang demikian juga terjadi di Kabupaten Magelang. Seiring dengan berjalannya waktu akibat dari pemakaian pupuk dan pestisida kimia secara terus menerus menyebabkan kesuburan tanah berkurang dan terjadinya kerusakan lingkungan. Hasil analisa tanah yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Magelang dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah Tahun 2004 diperoleh hasil bahwa hampir semua lokasi di Kabupaten Magelang mempunyai kandungan N total rendah sampai sangat rendah (0,02 – 0,39%). Hal ini diduga karena di sebagian besar tanah di Kabupaten Magelang memiliki kandungan C organik yang relatif rendah (0,12 – 3,72%) sebagai akibat dari mulai berkurangnya penggunaan pupuk organik. Di sisi yang lain tanah-tanah di Kabupaten Magelang sudah sudah kaya akan unsur hara P. Tingginya unsur hara P dalam tanah disamping karena akumulasi dari proses pemupukan fosfat (TSP, SP 36 dan lain-lain) yang dilakukan selama bertahun-tahun juga disebabkan karena sebagian besar tanah-tanah di Kabupaten Magelang memiliki kandungan alofan yang cukup tinggi. Mineral alofan menjadi penyebab rendahnya efisiensi pemupukan P oleh karena kemampuannya mengikat unsur P sangat tinggi.

Revolusi hijau dengan asumsi yang mendasarkan pada pertumbuhan itu ternyata salah. Pertumbuhan produksi yang berhasil dicapai tidak mampu mengangkat kesejahteraan petani. Revolusi hijau justru meminggirkan petani. Petani menjadi tergantung pada perusahaan-perusahaan besar untuk menjalankan usaha pertanian mereka. Selain memarjinalkan petani revolusi hijau juga membawa dampak kerusakan yang luas terhadap lingkungan. Tanah persawahan semakin lama menjadi semakin keras dan bantat. Penggunaan pupuk kimia meningkat dari waktu kewaktu. Serangan hama menjadi semakin eksplosif dan menuntut penggunaan pestisida yang semakin meningkat pula. Pestisida tidak hanya mematikan hama tanaman tetapi juga memusnahkan banyak kehidupan yang lain. Dunia Barat, sebagai penggagas pertanian modern sudah lama menyadari dampak yang ditimbulkan dari penggunaan bahan-bahan kimia sintetis dalam dunia pertanian. Kini mereka sudah beralih kepada sistem pertanian tanpa bahan kimia sintetik atau yang dikenal dengan pertanian organik.

Pertanian organik di Magelang khususnya untuk tanaman padi sudah dirintis jauh
hari ketika revolusi hijau masih dilaksanakan secara represif dan kebebasan menanam
belum diperoleh para petani. Sawangan yang merupakan salah satu kecamatan di
Kabupaten Magelang dapat dikatakan sebagai daerah rintisan pertanian organik.
Pengembangan pertanian organik di Sawangan dirintis kelompok tani yang dibentuk
tahun 1996 oleh Rama Kirjito, pastor di Paroki Santo Yusup Pekerja Mertoyudan
Magelang. Mereka mengadakan pertemuan rutin seminggu sekali, termasuk dengan
perwakilan kelompok tani organik dari dari beberapa wilayah. Kelompok tani ini
awalnya mengkhususkan produknya pada padi varietas Rojolele dan Andelrojo yang
keduanya merupakan padi lokal. Saat itu segmen pasar sudah terbentuk, baik di
Magelang, Yogyakarta, dan sekitamya. Hotel Puri Asri, hotel yang cukup bergengsi di
Magelang secara rutin mengambil beras dari kelompok tersebut. Sayangnya, permintaan
pasar yang meningkat ketika itu tidak diikuti dengan pengawasan stabilitas mutu. Demi
memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat, ada oknum yang berlaku tidak jujur
dengan mencampurkan beras anorganik ke dalam beras kemasan organik. Akhimya
semua produk dikembalikan dan pasar tidak percaya lagi pada produk kelompok tani ini.
Sejak saat itu kegiatan mereka terhenti.

Para pelaku pertanian organik karena berasal dari latar belakang yang beragam
menyebabkan beragam pula motif dan kepentingan yang mendasarinya. Para pelaku
pertanian organik yang terlalu berorientasi pada keuntungan ekonomi sesaat seringkali
melupakan prinsip – prinsip dari pertanian organik yang terdiri dari prinsip kesehatan,ekologi, keadilan dan perlindungan. Orientasi ekonomi sering kali menyebabkan aspek perlindungan lingkungan menjadi suatu hal yang terabaikan.
Dalam kurun waktu yang kurang lebih sama, Mitra Tani, sebuah LSM yang berkantor di Yogyakarta mengembangkan pertanian ramah lingkungan di Kecamatan Sawangan. Pertanian ramah lingkungan merupakan sistem pertanian yang mengarah kepada pertanian organik tetapi dalam pelaksanaannya masih menggunakan pupuk pabrikan sebagai pupuk dasar. Mitra Tani kurang berhasil dalam mengembangkan sistem pertanian ini karena dalam beberapa hal kelompok-kelompok tani merasa sering “dimanfaatkan” oleh LSM. Banyak petani yang merasa diklaim secara sepihak sebagai anggota atau binaan LSM tersebut. Lahan sawah yang mereka kelola sering dimanfaatkan sebagai semacam “etalase” untuk berbagai kunjungan atau laporan kegiatan untuk kepentingan ekonomi / dana bantuan sementara pendampingan yang dilakukan tidak banyak dirasakan manfaatnya.

Tahun 2003 muncul kelompok tani baru di Sawangan dengan nama Paguyuban
Petani Lestari (P2L) yang memulai usaha dengan pembibitan ikan. P2L saat ini fokus
pada pengembangan padi organik lokal menthik wangi yang merupakan trade mark dari
Kecamatan Sawangan. Dari kurun waktu 2003 – sampai dengan saat ini, P2L mampu
menjaga produksi mereka secara berlanjut. Dengan perlakuan secara organik gabah hasil
produksi anggota dihargai lebih tinggi daripada gabah yang dikelola secara
konvensional. Produk yang dijual ke pasar dalam setiap bulannya antara 3 – 5 ton beras. P2L belum bisa memenuhi seluruh permintaan yang masuk karena keterbatasan lahan dan pendanaan. Kelompok mengalami kesulitan untuk mengajak petani yang lain
bergabung melaksanakan usaha tani padi mereka secara organik.

Para petani konvensional beranggapan apabila ia melakukan budidaya secara
organik ada banyak kesulitan yang akan dihadapi. Salah satu kesulitan terbesar, para
petani konvensional mempunyai kekhawatiran akan mengalami kesulitan dalam
memperoleh pupuk organik. Para petani belum melihat potensi lokal yang ada berupa
limbah pertanian yang tersedia melimpah yang dapat dikelola menjadi pupuk organik.
Para petani lebih senang membakar jerami atau limbah pertanian daripada
membenamkan jerami ke dalam tanah. Dengan melakukan pembakaran, petani menjadi
lebih mudah dalam menggarap lahan dan abu hasil pembakaran bisa langsung
dimanfaatkan menjadi pupuk. Jerami yang dibakar selain membawa manfaat juga
menimbulkan beberapa kerugian. Pembakaran akan menyebabkan pencemaran udara
dan menyebabkan hilangnya unsur hara dalam jumlah yang cukup banyak terutama
yang mudah menguap (Gambar 6.B).

Upaya perbaikan lingkungan terutama kondisi tanah baik yang berhubungan
dengan faktor fisik tanah, faktor kimia tanah maupun faktor hayati (biologis) tanah
melalui sistem pertanian organik membutuhkan kurun waktu yang cukup lama. Karena
alasan yang demikian seyogyanya lahan persawahan yang sudah dikelola secara organik
haruslah mendapat perlindungan supaya tidak tercemar oleh zat-zat kimia yang
merugikan. Kondisi di lapangan, para petani organik sering mengalami kekhawatiran
karena lahan persawahan mereka berdekatan dengan lahan pertanian hortikultura yang
masih menggunakan pupuk dan pestisida kimia sintetis secara intensif. Lahan pertanian
hortikultura dikelola oleh para petani pebisnis dengan cara menyewa puluhan hektar
lahan. Karena sifatnya menyewa, lahan pertanian hortikultura dapat berpindah di banyak lokasi sehingga semakin besar pula potensi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh model sistem pertanian yang demikian.

Di tengah berbagai keterbatasan yang dihadapi, P2L dengan para petani
anggotanya mampu membangun jaringan pasar dan mampu menjaga pasokan produk
beras organik secara rutin kepada konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa pertanian
organik dapat dikembangkan di Kecamatan Sawangan dan lebih luas lagi di Kabupaten
Magelang bertumpu pada potensi dan sumber daya lokal yang ada. Berbagai kegagalan
yang dialami oleh para pelaku pertanian organik sebelumnya bukan disebabkan oleh
faktor teknis budidaya tetapi karena disebabkan oleh hal-hal lain di luar faktor teknis. Melalui pertanian organik ada banyak keuntungan yang bisa diraih yaitu
keuntungan secara ekologis, ekonomis, sosial / politis dan keuntungan kesehatan.
Berbagai keuntungan tersebut selama ini masih terbatas dirasakan dan diyakini oleh para pelaku pertanian organik. Revolusi hijau dengan berbagai tawaran kemudahan semu
ternyata juga berpengaruh pada sikap mental para petani dengan menciptakan budaya
instan. Para petani dalam melaksanakan usaha pertanian menginginkan dapat
memperoleh hasil yang banyak dalam waktu singkat dan tidak terlalu direpotkan. Pupuk
organik yang bersifat ruah, oleh para petani konvensional dilihat sebagai sesuatu yang merepotkan dan membutuhkan lebih banyak tenaga untuk mengelola dan
memanfaatkannya. Demikian juga halnya dengan berbagai tanaman yang dapat
digunakan sebagai pestisida organik tidak lagi banyak dimanfaatkan karena selain
keterbatasan pengetahuan juga dipandang sebagai sesuatu yang merepotkan. Kesadaran
untuk mengelola lingkungan menjadi lebih baik sering kali dikalahkan oleh
pertimbangan teknis.

Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
mengembangkan sistem pertanian yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan,
pertanian organik menjadi salah satu pilihan yang dapat diambil. Pemerintah akhirnya
mempunyai komitmen untuk mengembangkan pertanian organik yang pada awal
revolusi hijau tidak mendapat perhatian yang memadai. Departemen Pertanian
mencanangkan Program Go Organik 2010 dengan berbagai pentahapannya yang
dimulai pada tahun 2001.

1.2. Perumusan Masalah
Revolusi hijau menimbulkan dampak negatif yang nyata terhadap lingkungan.
Hasil analisa tanah yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Magelang dan Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah Tahun 2004 membuktikan hal
tersebut. Pertanian Organik di Sawangan dirintis jauh hari ketika Revolusi Hijau masih dijalankan secara represif oleh pemerintah. Fakta di lapangan pertanian organik sempatberkembang dalam situasi yang demikian meskipun akhirnya ditinggalkan oleh pasar.Kondisi sekarang ketika para petani mempunyai kebebasan untuk menanam apa
saja dan memilih teknik budidaya yang dikehendaki pertanian organik belum menunjukkan perkembangan yang siginifikan baik dalam artian jumlah pelaku maupun
luasan lahan bahkan ketika pemerintah sudah mencanangkan Program Go Organik 2010.
P2L selama ini belum mampu memenuhi seluruh permintaan beras organik. Berbagai
keuntungan yang diperoleh dan dirasakan oleh para pelaku pertanian organik belum
menjadi daya tarik bagi para petani konvensional. Para pelaku pertanian padi organik belum mengacu pada standar tertentu yangdisepakati bersama. Selain belum adanya standar yang diacu bersama, adanyapemahaman yang beragam mengenai pertanian organik menyebabkan pertanian organik dimaknai secara berbeda-beda dan masing-masing pelaku pertanian organik menetapkan sendiri standar mereka masing-masing yang berbeda satu sama lain.Dari beberapa uraian di atas dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut;
1. Bagaimana kegiatan pertanian organik dilaksanakan di Kecamatan Sawangan ?
2. Bagaimana komitmen Pemerintah Kabupaten Magelang (cq Dinas Pertanian) dalam
mengembangkan pertanian organik ?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan melakukan analisis terhadap kendala yang dihadapi oleh para
petani organik dalam menjalankan dan mengembangkan usaha pertanian mereka di
Kecamatan Sawangan.
2. Merumuskan pendekatan perencanaan kebijakan pengembangan pertanian organik di
Kecamatan Sawangan

1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang berguna dalam:
1. Memberi masukan mengenai berbagai kendala yang dihadapi oleh petani dalam
menjalankan dan mengembangkan pertanian organik khususnya di Kecamatan
Sawangan dan Kabupaten Magelang secara umum.
2. Memberi masukan untuk perencanaan pengembangan pertanian organik sesuai
dengan potensi daerah dan kondisi masyarakat petani khususnya di Kecamatan
Sawangan dan Kabupaten Magelang secara umum.

Tidak ada komentar: