Tampilkan postingan dengan label Penelitian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Penelitian. Tampilkan semua postingan

Rabu, 29 Juni 2011

ANALISIS PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK

Berikut hasil penelitian saudara Andreas Avelinus Suwantoro tentang Pertanian Organik:1.1. Latar Belakang /span>Menjelang tutup abad XX keadaan pangan dunia sangat memprihatinkan.Produksi pangan tidak merata dan lebih dikuasai oleh negara-negara maju. Hampir seperempat penduduk dunia setiap hari berangkat tidur dengan perut kosong. Meskipun kelaparan dan malgizi sudah diperangi dengan upaya yang makin meningkat, namun masih ada semilyar orang yang menderita kelaparan terus menerus, yang 455 juta diantaranya menderita malgizi gawat. Hampir seluruh penderita ini hidup dinegaranegara sedang berkembang yang paling miskin (Tanco, Jr dalam Notohadiprawiro, T,1995). Kekurangan pangan yang akan menimbulkan kelaparan tidak akan dapat diatasi jika negara-negara berkembang sebagai suatu keseluruhan tidak dapat memacu pertumbuhan produksi pangan mereka (download file lengkap) seiring dengan laju pertambahan penduduk yang begitu cepat.


Peningkatan pertumbuhan produksi pangan kiranya akan sulit dilakukan karena tidak semua negara berkembang memiliki ketersediaan lahan yang layak / subur untuk mengembangkan pertanian dan produksi pangan. Penguasaan teknologi yang kurang sepadan akan menghambat upaya untuk mengubah lahan yang kurang layak / tidak subur menjadi layak untuk pengembangan pertanian. Untuk mengatasi kelangkaan pangan tersebut harus ada upaya untuk dapat meningkatkan laju produksi hasil-hasil pertanian secara signifikan dengan suatu terobosan upaya yang nyata. Negara – negara berkembang pada khususnya harus mengerahkan segala sumber dayanya untuk dapat memproduksi pangan yang cukup bagi rakyatnya. Upaya meningkatkan hasil – hasil pertanian secara nyata menarik para peneliti di berbagai lembaga penelitian untuk dapat menghasilkan tanaman – tanaman dengan tingkat produktifitas yang mengagumkan. Untuk itu pertanian harus diusahakan secara “modern” dengan menyediakan bibit unggul, pestisida, pupuk kimia dan melakukan mekanisasi pertanian.

Pengusahaan pertanian secara “modern” inilah yang disebut sebagai revolusi hijau. Revolusi hijau telah memainkan peranan yang sangat vital dalam mengatasi kelaparan di berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia. Dalam dekade awal,revolusi hijau mengalami perkembangan yang pesat dan dapat mencukupi kebutuhan pangan sesuai laju pertambahan penduduk dunia. Tidak terkecuali, negara kita juga menerapkan revolusi hijau yang menjadi prioritas program pemerintah pada masa Orde Baru. Segala upaya dan banyak dana disediakan untuk mendukung program ini sehingga pada tahun 1984, Indonesia pernah mencapai swadaya beras. Petani tidak banyak mempunyai pilihan didalam memilih jenis padi yang akan ditanam karena sudah ditentukan oleh Pemerintah. Revolusi hijau diterapkan diseluruh Indonesia terlebih pada daerah-daerah yang dikenal sebagai sentra produksi pangan tidak terkecuali di Kabupaten Magelang yang merupakan salah satu kabupaten penghasil pangan di Provinsi Jawa Tengah.

Pemerintah memperkenalkan kepada petani teknologi revolusi hijau dengan suatu asumsi bahwa teknologi tersebut akan meningkatkan produksi, dan dengan peningkatan produksi yang dicapai akan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran petani. Akhir tahun 1969 dengan adanya BIMAS dan INMAS sebagai pelaksana Revolusi Hijau, situasi pertanian dan pedesaan awalnya seolah nampak subur makmur dengan diperkenalkan bibit-bibit IR 5, IR. 8, IR 33, IR 64 dan seterusnya. Namun dalam jangka panjangnya ternyata sangat mengecewakan. Benih-benih lokal dipunahkan, budaya pertanian dipaksakan, petani dibodohkan menjadi petani paket, tidak mengulir budi. Proses pembodoan kaum tani tersebut terus berlanjut sampai kini, belum ada kesudahannya. Demikian juga pembunuhan bumi dan kaum tani berkelanjutan. Kaum tani semakin tergantung dari benih pabrik, pupuk buatan (Urea dan sejenisnya), pestisida kimia,dan lain - lain. (Utomo, 2007).

Kritik terhadap revolusi hijau adalah terlalu tergantung pada input tinggi,khususnya pupuk kimia dan insektisida kimia. Ratchel Carson secara dini sudah memperingatkan bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. Penulis buku Silent Spring yang merupakan salah satu ahli biologi kelautan mengungkapkan bahwa pestisida sebagai salah satu paket pertanian modern memiliki dampak yang bersifat toksik bagi organisme lain dan mengganggu ekologi tanaman. Kondisi yang demikian juga terjadi di Kabupaten Magelang. Seiring dengan berjalannya waktu akibat dari pemakaian pupuk dan pestisida kimia secara terus menerus menyebabkan kesuburan tanah berkurang dan terjadinya kerusakan lingkungan. Hasil analisa tanah yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Magelang dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah Tahun 2004 diperoleh hasil bahwa hampir semua lokasi di Kabupaten Magelang mempunyai kandungan N total rendah sampai sangat rendah (0,02 – 0,39%). Hal ini diduga karena di sebagian besar tanah di Kabupaten Magelang memiliki kandungan C organik yang relatif rendah (0,12 – 3,72%) sebagai akibat dari mulai berkurangnya penggunaan pupuk organik. Di sisi yang lain tanah-tanah di Kabupaten Magelang sudah sudah kaya akan unsur hara P. Tingginya unsur hara P dalam tanah disamping karena akumulasi dari proses pemupukan fosfat (TSP, SP 36 dan lain-lain) yang dilakukan selama bertahun-tahun juga disebabkan karena sebagian besar tanah-tanah di Kabupaten Magelang memiliki kandungan alofan yang cukup tinggi. Mineral alofan menjadi penyebab rendahnya efisiensi pemupukan P oleh karena kemampuannya mengikat unsur P sangat tinggi.

Revolusi hijau dengan asumsi yang mendasarkan pada pertumbuhan itu ternyata salah. Pertumbuhan produksi yang berhasil dicapai tidak mampu mengangkat kesejahteraan petani. Revolusi hijau justru meminggirkan petani. Petani menjadi tergantung pada perusahaan-perusahaan besar untuk menjalankan usaha pertanian mereka. Selain memarjinalkan petani revolusi hijau juga membawa dampak kerusakan yang luas terhadap lingkungan. Tanah persawahan semakin lama menjadi semakin keras dan bantat. Penggunaan pupuk kimia meningkat dari waktu kewaktu. Serangan hama menjadi semakin eksplosif dan menuntut penggunaan pestisida yang semakin meningkat pula. Pestisida tidak hanya mematikan hama tanaman tetapi juga memusnahkan banyak kehidupan yang lain. Dunia Barat, sebagai penggagas pertanian modern sudah lama menyadari dampak yang ditimbulkan dari penggunaan bahan-bahan kimia sintetis dalam dunia pertanian. Kini mereka sudah beralih kepada sistem pertanian tanpa bahan kimia sintetik atau yang dikenal dengan pertanian organik.

Pertanian organik di Magelang khususnya untuk tanaman padi sudah dirintis jauh
hari ketika revolusi hijau masih dilaksanakan secara represif dan kebebasan menanam
belum diperoleh para petani. Sawangan yang merupakan salah satu kecamatan di
Kabupaten Magelang dapat dikatakan sebagai daerah rintisan pertanian organik.
Pengembangan pertanian organik di Sawangan dirintis kelompok tani yang dibentuk
tahun 1996 oleh Rama Kirjito, pastor di Paroki Santo Yusup Pekerja Mertoyudan
Magelang. Mereka mengadakan pertemuan rutin seminggu sekali, termasuk dengan
perwakilan kelompok tani organik dari dari beberapa wilayah. Kelompok tani ini
awalnya mengkhususkan produknya pada padi varietas Rojolele dan Andelrojo yang
keduanya merupakan padi lokal. Saat itu segmen pasar sudah terbentuk, baik di
Magelang, Yogyakarta, dan sekitamya. Hotel Puri Asri, hotel yang cukup bergengsi di
Magelang secara rutin mengambil beras dari kelompok tersebut. Sayangnya, permintaan
pasar yang meningkat ketika itu tidak diikuti dengan pengawasan stabilitas mutu. Demi
memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat, ada oknum yang berlaku tidak jujur
dengan mencampurkan beras anorganik ke dalam beras kemasan organik. Akhimya
semua produk dikembalikan dan pasar tidak percaya lagi pada produk kelompok tani ini.
Sejak saat itu kegiatan mereka terhenti.

Para pelaku pertanian organik karena berasal dari latar belakang yang beragam
menyebabkan beragam pula motif dan kepentingan yang mendasarinya. Para pelaku
pertanian organik yang terlalu berorientasi pada keuntungan ekonomi sesaat seringkali
melupakan prinsip – prinsip dari pertanian organik yang terdiri dari prinsip kesehatan,ekologi, keadilan dan perlindungan. Orientasi ekonomi sering kali menyebabkan aspek perlindungan lingkungan menjadi suatu hal yang terabaikan.
Dalam kurun waktu yang kurang lebih sama, Mitra Tani, sebuah LSM yang berkantor di Yogyakarta mengembangkan pertanian ramah lingkungan di Kecamatan Sawangan. Pertanian ramah lingkungan merupakan sistem pertanian yang mengarah kepada pertanian organik tetapi dalam pelaksanaannya masih menggunakan pupuk pabrikan sebagai pupuk dasar. Mitra Tani kurang berhasil dalam mengembangkan sistem pertanian ini karena dalam beberapa hal kelompok-kelompok tani merasa sering “dimanfaatkan” oleh LSM. Banyak petani yang merasa diklaim secara sepihak sebagai anggota atau binaan LSM tersebut. Lahan sawah yang mereka kelola sering dimanfaatkan sebagai semacam “etalase” untuk berbagai kunjungan atau laporan kegiatan untuk kepentingan ekonomi / dana bantuan sementara pendampingan yang dilakukan tidak banyak dirasakan manfaatnya.

Tahun 2003 muncul kelompok tani baru di Sawangan dengan nama Paguyuban
Petani Lestari (P2L) yang memulai usaha dengan pembibitan ikan. P2L saat ini fokus
pada pengembangan padi organik lokal menthik wangi yang merupakan trade mark dari
Kecamatan Sawangan. Dari kurun waktu 2003 – sampai dengan saat ini, P2L mampu
menjaga produksi mereka secara berlanjut. Dengan perlakuan secara organik gabah hasil
produksi anggota dihargai lebih tinggi daripada gabah yang dikelola secara
konvensional. Produk yang dijual ke pasar dalam setiap bulannya antara 3 – 5 ton beras. P2L belum bisa memenuhi seluruh permintaan yang masuk karena keterbatasan lahan dan pendanaan. Kelompok mengalami kesulitan untuk mengajak petani yang lain
bergabung melaksanakan usaha tani padi mereka secara organik.

Para petani konvensional beranggapan apabila ia melakukan budidaya secara
organik ada banyak kesulitan yang akan dihadapi. Salah satu kesulitan terbesar, para
petani konvensional mempunyai kekhawatiran akan mengalami kesulitan dalam
memperoleh pupuk organik. Para petani belum melihat potensi lokal yang ada berupa
limbah pertanian yang tersedia melimpah yang dapat dikelola menjadi pupuk organik.
Para petani lebih senang membakar jerami atau limbah pertanian daripada
membenamkan jerami ke dalam tanah. Dengan melakukan pembakaran, petani menjadi
lebih mudah dalam menggarap lahan dan abu hasil pembakaran bisa langsung
dimanfaatkan menjadi pupuk. Jerami yang dibakar selain membawa manfaat juga
menimbulkan beberapa kerugian. Pembakaran akan menyebabkan pencemaran udara
dan menyebabkan hilangnya unsur hara dalam jumlah yang cukup banyak terutama
yang mudah menguap (Gambar 6.B).

Upaya perbaikan lingkungan terutama kondisi tanah baik yang berhubungan
dengan faktor fisik tanah, faktor kimia tanah maupun faktor hayati (biologis) tanah
melalui sistem pertanian organik membutuhkan kurun waktu yang cukup lama. Karena
alasan yang demikian seyogyanya lahan persawahan yang sudah dikelola secara organik
haruslah mendapat perlindungan supaya tidak tercemar oleh zat-zat kimia yang
merugikan. Kondisi di lapangan, para petani organik sering mengalami kekhawatiran
karena lahan persawahan mereka berdekatan dengan lahan pertanian hortikultura yang
masih menggunakan pupuk dan pestisida kimia sintetis secara intensif. Lahan pertanian
hortikultura dikelola oleh para petani pebisnis dengan cara menyewa puluhan hektar
lahan. Karena sifatnya menyewa, lahan pertanian hortikultura dapat berpindah di banyak lokasi sehingga semakin besar pula potensi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh model sistem pertanian yang demikian.

Di tengah berbagai keterbatasan yang dihadapi, P2L dengan para petani
anggotanya mampu membangun jaringan pasar dan mampu menjaga pasokan produk
beras organik secara rutin kepada konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa pertanian
organik dapat dikembangkan di Kecamatan Sawangan dan lebih luas lagi di Kabupaten
Magelang bertumpu pada potensi dan sumber daya lokal yang ada. Berbagai kegagalan
yang dialami oleh para pelaku pertanian organik sebelumnya bukan disebabkan oleh
faktor teknis budidaya tetapi karena disebabkan oleh hal-hal lain di luar faktor teknis. Melalui pertanian organik ada banyak keuntungan yang bisa diraih yaitu
keuntungan secara ekologis, ekonomis, sosial / politis dan keuntungan kesehatan.
Berbagai keuntungan tersebut selama ini masih terbatas dirasakan dan diyakini oleh para pelaku pertanian organik. Revolusi hijau dengan berbagai tawaran kemudahan semu
ternyata juga berpengaruh pada sikap mental para petani dengan menciptakan budaya
instan. Para petani dalam melaksanakan usaha pertanian menginginkan dapat
memperoleh hasil yang banyak dalam waktu singkat dan tidak terlalu direpotkan. Pupuk
organik yang bersifat ruah, oleh para petani konvensional dilihat sebagai sesuatu yang merepotkan dan membutuhkan lebih banyak tenaga untuk mengelola dan
memanfaatkannya. Demikian juga halnya dengan berbagai tanaman yang dapat
digunakan sebagai pestisida organik tidak lagi banyak dimanfaatkan karena selain
keterbatasan pengetahuan juga dipandang sebagai sesuatu yang merepotkan. Kesadaran
untuk mengelola lingkungan menjadi lebih baik sering kali dikalahkan oleh
pertimbangan teknis.

Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
mengembangkan sistem pertanian yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan,
pertanian organik menjadi salah satu pilihan yang dapat diambil. Pemerintah akhirnya
mempunyai komitmen untuk mengembangkan pertanian organik yang pada awal
revolusi hijau tidak mendapat perhatian yang memadai. Departemen Pertanian
mencanangkan Program Go Organik 2010 dengan berbagai pentahapannya yang
dimulai pada tahun 2001.

1.2. Perumusan Masalah
Revolusi hijau menimbulkan dampak negatif yang nyata terhadap lingkungan.
Hasil analisa tanah yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Magelang dan Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah Tahun 2004 membuktikan hal
tersebut. Pertanian Organik di Sawangan dirintis jauh hari ketika Revolusi Hijau masih dijalankan secara represif oleh pemerintah. Fakta di lapangan pertanian organik sempatberkembang dalam situasi yang demikian meskipun akhirnya ditinggalkan oleh pasar.Kondisi sekarang ketika para petani mempunyai kebebasan untuk menanam apa
saja dan memilih teknik budidaya yang dikehendaki pertanian organik belum menunjukkan perkembangan yang siginifikan baik dalam artian jumlah pelaku maupun
luasan lahan bahkan ketika pemerintah sudah mencanangkan Program Go Organik 2010.
P2L selama ini belum mampu memenuhi seluruh permintaan beras organik. Berbagai
keuntungan yang diperoleh dan dirasakan oleh para pelaku pertanian organik belum
menjadi daya tarik bagi para petani konvensional. Para pelaku pertanian padi organik belum mengacu pada standar tertentu yangdisepakati bersama. Selain belum adanya standar yang diacu bersama, adanyapemahaman yang beragam mengenai pertanian organik menyebabkan pertanian organik dimaknai secara berbeda-beda dan masing-masing pelaku pertanian organik menetapkan sendiri standar mereka masing-masing yang berbeda satu sama lain.Dari beberapa uraian di atas dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut;
1. Bagaimana kegiatan pertanian organik dilaksanakan di Kecamatan Sawangan ?
2. Bagaimana komitmen Pemerintah Kabupaten Magelang (cq Dinas Pertanian) dalam
mengembangkan pertanian organik ?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan melakukan analisis terhadap kendala yang dihadapi oleh para
petani organik dalam menjalankan dan mengembangkan usaha pertanian mereka di
Kecamatan Sawangan.
2. Merumuskan pendekatan perencanaan kebijakan pengembangan pertanian organik di
Kecamatan Sawangan

1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang berguna dalam:
1. Memberi masukan mengenai berbagai kendala yang dihadapi oleh petani dalam
menjalankan dan mengembangkan pertanian organik khususnya di Kecamatan
Sawangan dan Kabupaten Magelang secara umum.
2. Memberi masukan untuk perencanaan pengembangan pertanian organik sesuai
dengan potensi daerah dan kondisi masyarakat petani khususnya di Kecamatan
Sawangan dan Kabupaten Magelang secara umum.

Read more.....

Jumat, 13 Februari 2009

SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN BONDOWOSO

Kabupaten Bondowoso, merupakan salah satu wilayah Propinsi Jawa Timur yang merupakan dae-rah hinterland, sektor pertanian merupakan sektor perekonomian basis. Namun terdapat pula sektor-sektor perekonomian lain yang secara imperatif dikembangkan untuk mendampingi sektor pertanian yang secara umum dewasa ini peranannya (Download dalam bentuk file, Click Here)sebagai
sektor perekonomian basis dikhawatirkan menurun.
Pada tahun 1998, sektor pertanian di Kabupaten Bondowoso menyumbang-kan 58,63 % pada penyerapan tenaga kerja dengan nilai Location Quotient sebesar1,25. Namun tahun 2003 sektor perekonomian tersebut menyumbang sebesar 61,43% pada penyerapan tenaga kerja dan dengan nilai Location Quotient yang relatif tetap , yakni sebesar 1,25. Hal tesebut menunjukkan peranan sektor pertanian dalam proporsi penyerapan tenaga kerja pada perekonomian daerah me-ningkat namun relatif kurang disertai dengan meningkatnya keunggulan komperatif yang sebanding dengan peningkatan proporsi penyerapan tenaga kerja tersebut. Sedangkan dilihat dari kontribusi sektor perekonomian tersebut pada pembentukan Product Domestic sub Regional Bruto pada tahun 1998 menyumbangkan prestasi sebesar 48,93% dan pada tahun 2003 menurun menjadi 48,60%. Rata-rata kontribusi Sektor Pertanian terhadap Product Domestic Sub Regional Kabupaten Bondowoso sebesar 48,75% selama 5 tahun terakhir.
Mengingat keterlibatan tenaga kerja pada proses produksi di sektor perta-nian tidak sepenuhnya mencerminkan suatu fenomena yang lazim berlaku dalam mekanisme pasar, peningkatan proporsi penyerapan tenaga kerja dari 58,63% pada tahun 1998 menjadi 61,43% pada tahun 2003 dikhawatirkan kurang menggambarkan prestasi sektor perekonomian tersebut yang sebenarnya, didalam angka yang lebih besar tersebut melekat pengangguran yang tersembunyi yang lebih besar. Kekhawatiran tersebut beralasan karena sektor perekonomian tersebut kurang mampu meningkatkan besaran Location Quotientnya yang menggambarkan kemampuan sektor perekonomian untuk meningkatkan kemampuan mengekspor komoditi yang dihasilkannya.
Secara teoritis, dalam jangka panjang suatu perekonomian tidak dapat tetap menggantungkan pada peranan sektor pertanian secara terus-menerus karena sektor perekonomian akan mengalami proses decree-sing return to scale. Kecenderungan demikian akan menimbulkan kendala bagi tujuan untuk secara terus-menerus meningkatkan produktivitas sektor perekonomian tersebut, baik secara umum maupun di Kabupaten Bondowoso. Namun keberadaan sektor pertanian dengan segala pe-ranannya dalam mengembangkan perekonomian Kabupaten Bondowoso tetap di-pertahankan terutama sebagai penyedia input dan sumber permintaan efektif bagi produk-produk sektor perekonomian lain yang akan dikembangkan.
Dalam perencanaan pembangunan daerah, Kabupaten Bondowoso memiliki rencana untuk mengembangkan sektor-sektor perekonomian non per-tanian lainnya untuk membarengi pengembangan sektor pertanian. Pengembangan sektor-sektor perekonomian non pertanian yang mendampingi pengembangan sektor pertanian tersebut diharapkan akan menghasilkan efek ramifikasinya (efek berantai) yang dapat mendorong tumbuhnya berbagai-bagai aktivitas ekonomi produksi terutama aktivitas agroindustri, yakni aktivitas pertanian yang mencakup aktifitas pertanian mulai dari sektor hulu sampai sektor hilir, agar sektor perekonomian tersebut tetap dapat berperan sebagai motor penggerak pembangunan daerah (the engine of growth).
Secara teoritis-empiris, pengembangan disuatu sektor perekonomian tidaklah dapat dilakukan secara terpisah (inisolation). Pengembangan kapasitas produksi pada suatu sektor perekonomian haruslah ber-samaan dengan perluasan kapasitas produksi di sektor perekonomian lain yang mendukung permintaan interindustrinya (interindustry demand). Apabila hal tersebut diabaikan, maka yang terjadi adalah struktur perkembangan yang tidak ideal (non ideal structure) dan jalur pertumbuhan yang tidak ideal (non ideal development path) dalam perekonomian yang sedang berkembang.
Dengan demikian, dalam hubungannya dengan pengembangan perekono-mian Kabupaten Bondowoso, pengembangan sektor pertanian baik pada aktivitas hulu-hilir atau secara keseluruhan (dimana agroindustri merupakan salah satu unsur yang terfokus didalamnya) seharusnya didukung oleh pengem-bangan sektor-sektor perekonomian yang lain, terutama sektor-sektor perekonoman yang memiliki kemampuan memberikan manfaat exernal economic’s yang tinggi pada perekono-mian dan didukung oleh potensi faktor’s endowment yang tersedia.
Pengembangan budidaya pertanian yang merupakan sektor hulu dari sektor pertanian perlu didukung dengan pengembangan sektor hilir dan sektor-sektor perekonomian non pertanian lainnya. Pengembangan sektor pertanian bagi Kabupa-ten Bondowoso adalah merupakan suatu keharusan imperatif bagi suatu proses industrialisasi dan harus didukung oleh pengembangan sektor-sektor perekonomian non pertanian yang lain agar perekonomian daerah tersebut dapat berkembang kearah perekonomian yang sustainable dan tetap berada pada jalur pertumbuhan yang harmonis.
Apabila hal yang disinggung diabaikan, maka kemungkinan yang dapat timbul selama proses per-kembangan perekonomian suatu daerah yang disengaja ( melalui proses perencanaan ) adalah suatu gejala backwass effect, yakni pereko-nomian Kabupaten Bondowoso justru mengalami kemunduran sebagai akibat dari faktor-faktor produktif yang dimilikinya tertarik ke daerah pusat pertumbuhan dan daerah-daerah berkembang lainnya. Faktor-faktor produktif yang dimiliki oleh Kabupaten Bondowoso tertarik kedaerah-daerah lain karena Kabupaten tersebut kurang mampu untuk mengembangkan sektor-sektor peekonomiannya yang beraki-bat kurang mampu pula mengembangkan kesempatan kerja bagi faktor-faktor yang produktif tersebut.
Dalam hal ini, mengalirnya faktor-faktor produktif yang langka yang dimiliki oleh Kabupaten Bondowoso ke Surabaya dan daerah-daerah disekitarnya sebagai pusat pertumbuhan dan daerah-daerah disekitar Kabupaten tersebut seper-ti Kabupaten Jember, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Probolinggo dan sebagai-nya akan terjadi sebagai kecenderungan akibat kesalahan pengalokasian sumber-sumber ekonomi.
Inheren dalam perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Bondowoso adalah suatu strategi pengalokasian sumber-sumber ekonomi agar proses perkem-bangan tetap berada pada jalur pertumbuhan yang harmonis, seimbang. Tujuan perencanaan pembangunan demikian itu haruslah dimanifestasikan sebagai suatu dorongan yang berupa interaksi dinamis antara sektor pertanian dengan sektor-sektor perekonomian non pertanian lainnya terutama sektor industri, dan pengem-bangan secara imperatif sektor -sektor perekonomian secara benar.
Menurut pengalaman di beberapa daerah, pada perekonomian suatu daerah yang berbasis pertanian, kemajuan ekonomi tidaklah semata-mata bersumber pada keunggulan komperatif yang ada di daerah tersebut namun lebih ditentukan oleh potensi dinamis berupa interaksi antara Sektor Pertanian dengan sektor-sektor perekonomian non pertanian lainnya.
Dengan demikian, proses perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Bondowoso seharusnya mengarah pada kemungkinan terjadinya perkembangan yang dapat berjalan seharmonis mungkin atau yang paling menguntungkan dan mengeliminasi sekecil mungkin terjadinya kecenderungan perkembangan yang merugikan.
Kondisi prekembangan perekonomian daerah tersebut baru akan terjadi jika proses perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Bondowoso dilakukan dengan mengadopsi cara-cara yang dikembangkan secara ilmiah.

Perumusan masalah
Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: sektor-sektor pereko-nomian manakah yang perlu didorong perkembangannya secara imperatif bersamaan dengan pengembangan sektor pertanian agar pengembangan sektor-sektor perekonomian tersebut secara keseluruhan mengembangkan perekonomian Kabupaten Bondowoso secara berkelanjutan. Dalam proses perkembangan pereko-nomian Kabupaten Bondowoso , sektor pertanian tetap berperan sebagai sektor perekonomian basis yang menjadi motor penggerak pembangunan ekonomi. Kecenderungan tersebut diharapkan dapat berlangsung sebagai akibat efek berantai dan bercabang-cabang dari sektor-sektor perekonomian yang didorong secara imperatif, selanjutnya membuat sektor pertanian tetap mempunyai kesempatan untuk meningkatkan pro-duktivitasnya secara terus-menerus, yang secara historis menjadi prasyarat bagi proses perkembangan perekonomian.

Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bertujuan menemukan sektor-sektor perekonomian yang perlu didorong perkembangannya secara imperatif , dimana sektor-sektor perekonomian tersebut paling memungkinkan untuk menjadi kunci (detominator) bagi perkembangan perekonomian Kabupaten Bondowoso yang berbasis Pertanian agar dapat berkembang secara berkelanjutan.

Kerangka Pemikiran
Ide yang mendasari penyusunan kerangka pemikiran pada penelitian ini di turunkan dari arti penelitian itu sendiri. Dari sisi metodologis penelitian adalah sebuah proses Deducto – Inducto – Hypothetico –Imperico – Verifikasi, maka pengertian ini membangun alur kerja penelitian yang disajikan pada gambar diagram alir dibawah ini (tersedia di lampiran)

Pnelitian ini menggunakan teori Two Gap Model sebagi teori yang mendasari proses deduktifnya. Digunakannya teori tersebut dengan pertimbangan bahwa dari sisi In-ternal Gap, sisi tersebut membangun argumentasi tentang pentingnya suatu sektor perekonomian untuk dikembangkan karena kemampuan sektor perekonomian ter-sebut memberikan manfaat external economic’s untuk memperluas dasar-dasar kegiatan produksi atau untuk memecahkan masalah kedisartikulasian perekonomian. Sedangkan dari sisi External Gap, sisi tersebut menyaring lebih lanjut sektor-sektor perekonomian yang direkomendasikan sebagai sektor-sektor perekonomian yang didukung oleh ketersediaan factor’s endowment yang penting untuk membangun keunggulan komparatif.

Hyopotetico
Sebagai hipotesis penelitian yang merupakan konsep pemikiran yang diturunkan dari teori dan merupakan jawaban sementara dari permasalahan penelitian ini adalah bahwa: perekonomian Kabupaten Bondowoso yang berbasis pertanian merupakan perekonomian yang dapat dikembangkan secara imperatif namun dalam alternatif dan kapasitas pengembangan terbatas.
Sebagai konskwensi logis dari hipotesis di atas adalah perlu adanya usaha pengembangan sektor-sektor perekonomian secara imperatif baerdasarkan urutan prioritas.

Inducto
Aspek Induktif terletak pada permasalahan dalam penelitian ini, yakni sektor-sektor perekonomian Kabupaten Bondowoso manakah yang layak dikembangkan untuk mendampingi pengembangan sektor pertanian yang produktivitasnya perlu ditingkatkan terus menerus agar peranan sektor pertanian sebagai sektor perekonomian basis, sumber permintaan efektif bagi sektor perekonomian yang lain dan sebagai motor penggerak pembangunan dapat berkelanjutan selama tahap-tahap awal pembangunan. Permasalahan ini mengemuka karena saat ini ditengarai adanya penurunan peranan dari Sektor Pertanian dalam pembangunan ekonomi.
Indikator penurunan peranan tersebut adalah terlihatnya gejala bahwa dengan proporsi penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak (61,43% pada tahun 2003 di banding 58,62% pada tahun 1998) namun sektor perekonomian tersebut tidak mampu meningkatkan nilai Location Quotient ( sebesar 1.25 pada tahun 1998 dan relatif tetap pada 2003) sebagai indikator kebasisan suatu sektor perekonomian suatu daerah.

Empirico
Data empris perekonomian Kabupaten Bondowoso yang berkembang dinamikanya menunjukkan bahwa sektor-sektor perekonomian Kabupaten tersebut bergerak menempati posisi relatifnya masing-masing dalam struktur perekonomian yang kompetitif. Sebagian menempati posisi yang semakin menguat dan sebagian lagi menempati posisi yang melemah. Kecenderungan tersebut secara ilmiah harus dikelola dengan benar melalui perencanaan pembangunan yang bersifat imperatif dari pemerintah.
Kecenderungan tersebut ditunjukkan pada lampiran L1 pada penelitian ini.

Verifikasi
Bagian pertama dalam aspek verifikasi adalah kerangka kerja teoritis, sedangkan bagian kedua ada-lah kerangka kerja empiris.

kerangka kerja teoritis
Esensi kerangka kerja teoritis dari penelitian ini terletak pada alat analisis yang digunakan. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian berkaitan dengan penemuan jawaban dari permasalahan atau pencapaian tujuan yang dimukakan pada penelitian. Alat analisis tersebut adalah bagian daripada organisasi materi yang di derevasi dari grand theory yang mendasarinya.
Koefisien Komponen Laju Pertumbuhan digunakan adalah untuk mencari sektor-sektor pereko-nomian mana di Kabupaten Bondowoso yang bergerak maju berkembang dengan intensitas perkembangan proporsi penyerapan tenaga kerja yang lebih cepat karena pengaruh perkembangan yang positif (menguntungkan) dari sektor perekonomian yang sejenis baik ditingkat nasional maupun regional atau Propinsi. Koefisien Komponen Bauran Industri untuk mencari sektor-sektor perekonomian Kabupaten Bondowoso yang berkembang dengan intensitas perkembangan yang lebih cepat karena pengaruh kehadiran aktivitas-aktivitas ekonomi di sektor-sektor perekonomian lain diwilayah substantif yang lebih luas.
Efek tersebut yang pada akhirnya mempengaruhi kemampuan sektor pere-konomian tersebut da-lam penyerapan tenaga kerja (efek hubungan vertical dalam proses aglomerasi yang terjadi ditingkat nasional atau regional yang merembes di Kabupaten Bondowoso). Koefisien Komponen Kedudukan Kompetitif diperlukan untuk mencari informasi sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Bondowoso yang dapat berkembang lebih cepat dari pada sektor-sektor perekonomian yang sejenis didaerah lain yang terstruktur pada perekonomian wilayah substantif yang lebih luas (dalam hal ini Propinsi Jawa Timur) karena sektor-sektor perekonomian tersebut lebih menarik minat dunia usaha yang disebabkan sektor-sektor perekonomian tersebut relatif lebih unggul dalam menyediakan faktor-faktor dan sumber daya ekonomi yang lain yang memang dibutuhkan sebagai syarat permulaan yang penting (necessary condition) bagi dunia usaha tersebut untuk meningkatkan efisiensinya dipasar yang bersaing. Selanjutnya pengaruh yang lebih bersifat defrential shift tersebut mempengaruhi kemampuan suatu sektor pereko-nomian di Kabupaten Bondowoso.

Analisis kedua, adalah analisis yang diturunkan dari tabel input-output yang menghitung kemam-puan suatu sektor perekonomian untuk menumbuhkan pengaruh langsung maupun tidak langsung yang juga merupakan indikasi suatu kemampuan suatu sektor perekonomian dalam memberikan external economic’s pada sektor perekonomian lain. Analisis tersebut digunakan untuk mencari sektor-sektor pere-konomian mana di Kabupaten Bondowoso yang mampu memberikan external economic’s kepada sektor sektor perekonomian yang lain (melalui complementary effect to investnya) yang diharapkan mampu memperluas interaksi sektor-sektor perekonomian secara keseluruhan dalam perkembangan perekonomian Kabupaten Bondowoso.
Alat analisis kedua merupakan alat analisis yang diturunkan dari teori yang menekankan pentingnya peranan external economic’s. Pendekatan tersebut berupa alat analisis Koefisien Penyebaran dan Koefisien Kepekaan Penyebaran. Koefisien Penyebaran dan Koefisien Kepekaan Penyebaran merupakan bentuk koefisien-koefisien keterkaitan yang dinormalisasikan keseluruh sektor perekonomian. Koefisien Penyebaran dan Koefisien Kepekaan Penyebaran tersebut diperlukan untuk merekomendasikan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Bondowoso yang perlu di-dorong dengan sengaja perkembangannya guna mendorong perkembangan perekonomian secara keseluruhan. Keberadaan koefisien-koefsien penyebaran tersebut menunjukkan kemampuan tiap-tiap sektor perekonomian untuk memberikan external economic’s atau complementary effect to invest kepada perekonomian secara keseluruhan yang mekanisme transmisinya bekerja melalui efek keterkaitan (interindustry demand). Analisis keterkaitan yang memcari kemampuan tiap-tiap sektor perekonomian dalam memberikan manfaat external economic’s tersebut digunakan untuk menumbuhkan perluasan kemampuan interaksi antar sektor-sektor perekonomian daerah yang masih relatif terbatas (perekonomian yang terdisartikulasi). Selanjutnya, koefisien-koefisien yang berkaitan dengan keunggulan komparatif dan koefisien yang menjelaskan besarnya kemampuan suatu sektor per-ekonomian untuk memberikan external economic’s atau complementary effect to invest disatukan untuk keperluan yang terkait dengan kebutuhan merekomendasi sektor-sektor perekonomian yang perlu diprioritaskan dalam perencanaan pemba-ngunan daerah Kabupaten Bondowoso.
Kedua paradigma pendekatan tersebut (baik yang berdasarkan ketersediaan faktor’s endowment maupun manfaat external economic’s) digunakan sebagai alat analisis dalam penelitian ini. Keputusan tersebut diambil dengan harapan agar sektor-sektor perekonomian Kabupaten Bondowoso yang diketemukan dan direkomendasikan adalah sektor-sektor perekonomian yang dijamin keberadaannya, karena sektor-sektor perekonomian yang diusulkan untuk mendapat prioritas dalam perencanaan pembangunan berdasarkan kemampuannya memberikan manfaat ex-ternal economic’s adalah sektor-sektor perekonomian yang didukung oleh keterse-diaan factor’s endowment yang merupakan syarat penting bagi daya saing suatu industri didaerah. Dengan demikian sektor-sektor perekonomian yang direkomendasikan adalah merupakan sektor-sektor perekonomian yang mampu memberikan suatu efek yang saling berkaitan dan pengaruh-menpengaruhi (efek ramifikasi) yang kedepan mampu untuk memberikan stimulasi (dorongan) kepada perekonomian (keseluruhan sektor perekonomian) untuk berkembang secara berkelanjutan. Perkembangan dengan kecenderungan seperti disinggung diatas hanya dapat terjadi jika perkembangan perekonomian Kabupaten Bondowoso terhindar dari gejala backwass efect. Kemungkinan backwass effect dapat terjadi jika pengalokasian sumber-sumber ekonomi yang produktif atas dasar dorongan yang disengaja (melului perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Bondowoso) cenderung salah arah/sasaran (mallalocation). Mallalocation akan menyebabkan stuktur per-ekonomian yang dibangun kurang komplementer dengan struktur perekonomian daeraah-daerah yang lain yang menjadi wilayah ekonomi substantif yang sama dengan daerah lain di Propinsi Jawa Timur. Stuktur Perekonoman Kabupaten Bondowoso akan menjadi kurang komplementer dengan struktur perekonomian Surabaya dan sekitarnya sebagai pusat pertumbuhan di Propinsi Jawa Timur serta dengan struktur perekonomian kabupaten-kabupaten disekitarnya seperti Kabupaten Jember, Kabupaten Situbondo atau yang lainnya. Kecenderungan Backwass effect tersebut akan semakin terasa apabila struktur perekonomian semakin tidak komplementer, komoditi-komoditi yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonoman atau industri-industri yang didorong tidak dapat dipasarkan kedaerah-daerah pusat pertumbuhan dan daerah-daerah yang lebih maju lainya (Surabaya dan sekitarnya) karena komoditi-komoditi tersebut harganya tidak dapat bersaing dengan komoditi yang sama yang berasal dari daerah lainnya (Kabupaten Jember dan lain-lain) akibat perencanaan ekonomi memberikan sasaran yang kurang tepat.

Kerangka kerja empiris
Kerangka kerja empiris dalam penelitian ini merupakan kerangka kerja yang dibangun dari hasil-hasil temuan penelitian dan pembahasannya.

Pembahasan Hasil Penelitian
Setelah dilakukan pembuktian kebenaran hypotesis dan sektor-sektor per-ekonomian prioritas telah dapat ditentukan skala prioritasnya. Maka dilakukanlah pembahasan hasil penelitian. Sesuai dengan makna verifikasi maka materi dari pembahasan dikembalikan pada esensi teori yang menjadi dasar pijakan penelitian penelitian dengan berberapa penyesuaian, teori tersebut adalah Two Gap Model yang terdiri dari Internal Gap disatu pihak dan External Gap dilain pihak yang peranannya berbeda-beda disetiap tahap perkembangan ekonomi.
Secara teoritis, ciri-ciri tahap Subsisten Level Condition berbeda dengan tahap Pre Condition for Take Off, dimana ciri-ciri tersebut disusun berdasarkan sifat simplifikasi, generalisasi dan universalisasi dari teori. Hal tersebut dimungkinkan karena teori disusun dengan menggunakan anggapan yang bersifat dikotomistis atau keterpisahan yang jelas antara aspek-aspek yang dibicarakan.
Tetapi dalam dunia empiris atau dunia nyata, ciri-ciri yang dikotomis tersebut tidak mungkin dinyatakan dengan jelas dari suatu kondisi masyarakat yang secara empiris bersifat spesifikasi.

Dengan demikian, alasan untuk menggunakan kedua pendekatan tersebut diatas sekaligus, sebagai berikut
Pertama, kondisi perekonomian Kabupaten Bondowoso tidak mungkin dinyatakan secara jelas apakah berada dalam tahap Subsisten Level Condition atau telah berada pada tahap Pre Condition for Take Off atau bahkan telah berada pada suatu tahap yang lebih maju lagi; Kedua, bagi pengikut ecklektisme maka penghindaran diri pada suatu paradigma tertentu akan memberikan lebih banyak alternatip pilihan yang terbuka, implementasinya pada kondisi spesifik (Kabupaten Bondowoso) adalah berupa pilihan-pilihan alternatif yang terbuka yakni sektor-sektor perekonomian mana sajakah di kabupaten tersebut yang layak secara ilmiah untuk di embangkan secara imperatif berdasarkan prioritas dari suatu kebijakan yang disengaja melului perencanaan pembangunan; Ketiga, penelitian ini mengikuti falsafah ilmu dari Hegel (these – antithese–sinthese), artinya adanya suatu these akan menimbulkan antithese, selanjutnya menimbulkan usaha untuk merekonsiliasikan teori-teori yang semula bertentangan berikut alat-alat analisa yang menjadi derevasinya.
Pada penelitian ini digunakan kedua pendekatan berikut alat analisisnya secara bersama-sama. Pembahasan akan disederhanakan dengan menampilkan kotak-kotak yang berisi Question Mark tentang karakteristik tiap-tiap sektor perekonomian Kabupaten Bondowoso yang berhubungan dengan alat-alat analisis dari kedua paradigma tersebut diatas. Kotak-kotak yang berisi Question Mark tentang karaktreistik sektor-sektor perekonomian disajikan pada tabel dibawah ini (lampiran 2):

Sektor-sektor perekonomian yang direkomendasikan
Kesimpulan pada penelitian ini merupakan simplifikasi dan kongklusi dari pembahasan yang terfokus pada esensi isi dari identication’s box. Isi dari kesimpulan merupakan output dari penelitian ini yang merupakan jawaban terhadap permasalahan dan tujuan penelitian yakni sektor-sektor perekonomian Kabupaten Bondowoso yang memiliki ciri-ciri yang dikreteriakan pada kemampuannya memberikan manfaat external economic’s yang memadai dan memadainya dukungan ketersediaan factor’s endowment diperoleh-nya, sebagai sektor perekonomian yang dicari oleh tujuan penelitian.
.
Metodologi Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah penelitian diskriptif- analisis, karena penelitian ini hanya mengexplorasi indikator-indikator penelitian, selanjutnya indicator-indikator yang diperoleh dari hasil analisis disajikan pada twabel dan diintrepretasikan maknannya.
Daerah yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah Kabupaten Bondowoso dengan pertimbangan sebagai berikut :
1.Kabupaten Bondowoso memiliki Sektor Pertanian sebagai sektor perekonomian basis (nilai sumbanga terhadap Product Domestic sub Regional Bruto sebesar 48,75%, proporsi penyerapan tenaga kerja sebesar 58 ,19% dan nilai Location Quotient sebesar 1,25 yang merupakan nilai–nilai ekonomi tebesar dalam stuktur perekonomian), yang secara imperatif perlu terus dikembangkan karena sektor perekonomian tersebut merupakan sumber permintaan efektif bagi pengembangan sektor-sektor perekonomian yang lain; dimana sektor-sektor perekonomian non pertanian perlu dikem-bangkan untuk mendampingi pengembangan Sektor Pertanian kembali;
2.Kabupaten tersebut memiliki sektor-sektor perekonomian yang mempunyai kemampuan memberikan external economic’s yang tinggi dan rendah, disamping itu posisi relatifnya pada struktur perekonomian Jawa Timur yang berkembang secara dinamis juga cenderung menguat dan menurun, kecende-rungan-kecenderungan tersebut sebagai suatu fenomena ekonmi perlu dipertimbangkan sebagai suatu dasar pertimbangan dalam suatu penyusunan blue print perencanaan pembangunan daerah.

Unit Analisis
Karena penelitian ini mengamati dan menganalisis struktur perekonomian Kabupaten Bondowoso dengan segala dinamika perubahannya, maka unit analisis pada penelitian ini adalah struktur perekonomian Kabupaten Bondowoso.

Sumber data
Karena data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekundair dan penelitian ini bersifat penelitian makro ekonomi regional maka data diperoleh dari instansi pemerintah yang berwenang mengumpulkan antara lain Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur untuk memperoleh table Input–Output dan diskripsi ketenaga kerjaan per sector perekonomian untuk struktur perekonomian Propinsi Jawa Timur, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bondowoso untuk diskripsi ketenaga kerjaan per sektor Kabupaten Bondowoso. Bappeda Kabupaten Bondowoso untuk kelengkapan data yang dibutuhkan.

Metode analisis
Untuk menguji hipotesis penelitian yakni dugaan bahwa perekonomian Kabupaten Bondowoso merupakan perekonomian yang mampu berkembang tetapi dalam kapasitas yang terbatas dan mencapai tujuan penelitian yakni mencari sektor-sektor perekonomian yang efek ramifikasinya mampu mendorong perekonomian daerah Kabupaten Bondowoso digunakan alat analisa yang menggunakan 2 (dua) pendekatan yakni pendekatan yang berdasarkan kelimpahan faktor dan pendekatan yang berdasarkan eksternalitas.
Pendekatan yang berdasarkan ketersediaan faktor adalah Koefisien Pergeseran Stuktural (modifikasi Archelus) yang terdiri dari 3 (tiga) alat analisis yakni alat analisis Koefisien Komponen Laju Pertumbuhan (National/regional growth component), Koefisien Komponen Bauran Industri (Industrial Mix Component) dan Koefisien Kedudukan Kompetitif (Competetive Effect Component).

Koefisien Pergeseran Struktural (modifikasi Archelus)
Dij = Nij + Mij + Cij (Yoseph,2002)
Dimana:
Dij = besarnya nilai Koefisien Pergeseran Archelus yang menjelaskan besarnyaperubahan proporsi penyerapan tenaga kerja di sektor perekonomian i didaerah j selama rentang waktu antara periode awal sampai akhir.
Nij = besarnya perubahan proporsi penyerapan tenaga kerja akibat pengaruh laju perubahan penyerapan tenaga kerja diseluruh sektor perekonomian regioanal yang merembes ke sektor perekonomian i di daerah j, dimana daerah j menjadi bagiannya
Mij = besarnya perubahan proporsi tenaga kerja tenaga kerja di sektor perekonomian i didaerah j akibat pengaruh perubahan penyerapan tenaga kerja disektor perekonomian i ditingkat regional yang disebabkan interaksi antara penyerapan tenaga kerja di sektor perekonomian i dengan penyerapan tenaga kerja diseluruh sektor perekonomian ditingkat regional yang merembes ke sektor perekonomian i di daerah j dimana daerah j menjadi bagiannya
Cij = besarnya perubahan proporsi penyerapan tenaga kerja di sektor perekonomian i di daerah j akibat kemampuan daerah j tersebut untuk menggeserkan kedudukan sektor peekonomian i nya pada struktur perekonomian regional dimana daeraj j menjadi bagiannya.
Nij = Eij . m Mij = Eij {( E*in - Ein )/Ein)– m} Cij = Eij ( E*ij - Eij )/Eij - Eij ( E*in – Ein )/Ein
Eij = prosentase jumlah tenaga kerja disektor perekonomian atau industri i didaerah j pada awal periode;
E*In = prosentase jumlah tenaga kerja disektor perekonomian atau industri i nasionalatau daerah yang lebih luas dimana daerah j menjadi bagiannya pada akhir periode;
Ein = prosentase jumlah tenaga kerja disektor perekonomian atau industri i nasionalatau daerah yang lebih luas dimana daerah j menjadi bagiannya pada awal periode;
Selanjutnya, jika m = pertumbuhan ekonomi nasional atau wilayah yang lebih luas dimana daerah j menjadi bagiannya, dan secara matematis dirumuskan sebagai m = ( E*in – Ein )/ Ein. ;
Analisis Keterkaitan
Alat analisis kedua adalah alat analisis yang berkaitan dengan pentingnya peranan Internal Gap dalam Teori Dua Kesenjangan (Two Gap Model) Seperti yang telah disinggung dalam uraian teori, maka keunggulan alat analisis tersebut adalah bahwa sektor-sektor perekonomian yang direkomendasikan adalah sektor-sektor perekonomian yang mampu memberikan external economic’s atau complementary effect to invest yang tinggi pada sektor peekonomian yang lain.
1 Koefisien Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang
Besarnya koefisien keterkaitan langsung dan tidak lansung dihitung berdasarkan rumus:
BLTli = Cij
Dimana : BLTLi = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang
Cij = unsur matriks kebalikan leontief tertutup
Koefisien penyebaran dihitung dengan rumus :
CD =
Koefisien Penyebaran (Coefficient of dispersion ) menunjukkan pengaruh yang ditimbulkan oleh unit permintaan terakhir terhadap semua sektor perekonomian dalam perekonomian. Koefisien Penyebaran menjelaskan pengaruh kenaikan setiap satu-satuan nilai permintaan akhir industri i terhadap industri-indus-tri yang menghasilkan output yang digunakan oleh industri i sebagai inputnya ( industri-industri hulu dari industri i)
2 Koefisien Keterkaitan langsung dan tidak langsung kemuka
Besarnya koefisien keterkaitan langsung dan tidak langsung kemuka dihitung ber-dasarkan rumus:
FLTLi = Cij
Dimana : FLTLi = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan,
Cij = unsur matriks kebalikan Leontief terbuka.
Setelah mendapat gambaran tentang keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan maka dilanjutkan dengan menghitung Kepekaan Penyebaran (Sensitivity of dispersion) . Kepekaan Penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung yang dinormalkan dengan jumlah sektor perekonomian dan jumlah koefisien matriks kebalikan Leontief (Asmussen ,1936 dan Bulmer Thomas 1982 dalam Budiharsono, 1998): Besaran Kepekaan Penyebaran tersebut menunjukkan gambaran tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unut permintaan akhir terhadap semua sektor didalam perekonomian. Secara matematis dirumuskan:
SD =
Di mana: SD = Kepekaan Penyebaran
Selanjutnya, setelah dihitung besaran keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan maka dilanjutkan dengan menghitung besaran keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang serta normalisasinya keseluruh sektor perekonomian yakni Koefisien Penyebaran (Coefficient of Dispersion)
Koefisien kepekaan penyebaran menjelaskan pengaruh dari setiap kenikkan satu-satuan nilai dari permintaan akhir sektor perekonomian i terhadap industri-industri yang menggunakan output industi i sebagai inputnya (industri-industri hilir dari industri i).

b.1 Koefisien Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang
Besarnya koefisien keterkaitan langsung dan tidak lansung dihitung berdasarkan rumus:
BLTli = Cij
Dimana : BLTLi = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang
Cij = unsur matriks kebalikan leontief tertutup
Koefisien penyebaran dihitung dengan rumus :
CD =
Koefisien Penyebaran (Coefficient of dispersion ) menunjukkan pengaruh yang ditimbulkan oleh unit permintaan terakhir terhadap semua sektor perekonomian dalam perekonomian. Koefisien Penyebaran menjelaskan pengaruh kenaikan setiap satu-satuan nilai permintaan akhir industri i terhadap industri-indus-tri yang menghasilkan output yang digunakan oleh industri i sebagai inputnya ( industri-industri hulu dari industri i)
b.2 Koefisien Keterkaitan langsung dan tidak langsung kemuka
Besarnya koefisien keterkaitan langsung dan tidak langsung kemuka dihitung ber-dasarkan rumus:
FLTLi = Cij
Dimana : FLTLi = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan,
Cij = unsur matriks kebalikan Leontief terbuka.
Setelah mendapat gambaran tentang keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan maka dilanjutkan dengan menghitung Kepekaan Penyebaran (Sensitivity of dispersion) . Kepekaan Penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung yang dinormalkan dengan jumlah sektor perekonomian dan jumlah koefisien matriks kebalikan Leontief (Asmussen ,1936 dan Bulmer Thomas 1982 dalam Budiharsono, 1998): Besaran Kepekaan Penyebaran tersebut menunjukkan gambaran tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unut permintaan akhir terhadap semua sektor didalam perekonomian. Secara matematis dirumuskan:
SD =
Di mana: SD = Kepekaan Penyebaran
Selanjutnya, setelah dihitung besaran keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan maka dilanjutkan dengan menghitung besaran keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang serta normalisasinya keseluruh sektor perekonomian yakni Koefisien Penyebaran (Coefficient of Dispersion)
Koefisien kepekaan penyebaran menjelaskan pengaruh dari setiap kenikkan satu-satuan nilai dari permintaan akhir sektor perekonomian i terhadap industri-industri yang menggunakan output industi i sebagai inputnya (industri-industri hilir dari industri i).
b.1 Koefisien Keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang
Besarnya koefisien keterkaitan langsung dan tidak lansung dihitung berdasarkan rumus:
BLTli = Cij
Dimana : BLTLi = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang
Cij = unsur matriks kebalikan leontief tertutup
Koefisien penyebaran dihitung dengan rumus :
CD =
Koefisien Penyebaran (Coefficient of dispersion ) menunjukkan pengaruh yang ditimbulkan oleh unit permintaan terakhir terhadap semua sektor perekonomian dalam perekonomian. Koefisien Penyebaran menjelaskan pengaruh kenaikan setiap satu-satuan nilai permintaan akhir industri i terhadap industri-indus-tri yang menghasilkan output yang digunakan oleh industri i sebagai inputnya ( industri-industri hulu dari industri i)
b.2 Koefisien Keterkaitan langsung dan tidak langsung kemuka
Besarnya koefisien keterkaitan langsung dan tidak langsung kemuka dihitung ber-dasarkan rumus:
FLTLi = Cij
Dimana : FLTLi = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan,
Cij = unsur matriks kebalikan Leontief terbuka.
Setelah mendapat gambaran tentang keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan maka dilanjutkan dengan menghitung Kepekaan Penyebaran (Sensitivity of dispersion) . Kepekaan Penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung yang dinormalkan dengan jumlah sektor perekonomian dan jumlah koefisien matriks kebalikan Leontief (Asmussen ,1936 dan Bulmer Thomas 1982 dalam Budiharsono, 1998): Besaran Kepekaan Penyebaran tersebut menunjukkan gambaran tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unut permintaan akhir terhadap semua sektor didalam perekonomian. Secara matematis dirumuskan:
SD =
Di mana: SD = Kepekaan Penyebaran
Selanjutnya, setelah dihitung besaran keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan maka dilanjutkan dengan menghitung besaran keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang serta normalisasinya keseluruh sektor perekonomian yakni Koefisien Penyebaran (Coefficient of Dispersion)
Koefisien kepekaan penyebaran menjelaskan pengaruh dari setiap kenikkan satu-satuan nilai dari permintaan akhir sektor perekonomian i terhadap industri-industri yang menggunakan output industi i sebagai inputnya (industri-industri hilir dari industri i).

Hasil Analisis Dan Pembahasan
Temuan-temuan penelitian tentang karakteristik tiap tiap sektor perekonomian Kabupaten Bondowoso akan lebih dahulu disajikan dalam bentuk kategorial pada identification’s box dibawah ini.
Tabel 4 Kategori Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Bondowoso Berdasarkan posisi keungulan komparatif dan Kemampuannya Memberikan Manfaat External Economic’s
Identification’s box pada tabel 7.3 dipersiapkan untuk membuktikan kebenaran hypotesis penelitian dan menjawab tujuan penelitian yakni mengidentifikasi sektor-sektor perekonomian Kabupaten Bondowoso yang perlu dikembangkan secara imperatif untuk membangun perekonomian yang dapat berkembang secara berkelanjutan. Urutan dari prioritas pengembangan berturut-turut sesuai dengan urutan abjad dari beberapa kotak dalam identification’s box diatas yang disusun berdasarkan kemampuannya dalam memberikan external economic’s dan posisi keunggulan komparatifnya. Urutan prioritas secara ekonomi-rasional diberikan dengan mempertimbangkan bahwa pilihan diberikan dalam kondisi keterbatasan sumber-sumber pembiayaan pembangunan (diperlakukan sebagai asumsi)Secara umum temuan-temuan penelitian terutama mengenai kecenderungan pergeseran struktual yang disajikan tabel 7.3 meununjukkan terdapat 5 (lima) sektor perekonomian yang posisinya dalam deffrential shift didukung oleh ketersediaan factor-faktor yang dibutuhkan (factor’s endowment). yakni sektor perdagangan, sector keuangan, sektor pertanian, sektor pertambangan dan galian serta sektor konstruksi. Dari kelima sektor perekonomian tersebut hanya sektor pertanian yang mengalami penguatan proporsi penyerapan tenaga kerja 2 (dua) digit dibelakang koma (tabel 7.1) Dari sisi complementary effect to invest 2 (dua) sektor perekonomian yang benar-benar memiliki kemampuan memberikan manfaat external economic’s tinggi yakni sektor perdagangan dan sektor keuangan, sedangkan sektor pertanian, sektor pertambangan dan galian serta sektor konstruksi memiliki kemampuan memberikan manfaat external economic’s yang dipertimbangkan (berdasarkan criteria penelitian). Dari sisi kerangka kerja teori (theoretical frame work), sektor industri sebagai sektor perekonomian yang paling relevan untuk mendampingi perluasan kapasitas produksi sektor pertanian tidak dapat direkomendasikan untuk dikembangkan secara imperatif, alasannya adalah walaupun sektor industri memiliki kemampuan memberikan external economic’s yang tinggi tetapi tidak didukung oleh ketersediaan faktor- faktor yang dibutuhkan (endowment factor’s) unruk suatu pembangunan portofolio industri yang handal.

Kondisi obyektif tersebut mendukung kebenaran hypotesis penelitian bahwa perekonomian Kabupaten Bondowoso yang berbasis pertanian adalah suatu perekonomian daerah yang yang memiliki sektor-sektor perekonomian yang dapat dikembangkan secara imperatif agar berkembang secara berkelanjutan, namun da-lam alternatif dan kapasitas perkembangan yang terbatas.

Saran/rekomendasi
Dengan mempertimbangkan hasil-hasil penelitian yang penting, antara lain bahwa sektor-sektor perekonomian yang dapat diajukan untuk mendapatkan pertim- bangan bagi penentuan prioritas dalam perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Bondowoso adalah sektor-sektor perekonomian yang mampu memberi- kan manfaat external economic’s yang tinggi dan juga didukung oleh ketersediaan factor’s endowment yang berguna untuk membangun keunggulan komperatif, maka dalam penelitian ini sektor-sektor perekonomian yang direkomendasi untuk memperoleh prioritas dalam perencanaan pembangunan di kabupaten tersebut adalah : sektor keuangan, sektor perdagangan, sektor komunikasi & angkutan serta sektor pertanian, sektor pertambangan dan sektor konstruksi. Dilain pihak sektor industri yang keberadaanya sangat penting untuk membawa perekonomian secara keseluruhan memasuki suatu proses perkembangan yang berkelanjutan kurang mendapat dukungan dari ketersediaan faktor-faktor (factor’s endowment) yang dibutuhkan. Kondisi tersebut membutuhkan rekomendasi khusus untuk meelakukan industrialisasi di Kabupaten Bondowoso ini.
Sektor keuangan penting untuk direkomendasikan karena keberadaan sektor perekonomian tersebut dalam menjalankan fungsi intermediasi membantu sektor-sektor perekonomian yang lain dalam memperoleh permodalan. Sektor-sektor perekonomian riil yang erat keberadaannya dengan sektor pertanian hendaknya memperoleh pertimbangan untuk mendapatkan injeksi yang dibutuhkan. Oleh sebab itu, Pemerintah Kabupaten Bondowoso harus dapat menarik kehadiran para invest-tor di sektor keuangan tersebut. Layak untuk memperoleh pertimbangan adalah masuknya Lembaga-lembaga perkreditan rakyat yang menawarkan bunga kredit yang relatif rendah untuk menginjeksi keperluan likwiditas usaha-usaha kecil dan menengah yang banyak tersebar di Kabupaten Bondowoso. Sektor perdagangan yang merupakan sektor perekonomian Kabupaten Bondowoso yang teridentifikasi memiliki kemampuan memberikan manfaat external economic’s yang tinggi disertai dengan daya dukung ketersediaan faktor (factor’s endowment) yang tinggi seperti sektor perekonomian yang disinggung sebelumnya, seharusnya mendapat perhatian dan seyogyanya secara imperatif didorong. Perhatian dan pemberian prioritas terutama tertuju pada lembaga-lembaganya yang bergerak di usaha outlet distribusi yang menawarkan hasil produksi Kabupaten tersebut dan lembaga-lembaganya yang bergerak memasarkan produk-produk ke daerah-daerah pusat pertumbuhan dan daerah-daerah maju sekitarnya.

Khususnya bagi lembaga-lembaga pemasaran yang disebutkan terakhir tersebut sangat erat kaitannya dengan kepentingan Kabupaten Bondowoso untuk dapat menyerap pertumbuhan ekonomi daerah-daerah tujuan pasar tersebut serta fungsinya untuk membangun suatu struktur perekonomian yang komplementer dengan daerah-daerah lain dalam wilayah perekonomian subtantif yang lebih luas. Sektor perekonomian yang ketiga yang penting untuk direkomendasikan adalah sektor komunikasi & angkutan.
Pemerintah Kabupaten Bondowoso seyoganya membangun serta memperhatikan kondisi jalan raya terutama jalan yang menghubungkan daerah-daerah sentra produksi dengan tempat-tempat yang merupakan pintu-pintu niaga. Ditempat-tempat yang merupakan pintu-pintu niaga seyogyanya diperhatikan ke-lengkapan infrasturktur komunikasinya.
Rekomendasi penelitian ini juga mempertimbangkan posisi sektor perta-nian yang masih domi-nan, sehingga kedepan masih sangat penting untuk tetap dibina sebagai sekor perekonomian yang bertindak sebagai sumber permintaan efektif bagi kepentingan perkembangan sektor-sektor perekonomian yang lain yang didorong secara imperatif.
Berpijak dari pemikiran diatas, maka penelitian ini mengemukakan saran-saran mengenai sektor perekonomian mana yang paling di kedepankan untuk mendapat prioritas yang tertinggi selain sektor-sektor non pertanian seperti tersebut diatas. Saran yang mengemukan dalam penelitian ini adalah kembali mempertimbangkan peranan relatif sektor pertanian dalam pembangunan, dalam arti seyogyanya Pemerintah Kabupaten Bondowoso mendorong perkembangan sektor pertanian lebih lanjut dengan suatu pola Industrial Complex’s. Industrial Complex’s adalah suatu konsep pemikiran yang secara teoritis dipersiapkan sebagai cara mendorong perkembangan bagi daerah-daerah yang tertinggal (dimana di Kabupaten Bondowoso ini ditandai dengan Koefisien Kedudukan Kompetitif dari sektor industri yang relatif rendah).

Pengembangan sektor pertanian dengan pola Industrial Complex’s tersebut sama artinya sebagai suatu usaha industrialisasi dengan menamfaatkan keunggulan komparatif sektor pertanian, atau suatu industrialisasi yang berbasis pada keunggul-an kompertif Sektor Pertanian. Usaha tersebut penting untuk dilakukan mengingat pentingnya peranan sektor industri sebagai sektor perekonomian yang paling relevan uantuk membarengi peningkatan produktivitas sektor pertanian, namun dukungan dari keunggulan komparatif yang berasal sektor Industri itu sendiri tidak tersedia.

Dengan pengembangan sektor pertanian yang dikembangkan secara Industrial Complex’s ini diharapkan sektor-sektor perekonomian yang tidak meng-isi dalam struktur perekonomian Kabupaten Bondowoso seperti sektor listrik, gas dan air dapat mengisi.
Dengan pola pengembangan pertanian secara Industrial Complex’s ini diharapkan pula sektor-sektor perekonomian yang proses perkembangannya lebih diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar (yang tidak terekomendasi) seperti sektor jasa, sektor industri dan sektor-sektor perekonomian yang lain (sektor-sektor perekonomian yang tidak mendapat dukungan dari ketersediaan factor’s endowment atau yang kemampuan memberikan external economic’snya pada perekonomian lemah) akan dapat didorong untuk berkembang. Perkembangan tersebut diharapka dapat terjadi karena besarnya kemampuan external econo-mic’s yang diberikan oleh proses industrialisasi yang berpola Industrial Complex’s ( yang berpijak pada keunggulan komparatif sektor pertanian) pada perekonomian.

Peneliti: Urip (Dosen FE Unej)
Read more.....

Rabu, 30 Juli 2008

THE IMPACT OF TRADE LIBERALIZATION ON THE COMPETITIVENESS OF INDONESIAN RICE IN DOMESTIC MARKET)*


Keywords: Efficiency, Comparative Advantage, Competitive Advantage, Government Policy, Supply and Demand.
The implementation of trade liberalization imposes free import duties, free market and almost unlimited business opportunity (borderless world). This kind of condition will be likely to create negative effects, particularly on rice commodity which in general has low rate of competitiveness due to inefficient agriculture practices.

The objectives of this research are to identify (a) efficiency rate of input usage in rice production business, (b) competitiveness rate of rice commodity in domestic market, (c) factors influencing rice supply and demand in domestic market, and (d) level of rice supply and demand in domestic market. The research area is determined by means of a purposive sampling method within the area of the Regency of Jember and Lumajang. Given that these two regencies are amongst the rice producing centres in East Java, they are then deliberately selected. Secondary data are derived from the current national figures so that no specific research area is necessary. The used method of population and sample taking is the two stage cluster sampling. With reference to the number of villages located in Jember and Lumajang regency, the primary sample unit falls into two villages of each regency with the required total sample of 159 people. The result of analysis of the profit function in model I indicates that the function of demand input of P fertilizer is not efficient with the Prob > t (0.2854). This condition is caused by the allocation of 20 kilograms P fertilizer per hectare in spite of the suggested 45 kilograms per hectare. The result of analysis of the Domestic Resource Cost ratio (DRC) is Rp. 3,552.20 or is under the shadow price of Rp.11,831,65, resulting in a Domestic Resource Cost Coefficient Ratio (CDRCsocial) of 0.3002. The result shows that the rice commodity has a comparative advantage since the cost of rice production in Indonesia is only 30.02% of the import cost. Therefore, the provision of rice by domestic farmers is able to save Indonesian foreign exchange up to 69.98% of the effective import cost. The result of analysis of the Domestic Resource Cost (DRCactual) shows that the Domestic Resource Cost (DRC) ratio is Rp. 4,351.47 and the Domestic Resource Cost Coefficient (CDRCactual) is 0.4463. Regarding the value of the CDRCactual < 1, it is considered that rice production in the village retains a competitive advantage. This is basically due to the fact that domestic rice production will save Indonesian foreign exchange up to 55.37% of the total import costs. In other words, a domestic input cost of Rp.4,348 is required in the effort to create a $ 1 US added value. Accordingly, the agriculture practices are deemed efficient in terms of financial aspects with regard to the use of the domestic resources. The current government policy is not in line with the efforts to increase the competitiveness of rice as indicated by the Effective Protection Coefficient (EPC) ratio of 0.67. The Government does not provide rice farmers with the necessary protection; on the contrary, it increases the cost of rice production up to 28% as indicated by the Subsidy Ratio to Producer (SRP) ratio of -0.28. With regard to the sustainable competitive advantage (SCA), rice commodity does not have competitiveness since the rate of supply surplus is only 0.6 million ton, despite the fact that the required stock is 1.5 million ton. Hence, Indonesian rice commodity has not yet retained competitiveness in the domestic market
)* Penulis adalah Alumni Pascasarjana Agribisnis Universitas Jember
Read more.....