Rabu, 19 Oktober 2011

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI PADA USAHATANI TEMBAKAU

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tembakau Besuki Na-oogst adalah jenis tembakau cerutu Indonesia yang sangat dikenal dipasaran Luar Negeri sejak sebelum Perang Dunia II. Hal ini karena tembakau Besuki Na-oogst mempunyai daun-daun yang tipis, terutama aroma dan keempukan yang sangat baik sehingga digunakan sebagai pembalut dan pengisi, kadang-kadang dipakai sebagai pembungkus (Budhi, 1991)
Tanaman tembakaucerutu (Necotina tabacum L) telah dibudidayakan di Indonesia lebih dari satu abad dan sebagai komoditi ekspor, sehingga cukup terkenal dipasaran Internasional, terutama Eropa Barat. Tanaman tembakau berasal dari benua Amerika, karena orang-orang Indian di Amerika Tengah telah mengenal tanaman itu jauh sebelum benua itu diketemukan oleh Colombus. V cerutu masuk ke Indonesia dan ditanam di Besuki tahun 1856 (download file)(Hartana, 1978)


Adanya rasa khas yang dimiliki seharusnya nilai ekspor ini bisa stabil dari tahun ke tahun, namun kenyataannya dari tahun 1980 hingga 1989 volume dan nilai ekspor tembakau Besuki Na-oogst menurun. Keadaan iklim yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tembakaudi daerah Besuki serta pengolahan yang masih kurang merupakan penyebabnya (Budhi, 1991)
Beberapa masalah pokok yang ditemukan dalam dunia pertembakauan di Indonesia yang menyebabkan rendahnya hasil dan kualitas antara lain :
• Penggunaan benih yang berkualitas rendah;
• Waktu penananaman;
• Pengolahan tanah;
• Cara bercocok tanam;
• Pemeliharaan Tanaman (jarak tanam, pengendalian hama penyakit, dan gulma);
• Perlakuan pasca panen belum dilakukan secara intensif.
Dari permasalahan tersebut, pertembakauan di Indonesia perlu adanya penanganan secara intensif (Rahardjo, 1989) diantaranya adalah penggunaan jarak tanam yang tepat dan waktu pemangkasan yang tepat juga. Jarak tanam dan waktu pemangkasan merupakan faktor yang menentukan tinggi rendahnya produksi persatuan luas dan kualitas tembakau. Penggunaan jarak tanam yang optimum ini tergantung pada jenis tanah dan varietas yang akan ditanam (Hartana, 1978)
Pembangunan di Indonesia khususnya di bidang Pertanian merupakan bagian dari pembangunan nasional yang memiliki fungsi strategis dalam recovery ekonomi bangsa. Fungsi strategis itu khususnya dalam konteks penyediaan pangan, penyediaan bahan baku industri, peningkatan eksport dan devisa Negara, penyediaan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, peningkatan pendapatan petani dan kesejahteraan masyarakat, kesehatan dan pendidikan.
Pembangunan pertanian dewasa ini adalah mengembalikan kondisi swasembada pangan, peningkatan ekspor non migas dan mengurangi pengeluaran devisa yang sekaligus memperluas lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan petani serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu pembangunan yang di titik beratkan pada ekonomi pedesaan merupakan salah satu tujuan utama pembangunan pertanian sehingga sangat diharapkan perkembangan agribisnis daerah yang mempunyai daya saing sesuai dengan keunggulan komparatif masing-masing daerah dan berkelanjutan.
Pembangunan pertanian dengan sasaran tercapainya keseimbangan pendapatan antara bidang industri dengan bidang pertanian serta terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat. Berdasarkan proporsi angkatan kerja nasional yang bergerak pada sektor pertanian serta besarnya permintaan potensial bagi produk-produk pertanian, peran serta sektor pertanian sangat strategis dalam mencapai sasaran pendapatan pembangunan nasional. Sejalan dengan hal itu, selain diharapkan pembangunan sektor pertanian tumbuh dengan laju pertumbuhan yang tinggi, pembangunan pertanian diarahkan untuk dapat memecahkan masalah-masalah nasional, salah satunya adalah untuk meningkatkan pendapatan petani, termasuk petani yang berusaha pada usahatani tembakau.
Strategi pengembangan usahatani sangat menggantungkan diri pada ketersediaan sumberdaya yang ada. Sumberdaya merupakan faktor untuk mencapai pendapatan, tetapi sumberdaya terbatas jumlahnya, sehingga kemampuan untuk mencapai pendapatan juga terbatas. Pada prinsipnya, sumberdaya yang merupakan faktor utama dalam meningkatkan pendapatan petani terdiri dari:
- ketrampilan manajemen petani
- modal, meliputi modal tetap dan modal variabel
- tanah, meliputi kuantitas (luas) dan kualitas
- tenaga kerja, meliputi kuantitas (jumlah) dan kualitas
(Prayitno dkk, 1989: 96-97).

Tabel 1.1 Luas & Produktifitas lahan di tiap Kabupaten se-Jawa Timur Tahun 2009 (komoditas tembakau).



Sesuai dengan klasifikasi jenisnya, maka tembakau di Indonesia dapat di klasifikasikan menjadi beberapa kategori, diantaranya:
- tembakau kasturi - tembakau Na-Oogst
- tembakau moris - tembakau dhamamud
- tembakau samporis - tembakau Voor-Oogst
- tembakau virginia - tembakau sompor
Modal yang diperlukan oleh petani untuk usahatani tembakau sangat besar, meliputi biaya tetap dan biaya variabel, yaitu biaya bibit, biaya pupuk, biaya tenaga kerja dan biaya untuk pengairan. Para petani biasanya mendapatkan modal dari biaya pribadi (keuntungan dari panen sebelumnya), namun sebagian besar petani membutuhkan modal pinjaman untuk bertani tembakau.
Nilai ekonimis lahan dapat ditentukan dengan mengukur luas lahan suatu usahatani. Dari segi ekonomi, ciri yang sangat penting pada petani kecil adalah terbatasnya sumberdaya dasar tempat ia berusahatani. Pada umumnya, mereka hanya menguasai sebidang lahan kecil, kadang-kadang disertai ketidakpastian dalam pengelolaannya. Lahannya sering tidak subur dan terpencar-pencar dalam beberapa petak. Bersamaan dengan itu, mereka menghadapi harga yang tidak stabil sehingga kalah bersaing dengan beberapa anggota masyarakat yang lebih berkuasa dalam hal kepemilikan lahan dan pelayanan pemerintah. Akibatnya, kelangsungan hidup mereka sering tergantung kepada orang lain (Soekartawi, 1986: 15-16).
Diduga terdapat hubungan antara variabel biaya usahatani dengan pendapatan petani, sehingga penelitian dalam rangka mengetahui peningkatan pendapatan petani tembakau, diperlukan kajian khusus yang menyangkut biaya tenaga kerja, luas lahan dan modal. Ketiga variabel tersebut dipilih karena berpengaruh langsung terhadap peningkatan pendapatan petani.
Sesuai dengan latar belakang masalah tersebut diatas, maka peneliti melakukan penelitian tentang “Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Peningkatan Pendapatan Petani Pada Usahatani Tembakau”.


1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka Rumusan Masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Sejauh mana pengaruh tingkat efisiensi penggunaan tenaga kerja terhadap peningkatan pendapatan petani pada usahatani tembakau?
2. Sejauh mana pengaruh luas lahan terhadap peningkatan pendapatan petani pada usahatani tembakau?
3. Sejauh mana pengaruh modal terhadap peningkatan pendapatan petani pada usahatani tembakau?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh tingkat efisiensi penggunaan tenaga kerja terhadap peningkatan pendapatan petani pada usahatani tembakau.
2. Untuk mengetahui pengaruh luas lahan terhadap peningkatan pendapatan petani pada usahatani tembakau
3. Untuk mengetahui pengaruh modal terhadap peningkatan pendapatan petani pada usahatani tembakau

1.3.2 Manfaat Penelitian
Dengan demikian hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak antara lain:
1. Penelitian ini bermanfaat untuk menentukan luas lahan, modal dan tenaga kerja sebagai pertimbangan ketika akan memulai menanam tembakau sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani pada usahatani tembakau.
2. Bagi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Jember dapat digunakan sebagai pedoman dalam menentukan prioritas dan intensitas pembinaan pada petani. Selain itu sebagai masukan dalam menentukan strategi dan kebijakan pembangunan di sektor perkebunan.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori
Usaha tembakau di Jawa Timur telah melalui rentang waktu yang panjang. Pengusahaan tembakau cerutu telah dimulai sejak tahun 1856. pada tahun 1859, tembakau jenis ini telah diusahakan secara intensif untuk memenuhi kebutuhan Eropa oleh George Birnie dengan membentuk perusahaan LMOD (Lanbouw Metschappij Oud Djember) di Kabupaten Jember. Tembakau jenis Virginia mulai diusahakan di Bojonegoro sejak tahun 1925 oleh PT. BAT (British American Tobacco). Sedang sejarah pengusahaan tembakau rakyat/asli/native tobacco/bevolkingstabak tidak ditulis secara spesifik, tetapi menurut Rhuphius (seorang pengelana Portugis) tanaman tembakau di Indonesia sudah ada sebelum kedatangan bangsa Portugis tahun 1650 (Hadiwijaya dalam Tim Penyusun, 2008: 1).
Kegunaan tembakau bagi masyarakat cukup besar, karena aktivitas produksi dan pemasarannya melibatkan sejumlah penduduk untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan. Berbagai jenis tembakau dengan berbagai kegunaannya diusahakan di Indonesia, baik oleh petani kecil maupun oleh perusahaan.
Tembakau merupakan tanaman semusim, dalam dunia pertanian tergolong tanaman perkebunan tetapi bukan merupakan kelompok tanaman pangan. Tanaman tembakau dibudidayakan dalam pertanian untuk dimanfaatkan daunnya sebagai pembuatan rokok. Menurut Padmo dan Djatmiko (1991), spesies tanaman tembakau yang pernah ada di dunia ini diperkirakan mencapai lebih dari 20 jenis, di mana persebaran geografis sangat mempengaruhi cara bercocok tanam serta spesies, varietas yang diusahakan, dan mutu yang dihasilkan.
Klasifikasi tembakau berdasarkan bentuk hasil pengolahan pasca panen dibedakan menjadi tembakau krosok (leaf type) dan tembakau rajangan (slice type). Tembakau krosok merupakan tembakau yang paling banyak terdapat di dunia, sedangkan tembakau rajangan merupakan tipe tembakau asli Indonesia.
Berdasarkan tipe ukuran rajangannya, terbagi menjadi dua, broad cut (meliputi rajangan kasar dan sedang) dan fine cut (rajangan halus). Berdasarkan warna hasil fermentasi, tembakau rajangan dibagi menjadi dua, rajangan kuning dan hitam. Disebut rajangan kuning, sebab hasil fermentasi nantinya cenderung berwarna kuning, sedangkan rajangan hitam dikarenakan hasil fermentasi cenderung berwarna gelap.

a. Tembakau Krosok
Krosok merupakan jenis yang paling banyak terdapat di dunia. Tembakau krosok dipasarkan dalam bentuk lembaran daun utuh, setelah melalui proses pengeringan. Harga tembakau krosok cenderung lebih mahal dari pada rajangan, sebab melalui tahapan yang panjang sebelum siap dipasarkan, mulai pengeringan hingga sortasi.
Berdasarkan metode pengeringannya, tembakau krosok dibedakan menjadi:
1) Air cured, adalah proses pengeringan daun tembakau dengan menggunakan aliran udara bebas (angin). Metode pengeringan ini memerlukan bangunan khusus (curing shed). Pengeringan dengan meode ini akan menghasilkan tembakau dengan kadar gula rendah namun tinggi nikotin.
2) Flue cured, adalah proses pengeringan daun tembakau dengan mengalirkan udara panas melalui pipa (flue). Tembakau yang tergolong jenis ini adalah tembakau Virginia FC. Prinsip pengeringan flue cured sangat sederhana, berkurangnya kelembaban secara perlahan selama 24 – 60 jam pertama (masa penguningan) diikuti hilangnya kadar air secara cepat hingga lamina mengering, yang diikuti mengeringnya gagang.
3) Sun cured, adalah proses pengeringan dengan menggunakan sinar matahari secara langsung (penjemuran). Proses penjemuran untuk tembakau krosok selama 7-10 hari. Metode ini juga dipakai untuk pengeringan tembakau Oriental, yang menghasilkan kadar gula dan nikotin yang rendah.
4) Fire cured, adalah proses pengeringan daun tembakau dengan cara mengalirkan asap dan panas dari bawah susunan daun tembakau. Berbeda dengan flue cured, dimana bara api tidak dibiarkan membara, melainkan dijaga agar tetap mengeluarkan asap. Bahan baku yang umum digunakan agar menghasilkan asap yang cukup antara lain kayu akasia yang dicampur dengan ampas dan bongkol tebu, sehingga diharapkan menghasilkan aroma yang harum dan manis. Pengeringan dengan meode ini akan menghasilkan tembakau dengan kadar gula rendah namun tinggi nikotin.
Tembakau merupakan komoditas ekspor tradisional yang telah diusahakan sejak 140 tahun yang lalu, hingga kini merupakan salah satu penghasil devisa non migas. Menurut Hartana (1996), berdasarkan data rata-rata 1990 sampai dengan 1994 nilai ekspor tembakau Indonesia tiap tahun sebesar US $ 69.025.000 dari jumlah ini tembakau rokok besuki menghasilkan US $ 27.317.400. sebagai penghasil devisa negara, perusahaa rokok juga membawa dampak positif antara lain penyerapan tenaga kerja dan mempunyai efek ganda bagi sektor erekonomian antara lain seperti perbankan, transportasi, telekomunikasi dan sektor riil lainnya.

2.1.2 Faktor Produksi Usahatani Tembakau
Usahatani adalah suatu kegiatan mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan, tenaga kerja, dan modal sehingga memberikan manfaat sebaik-baiknya. Usahatani merupakan cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan, penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin.
Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi dikenal pula dengan istilah input dan korbanan produksi. Faktor produksi memang sangat menentukan besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja dan aspek manajemen adalah faktor produksi yang terpenting. Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi produksi atau faktor relationship.
Faktor produksi tanah, modal dan tenaga kerja masing-masing memberikan sumbangan terhadap hasil produksi. Tanah memberikan sumbangan berupa unsur-unsur tanah yang asli dan sifat-sifat tanah yang tidak dapat dirusak dimana hasil pertanian diperoleh. Tetapi untuk memperoleh hasil produksi diperlukan tenaga kerja manusia. Sedangkan yang dimaksud dengan modal usaha adalah sumber-sumber ekonomi diluar tenaga kerja yang dibuat oleh manusia.
1. Lahan Pertanaman
Tanah sebagai salah satu faktor produksi merupakan pabrik hasil-hasil pertanian yaitu tempat dimana produksi berjalan dan darimana hasil produksi ke luar. Faktor produksi tanah mempunyai kedudukan paling penting. Hal ini terbukti dari besarnya balas jasa yang diterima oleh tanah dibandingkan faktor-faktor produksi lainnya (Mubyarto, 1995).
Tanah dan bagian-bagian diatasnya, merupakan faktor produksi penting dalam usahatani di negara-negara yang sedang berkembang. Tanah meliputi 70-90 persen dari modal seluruhnya, sehingga merupakan faktor dominan untuk meningkatkan pendapatan petani. Sebagian petani Indonesia rata-rata memiliki lahan yang sempit (Khoiri, 1993: 2).
Rukmana (1997), pengolahan tanah secara sempurna sangat diperlukan agar dapat memperbaiki tekstur dan struktur tanah, memberantas gulma dan hama dalam tanah, memperbaiki aerasi dan drainase tanah, mendorong aktivitas mikroorganisme tanah serta membuang gas-gas beracun dari dalam tanah.
2. Modal (sarana produksi)
Dalam kegiatan proses produksi pertanian, maka modal dibedakan menjadi dua macam yaitu modal tetap dan tidak tetap. Perbedaan tersebut disebabkan karena ciri yang dimiliki oleh model tersebut. Faktor produksi seperti tanah, bangunan, dan mesin-mesin sering dimasukkan dalam kategori modal tetap. Dengan demikian modal tetap didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi tersebut. Peristiwa ini terjadi dalam waktu yang relative pendek dan tidak berlaku untuk jangka panjang (Soekartawi, 2003).
Sebaliknya dengan modal tidak tetap atau modal variabel adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali dalam proses produksi tersebut, misalnya biaya produksi yang dikeluarkan untuk membeli benih, pupuk, obat-obatan, atau yang dibayarkan untuk pembayaran tenaga kerja.
Besar kecilnya modal dalam usaha pertanian tergantung dari :
a. Skala usaha, besar kecilnya skala usaha sangat menentukan besar-kecilnya modal yang dipakai makin besar skala usaha makin besar pula modal yang dipakai.
b. Macam komoditas, komoditas tertentu dalam proses produksi pertanian juga menentukan besar-kecilnya modal yang dipakai.
c. Tersedianya kredit sangat menentukan keberhasilan suatu usahatani (Soekartawi, 2003).
Keterbatasan modal yang dimiliki para petani merupakan masalah utama dalam usaha memperluas dan mengembangkan usahataninya. Kekurangan modal pada usahatani Indonesi disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi dan sosial. Beberapa diantara faktor tersebut adalah lahan yang sempit, pendapatan petani yang rendah, tingkat teknologi yang rendah, dan kepadatan penduduk. Hubungan antara faktor-faktor ini dengan modal sebenarnya tidak searah. Hubungan sebaliknya juga ada, misalnya pendapatan mempengaruhi besarnya modal, tetapi juga modal mempengaruhi besarnya pendapatan petani dalam mengelola usahataninya (Soeharjo dan Patong, 1973: 92-93).
Pupuk phonska merupakan pupuk majemuk yang mengandung nitrogen, phosfor dan kalium. Menurut Pinus (1994), pupuk phonska digunakan untuk pertumbuhan akar tanaman muda, membantu asimilasi dan pernapasan serta mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah. Dosis pupuk phonska pada tanaman jagung yaitu 50-100 kilogram per hektar.
Biaya yang dikeluarkan dalam usahatani dimaksudkan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Seharusnya pengeluaran yang dihitung dalam tahun pembukuan itu adalah yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk dalam tahun pembukuan tersebut (Soekartawi, 1989: 89).
Adapun yang berkaitan dengan produksi maka, terdapat biaya produksi yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Jumlah biaya tetap seluruhnya dan biaya variabel seluruhnya merupakan biaya total produksi. Biaya tetap adalah biaya yang tetap harus dikeluarkan pada berbagai tingkat output yang dihasilkan. Yang termasuk biaya tetap pada uasaha tani tembakau adalah modal, biaya pajak dan biaya penyusutan. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang berubah-ubah menurut tinggi rendahnya output yang dihasilkan. Yang termasuk biaya variabel adalah pembelian bibit, pembelian pupuk, pembelian obat pemberantas hama, penyediaan tenaga kerja orang.
Sedangkan yang disebut Pendapatan pada prinsipnya dibedakan menjadi dua jenis yaitu pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor yaitu pendapatan yang berasal dari penjualan hasil produksi Usahatani. Sedangkan pendapatan bersih adalah pendapatan yang berasal dari penjualan hasil produksi usahatani setelah dikurangi biaya total yang dikeluarkan (Wardani, 2003: 27). Pendapatan bersih (net farm income) mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam (Soekartawi, 1989: 90).
Secara teoritis, untuk meningkatkan pendapatan petani maka terdapat empat unsur yang berpengaruh langsung. Unsur tersebut antara lain :
1. Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja/produktif, yaitu 15 – 64 tahun yang dapat berkerja untuk memproduksi. Pengaruh tenaga kerja terhadap produksi tidak sama dalam setiap cabang produksi. (Daniel, 2008: 11).
Tenaga kerja usahatani dibedakan terdiri dari tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita dan tenaga kerja anak-anak. Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dalam keluarga maupun diluar keluarga. Tenaga kerja diluar keluarga diperoleh dengan cara upah. Tenaga kerja upahan ini biasanya terdapat pada usahatani berskala luas.
Produktifitas tenaga kerja pada daerah yang masyarakatnya memiliki lahan terbatas belum sepenuhnya mendukung kemajuan di bidang pertanian, karena faktor tenaga kerja merupakan faktor produksi yang kurang erbatas jumlahnya bila dibandingkan dengan tanah dan modal (Khoiri, 1993: 2).

2. Luas Lahan
Lahan dan semua jenis tanaman diatasnya, merupakan faktor produksi penting dalam usahatani di negara-negara yang sedang berkembang. Tanah meliputi 70-90 persen dari modal seluruhnya, sehingga merupakan faktor dominan untuk meningkatkan pendapatan petani. Sebagian petani Indonesia rata-rata memiliki lahan yang sempit.
Luas penguasaan lahan pertanian merupakan sesuatu yang penting dalam proses produksi suatu usahatani dan usaha pertanian. Dalam usahatani misalnya kepemilikan lahan sempit sudah pasti kurang efisien dibanding lahan yang luas. Semakin sempit lahan pertanian, semakin tidak efisien usahatani yang dilakukan, kecuali bila usahatani tersebut dikelola dengan tertib. Luas kepemilikan lahan atau penguasaan lahan berhubungan dengan efisiensi. Penggunaan masukan akan semakin efisien bila luas lahan yang dikuasai semakin besar.

3. Modal Usahatani
Tujuan utama suatu usahatani keluarga adalah memperoleh hasil atau produksi yang setinggi-tingginya guna mencapai kebutuhan hidup keluarga. Penghasilan usahatani keluarga pertama-tama digunakan untuk mencukupi kebutuhan keluarga, kemudian mencukupi kebutuhan pelaksanaan pengelolaan usahatani dan pembentukan modal.
Modal adalah produk atau kekayaan yang digunakan untuk memproduksi hasil selanjutnya. Modal kerja pada hakikatnya merupakan jumlah yang terus menerus ada dalam menopang usaha yang menjembatani antara saat pengeluaran untuk memperoleh bahan atau jasa dengan waktu penerimaan penjualan. Modal kerja digunakan untuk melakukan proses produksi dan mendukung pembiayaan yang ada didalamnya. Pada usahatani tembakau, biaya-biaya meliputi biaya bibit, biaya persiapan lahan, biaya tanam, biaya pencangkulan, biaya pemangkasan, biaya untuk pengairan, biaya pemupukan, biaya pemberantasan hama, biaya panen dan biaya pascapanen.
Modal usahatani mempunyai dua fungsi, yaitu:
a. Menopang kegiatan produksi
b. Menutup dana atau pengeluaran tetap dan dana yang tidak berhubungan secara langsung dengan produksi dan penjualan
Modal secara tepat merupakan syarat keberhasilan suatu usaha, apalagi usaha kecil. Modal kerja sangat erat hubungannya dalam rangka menghitung modal kerja. Perhitungan modal kerja yang berbeda akan menyebabkan perhitungan kebutuhan modal kerja yang berbeda pula.


2.2. Kerangka Pemikiran
Wilayah Eks Karesidenan Besuki merupakan suatu kawasan yang mempunyai potensi sumberdaya yang besar, sumberdaya alam yang bernilai ekonomi sangat tinggi dan dapat menjadi kantung pertumbuhan ekonomi (economics growth pole) Jawa Timur di masa yang akan datang. Wilayah Eks Karesidenan Besuki menempati posisi stategis dalam pertanian dan perkebunan tembakau, menyimpan sumberdaya melimpah yang tidak dimiliki oleh wilaya lain, namun sumberdaya tersebut masih belum dimanfaatkan secara optimal (Sukarno, 2008: 1).
Berdasarkan bentuk fisiknya, tembakau di Indonesia dipasarkan dalam dua wujud, yaitu tembakau rajangan dan tembakau krosok. Perbedaan kedua jenis tembakau ini terletak pada perlakuan pascapanen. Menurut Padmo dan Djatmiko (1991), harga tembakau krosok cenderung lebih mahal dari pada rajangan, sebab tembakau krosok melalui tahapan yang panjang sebelum siap dipasarkan, mulai pengeringan hingga sortasi.
Usahatani adalah suatu kegiatan mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan, tenaga kerja, dan modal sehingga memberikan manfaat sebaik-baiknya. Faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja dan aspek manajemen adalah faktor produksi yang terpenting. Dalam beberapa literature, sebagian ahli hanya mencantumkan tiga faktor produksi, yaitu luas lahan, modal dan tenaga kerja.
Berdasarkan pada uaraian tersebut diatas, maka diperlukan kajian lebih lanjut tentang faktor yang mempengaruhi keuntungan tembakau rajang dan tembakau krosok serta perbedaan keuntungan antara tembakau rajang dan tembakau krosok.
Dalam usahatani tembakau maka, komposisi tenaga kerja adalah, penduduk dalam usia kerja/produktif, yaitu 15 – 64 tahun yang dapat berkerja untuk memproduksi. Pengaruh tenaga kerja terhadap produksi tidak sama dalam setiap cabang produksi.
Sedangkan Produktifitas tenaga kerja pada daerah yang masyarakatnya memiliki lahan terbatas belum sepenuhnya mendukung kemajuan di bidang pertanian, karena faktor tenaga kerja merupakan faktor produksi yang kurang erbatas jumlahnya bila dibandingkan dengan tanah dan modal
Faktor modal yang terbatas dimiliki petani merupakan masalah utama dalam usaha memperluas dan mengembangkan usahataninya. Kekurangan modal pada usahatani Indonesi disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi dan sosial. Beberapa diantara faktor tersebut adalah lahan yang sempit, pendapatan petani yang rendah, tingkat teknologi yang rendah, dan kepadatan penduduk. Hubungan antara faktor-faktor ini dengan modal sebenarnya tidak searah. Hubungan sebaliknya juga ada, misalnya pendapatan mempengaruhi besarnya modal, tetapi jga modal mempengaruhi besarnya pendapatan petani dalam mengelola usahataninya (Soeharjo dan Patong, 1973: 92-93).

Unsur lahan, modal dan tenaga kerja masing-masing memberikan sumbangan terhadap peningkatan pendapatan petani. lahan memberikan sumbangan berupa unsur-unsur tanah yang asli dan sifat-sifat tanah yang tidak dapat dirusak dimana hasil pertanian diperoleh. Tetapi untuk memperoleh hasil produksi diperlukan tenaga kerja manusia (labour). Sedangkan yang dimaksud dengan modal usaha adalah sumber-sumber ekonomi duluar tenaga kerja yang dibuat oleh manusia.

Pengelolaan usahatani, maka petani selalu menggunakan sumberdaya yang dimilikinya (luas lahan, modal dan tenaga kerja) seefisien mungkin. Usahatani tembakau sangat ditentukan oleh factor produksi seperti luas lahan, modal dan tenaga kerja. Suatu produksi dapat terwujud karena adanya unsure factor produksi.
Bahwa pembangunan pertanian merupakan sektor yang paling efektif dalam menurunkan jumlah penduduk miskin Indonesia, menyerap tenaga kerja terbesar dan secara umum memiliki daya saing yang kompetitif. tembakau di Kabupaten Jember merupakan usahatani yang dilakukan secara turun temurun dan menunjukkan produk petani unggulan walaupun memerlukan biaya yang cukup besar. Banyak faktor yang mempengaruhi suatu usahatani tembakau, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Namun, faktor modal, lahan dan tenaga kerja merupakan faktor utama yang banyak membutuhkan biaya (Wardani, 2003: 6). Bila pertanian berubah dari corak subsisten ke komersial, maka kendala modal cenderung menjadi makin penting. Perencanaan yang menyangkut masalah ini mempunyai hubungan dengan pola pembayaran tunai dan penerimaan yaang sifatnya musiman.
Peningkatan pendapatan petani akan lebih besar apabila petani dapat menekan biaya variabel yang dikeluarkan. Dalam hal ini petani hendaknya dapat memanfaatkan sarana produksi yang efisien pada tanah yang diusahakan. Selain itu, petani harus mengetahui jumlah tenaga kerja yang efisien dan optimum untuk menjaga efisiensi biaya. Hal ini penting mengingat biaya tenaga kerja adalah biaya yang terbesar yang sangat perlu diperhitungkan petani untuk mendapatkan peningkatan pendapatan pada usahatani tembakau. Pengetahuan tentang data biaya dan pendapatan sangat diperlukan karena hal ini dapat membantu petani dalam mengambil keputusan yang bertujuan untuk mempertinggi tingkat hidupnya.

2.3 Hipotesis
1. Efisiensi penggunaan tenaga kerja berpengaruh langsung terhadap peningkatan pendapatan petani pada usahatani Tembakau.
2. Luas lahan yang ditanami tembakau berpengaruh langsung terhadap peningkatan pendapatan petani pada usahatani Tembakau.
3. Modal usahatani yang dimiliki berpengaruh langsung terhadap peningkatan pendapatan petani pada usahatani Tembakau.





















BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Jenggawah Kecamatan Jenggawah di Kabupaten Jember Propinsi Jawa Timur pada bulan Juli-September 2011. Penentuan daerah penelitian ini dilakukan dengan sengaja (purposive sampling). Dasar penentuan daerah ini karena Kecamatan Jenggawah, Desa Jenggawah merupakan salah satu sentra produksi tembakau di Kabupaten Jember.

3.2 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik. Metode deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran secara objektif mengenai fakta yang berkaitan dengan penelitian (Nazir dalam Koiri, 1993: 25). Sedangkan metode analitik digunakan untuk memperkuat metode deskriptif menggunakan penghitungan dengan pendekatan analisis statistik.

3.3 Metode Pengambilan Sampel
Responden diambil dengan menggunakan metode Disproporsionate Stratified Random Sampling, digunakan untuk menentukan jumlah sampel dari populasi berstrata, tetapi jumlah tiap strata tidak proporsional. Artinya, peneliti bebas mengambil sampel dari populasi. Sampel yang diambil adalah 10% dari total jumlah populasi yang ada. Total jumlah populasi adalah 310 petani tembakau, sehingga jumlah sampel yang diteliti sebanyak 30 petani tembakau.

3.4 Teknik dan Alat Perolehan Data
Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, yaitu:
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari pengamatan langsung serta wawancara pada petani dengan daftar pertanyaan sesuai dan mendukung tujuan penelitian.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari berbagai sumber tertulis yang telah ada, menggali teori-teori yang mendasarinya, dan merumuskan metode serta teknik penelitian yang tepat digunakan.

3.5 Teknik Analisis Data
Untuk menguji hipotesis pertama, kedua dan ketiga, yaitu untuk mengetahui pendapatan yang diperoleh oleh petani, terlebih dahulu mengetahui nilai total biaya produksi, digunakan rumus dengan notasi matematika:
TC = TFC + TVC
Keterangan: TC = biaya total produksi
TFC = biaya tetap total
TVC = biaya variabel total
Kemudian menghitung besarnya penerimaan kotor, dengan rumus:
TR = P.Q
Keterangan: TR = penerimaan kotor
P = harga produksi
Q = jumlah produksi
Setelah nilai total biaya produksi dan nilai penerimaan kotor diketahui, maka pendapatan petani tembakau dapat dihitung dengan rumus berikut:
π = TR - TC
Keterangan: π = besarnya tingkat pendapatan
TR = penerimaan kotor
TC = biaya total produksi
Analisis R/C Ratio digunakan untuk mengetahui apakah petani dalam mengusahakan pertanaman tembakau menguntungkan atau merugikan.
R/C Ratio = TR/TC
Dimana : TR = penerimaan kotor
TC = biaya total produksi
Jika : R/C Ratio > 1, maka usahatani tembakau menguntungkan
R/C Ratio = 1, maka usahatani tembakau impas
R/C Ratio < 1, maka usahatani tembakau merugikan
Sumber: Wardani, 2003: 26-28.

Untuk menguji pengaruh luas lahan, modal (biaya-biaya yang dikeluarkan) dan tenaga kerja (HKSP) dengan pendapatan petani tembakau dilakukan uji statistik Regresi Linier Berganda dengan derajad kepercayaan 95% (p<0.05). Uji ini bertujuan untuk menentukan model yang sesuai untuk pasangan data serta dapat digunakan untuk membuat model dan menyelidiki hubungan dua variabel atau lebih.
Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + e
Keterangan: Y = Pendapatan petani (Rp)
X1 = Luas lahan (Ha)
X2 = Biaya Bibit
X3 = Biaya Pengairan
X4 = Biaya Pupuk
X5 = Biaya Obat Pemberantas Hama
X6 = Tenaga kerja (HKSP)
β0 = Konstanta regresi
β1,2,3 = Koefisien regresi
e = Disturbance error

Rasio yang digunakan:
a. Jika signifikansi <0.05, maka Ho ditolak, berarti ada hubungan antara modal, luas lahan, tenaga kerja dengan pendapatan.
b. Jika signifikansi >0.05, maka Ho diterima, berarti tidak ada hubungan antara modal, luas lahan, tenaga kerja dengan pendapatan.



3.6 Definisi Operasional
1. Petani adalah responden penanam Tembakau dalam penelitian di Desa Jenggawah, Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember.
2. Biaya adalah semua pengorbanan atau pengeluaran yang diperlukan untuk suatu , dinyatakan dalam rupiah menurut harga pasar yang berlaku.
3. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya volume produksi. Macam biaya tetap adalah pajak, peralatan dan sebagainya. Satuan yang digunakan adalah rupiah.
4. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh besar kecilnya volume produksi. Macam biaya variabel adalah biaya tenaga kerja, bibit, pupuk, dan lain-lain. Satuan yang digunakan adalah rupiah.
5. Penerimaan adalah jumlah produksi tembakau yang terjual dikalikan harga yang berlaku saat itu. Satuan yang digunakan adalah rupiah.
6. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan yang didapatkan dengan total biaya yang dikeluarkan. Satuan yang digunakan adalah rupiah.
7. Jumlah tenaga kerja adalah jumlah banyaknya tenaga kerja manusia yang dihitung dalam hari orang kerja, dengan satuan rupiah. Tenaga kerja yang digunakan tidak dibedakan baik keluarga maupun diluar keluarga.
8. Upah tenaga kerja yang digunakan dalam penelitian ini distandarisasi menjadi HKSP (Hari Kerja Setara Pria). HKSP adalah jumlah hari kerja dari upah tenaga kerja yang disetarakan dengan upah tenaga pria (Rp 25.000).
9. Luas lahan sebagai input tetap adalah luas lahan garapan masing-masing , dan diukur dalam satuan hektar.
10. Modal adalah biaya awal yang dimiliki petani untuk menutupi seluruh biaya tetap dan biaya variabel.
11. Modal yang digunakan dalam penelitian ini yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, meliputi biaya bibit, biaya pupuk, biaya obat pemberantas hama dan biaya pengairan.
.

Tidak ada komentar: