Rabu, 18 Maret 2009

PROSPEK AGRIBISNIS UBI KAYU

I.PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Agroindustri merupakan industri yang mengolah bahan hasil pertanian menjadi produk-produk yang mempunyai nilai tambah. Salah satu sifat bahan pertanian adalah kamba. Sifat ini menjadikan komoditi pertanian akan mengalami penyusutan baik volume maupun berat setelah mengalami pengolahan. Dengan sifat inilah dpat dipastikan setiap pengolahan komoditi pertanian akan menghasilkan limbah. Ubi kayu sebagai salah satu komoditi pertanian juga bersifat kamba. Pengolahan ubi kayu dalam suatu agroindustri dapat menghasilkan produk seperti tapioka, gaplek, keripik, serta sirup hasil hidrolisis pati seperti sirup glukosa, sirup maltosa dan sirup fruktosa.


Tindakan pengelolaan lingkungan dalam sistem pengelolaan lingkungan (environment protection agency) diprioritaskan pada usaha pengurangan limbah pada sumbernya. Tindakan minimasi limbah pada sumbernya lebih ditekankan pada bidang manajerial. Pendekatan ini memunculkan konsep produksi bersih. Produksi bersih merupakan suatu pendekatan yang mengarah kepada peningkatan efisiensi proses produksi, penggunaan teknik-teknik daur ulang dan pakai ulang, kemungkinan substitusi bahan baku dengan yang lebih ekonomis dan tidak berbahaya serta perbaikan sistem operasi dan prosedur kerja. Tujuan dari produksi bersih adalah untuk mengurangi tingkat emisi yang mencemari serta mengurangi produksi limbah dengan meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku dan energi serta meningkatkan kualitas produk.
Keuntungan dari penerapan produksi bersih bagi perusahaan antara lain adalah :
1). Pengurangan biaya operasi pengolahan dan pembuangan limbah
2). Peningkatan mutu produk
3). Penghematan bahan baku
4). Peningkatan keselamatan kerja
5). Perbaikan kesehatan umum dan lingkungan hidup
6). Penilaian positif dari konsumen
Pada akhirnya penerapan produksi bersih akan meningkatkan daya saing produk di pasar global sehingga meningkatkan meningkatkan pendapatan perusahaan.

B.Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan Quick Scan potensi produksi bersih di industri tapioka ini adalah sebagai berikut :
1.Mendapatkan tambahan wawasan dan pengetahuan mengenai kegiatan pengolahan industri tepung tapioka.
2.Memperkenalkan konsep produksi bersih pada industri tapioka.
3.Mendapatkan alternatif penerapan produksi bersih pada industri tapioka yang mampu meningkatkan efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan.

C.Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari kajian ini adalah studi penerapan produksi bersih pada industri kecil tapioka. Studi ini meliputi aspek teknis seperti mengidentifikasi segala hal yang berpotensi menghasilkan limbah serta mengidentifikasi kemungkinan modifikasi proses untuk minimisasi penggunaan sumber daya dan jumlah limbah yang dihasilkan. Pengkajian ini dilakukan secara teoritis dan berdasarkan data empiris. Studi ini dilakukan di Industri Tapioka, Ciluweur Bogor.

II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

A.Sejarah dan Lingkup Usaha
Industri Kecil Tapioka, milik Bpk. Aan beroperasi sejak lima tahun yang lalu, tepatnya didirikan pada tahun 2000 dan bergerak di bidang agroindustri yang mengolah hasil pertanian yaitu singkong menjadi tapioka kasar. Lingkup usaha industri ini masih tergolong kecil karena masih menggunakan teknologi sederhana dengan kapasitas produksi hanya mengolah 2 ton singkong per hari.
Bahan baku utama yaitu singkong diperoleh dari daerah Ciampea dan Sukabumi. Proses produksi terdiri dari tiga proses utama yaitu pengupasan, penggilingan dan pemerasan, serta pengayakan dan penjemuran. Mesin yang digunakan adalah mesin penggiling, sedangkan proses lain dikerjakan secara manual menggunakan tenaga manusia. Sarana yang digunakan dalam proses produksi antara lain air bersih yang berasal dari sumur bor dan listrik dari PLN.

Setiap harinya industri ini mampu menjual 4 kwintal tapioka dengan harga jual Rp.400.000-Rp.420.000 / kwintal. Tapioka kasar yang sudah jadi dijual ke pabrik tapioka yaitu pabrik pengecilan ukuran dan penghalusan tekstur. Selain memproduksi tapioka, industri kecil ini menghasilkan acia yang berasal dari ampas serta kulit halus yang kemudian dijual lagi sebagai pakan ternak. Hasil samping ini cukup besar hingga mencapai 1 ton setiap harinya. Limbah yang dihasilkan industri ini adalah limbah cair yaitu air sisa endapan dan limbah padat yaitu kulit luar singkong.

B.Lokasi Usaha dan Tata Letak
Industri Kecil Tapioka ini terletak di daerah Tarikolot, Desa Ciluweur, Kecamatan Bogor Utara, Bogor. Industri ini didirikan di atas lahan seluas 800 m2. Adapun bangunan yang ada digunakan untuk melakukan proses penggilingan, ekstraksi hingga pengecilan ukuran tapioka. Proses pengupasan dan pengeringan dilakukan di lahan terbuka yang merupakan sebagian besar bagian dari luas lahan yang dimiliki.

C.Ketenagakerjaan
Jumlah tenaga kerja industri kecil tapioka adalah tujuh orang yang terdiri dari tiga orang pada proses penggilingan dan pemerasan, dua orang pada proses pengayakan dan penjemuran, serta dua orang pada proses pengupasan. Jam kerja yang diberlakukan adalah mulai jam 08.00 – 12.00 WIB, setiap hari dari hari Senin-Minggu. Sistem penggajian dilakukan per hari yang berkisar diantara Rp. 15.000 hingga Rp. 30.000 / hari.

III. PROSES PRODUKSI
A. Bahan Baku
Bahan baku utama yang digunakan untuk pembuatan tapioka pada industri ini yaitu ubi kayu. Selain bahan baku tersebut, juga diperlukan bahan baku pembantu yaitu air. Pada setiap tahap dari proses produksi tapioka hampir pasti memerlukan air. Di dalam kapasitas normal pengolahan sekitar 2 ton ubi kayu memerlukan air kurang lebih 10.500 liter. Air yang digunakan diperoleh dari sumur yang ada di sekitar pabrik. Sumur yang digunakan ada 2 dan pengambilannya dilakukan dengan menggunakan pompa yang kemudian dialirkan ke bak penampung.

Pada industri ini, hampir semua tahapan proses dilakukan dengan manual atau tanpa menggunakan mesin kecuali pada proses penggilingan. Proses pengeringannya pun menggunakan bantuan sinar matahari. Hal tersebut tentunya sangat berpengaruh terhadap kualitas tapioka yang dihasilkan, apabila tidak ada sinar matahari atau musim hujan kualitas tapioka yang dihasilkan biasanya akan rendah.
Industri ini merupakan industri kecil yang hanya mengolah tapioka sampai menjadi tapioka kasar atau tapioka yang masih berupa bongkahan-bongkahan setelah dikeringkan. Setiap harinya pabrik mampu memproduksi sekitar 0,4 ton pati yang dihasilkan dari bahan baku 2 ton ubi kayu.

B. Proses Produksi
Proses produksi pembuatan tapioka dimulai dari proses penyiapan bahan hingga proses pengeringan tapioka kasar. Hal yang paling utama dilakukan dalam proses pembuatan tapioka adalah proses pengekstraksian pati singkong (tapioka) secara optimal dan proses pengeringan yang sempurna, sehingga dihasilkan tapioka dengan mutu yang baik dan dengan rendemen yang tinggi. Urutan proses pengolahan tapioka secara umum dapat dilihat pada Gambar 1.

1. Pengupasan dan pencucian
Ubi kayu yang telah diterima dari petani singkong dikumpulkan terlebih dahulu sebelum diolah. Proses penyiapan bahan meliputi proses pengupasan ubi kayu dan proses pencucian. Proses pengupasan dilakukan secara manual dengan tenaga manusia dengan menggunakan alat pisau sederhana. Setelah dikupas, ubi kayu kemudian dikumpulkan di satu bak untuk dilakukan proses pencucian. Proses pencucian ini juga dilakukan secara manual.

2.Penggilingan
Ubi kayu yang telah dikupas dan dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam alat penggilingan untuk dilakukan proses pengecilan ukuran. Proses penggilingan ini dilakukan untuk mempermudah proses pengekstraksian pati singkong (tapioka). Mesin penggiling yang digunakan adalah tipe penggiling berbahan bakar solar. Kapasitas pengolahan mesin penggiling sebesar 0,5 ton ubi kayu per jam dan penggunaan solar sebesar 2 liter solar per 1 ton ubi kayu.

3.Ekstraksi
Ubi kayu yang telah digiling kemudian diekstraksi dengan metode pengekstraksian sederhana. Ubi kayu giling yang telah bercampur dengan air difiltrasi dengan menggunakan tiga buah kain saring untuk mendapatkan pati singkong (tapioka). Pati singkong yang bercampur dengan air kemudian dialirkan ke bak penampungan, sedangkan ampas ubi kayu dikumpulkan untuk dilakukan proses lebih lanjut.

4.Pengendapan
Campuran pati singkong (tapioka) dan air yang ditampung di bak penampungan kemudian didiamkan beberapa jam untuk mengalami proses pengendapan. Pengendapan dilakukan dalam lima bak penampungan yang masing-masing berukuran 2 x 1,5 x 0,7 m3.

5.Separasi
Pati singkong (tapioka) yang telah mengendap di dasar bak kemudian dipisahkan dengan air dengan cara membuka saluran air, sehingga limbah air hasil pengendapan dapat keluar dari bak. Pati singkong yang mengendap di dasar bak kemudian diambil dengan cara manual yaitu dengan menggunakan alat sekop dan dikumpulkan di tempat penampungan tapioka basah.

6.Pengeringan
Tahap akhir dalam proses produksi tapioka kasar adalah proses pengeringan. Namun sebelum dikeringkan, bongkahan tapioka basah diayak terlebih dahulu untuk mengecilkan ukuran tapioka. Ukuran saringan pengayak yang digunakan adalah sebesar 0,5 x 0,5 cm dan dilakukan dengan cara manual. Pengecilan ukuran ini dilakukan dengan tujuan mempercepat proses pengeringan tapioka kasar. Setelah proses pengecilan ukuran, tapioka kasar basah kemudian dikeringkan dengan cara konvensional yaitu dijemur dibawah sinar matahari. Tapioka kasar yang telah kering kemudian dijual ke pabrik-pabrik tepung tapioka untuk diproses lebih lanjut.


IV. EVALUASI DATA

A.Pengelolaan Limbah
Limbah merupakan sesuatu yang dihasilkan dari suatu proses produksi atau proses penunjang yang mendukung proses utama selain produk yang diinginkan. Limbah dihasilkan karena adanya inefisiensi di segala aktivitas dan adanya bahan atau materi dan/atau energi yang tidak dapat digunakan kembali bagi kegiatan produksi tersebut.
Industri kecil tapioka kecil ini menghasilkan tiga macam limbah , yaitu limbah padat, limbah cair dan limbah gas. Limbah yang ada sebagian besar didominasi oleh limbah cair yang kemudian diikuti oleh limbah padat.

1.Limbah Cair
Proses pembuatan tapioka memerlukan air untuk memisahkan pati dari serat. Pati yang larut dalam air harus dipisahkan. Teknologi yang ada belum mampu memisahkan seluruh pati yang terlarut dalam air, sehingga limbah cair yang dilepaskan ke lingkungan masih mengandung pati. Limbah cair akan mengalami dekomposisi secara alami di badan-badan perairan dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Bau tersebut dihasilkan pada proses penguraian senyawa mengandung nitrogen, sulfur dan fosfor dari bahan berprotein (Zaitun, 1999; Hanifah dkk, 1999).

Limbah cair yang dihasilkan oleh industri tapioka ini sekitar 21.000 liter per hari. Limbah cair berasal dari proses pencucian dan cairan sisa pengendapan pati. Secara alami limbah ini dapat terdegradasi di lingkungan, akan tetapi penumpukan limbah organik di wilayah perairan seperti sungai, sumur, danau dan sebagainya akan menurunkan kandungan oksigen terlarut.

Parameter yang biasa dilakukan untuk mengukur nilai tinggi rendahnya kandungan oksigen terlarut pada suatu badan air adalah dengan menentukan nilai COD dan BOD. Semakin tinggi nilai kedua parameter tersebut maka semaki rendah kandungan oksigen terlarut pada suatu badan air tersebut.

Umbi singkong memiliki senyawa HCN (asam sianida) secara alami dalam sel-selnya. Singkong jenis tertentu (singkong pahit) memiliki kandungan HCN yang cukup tinggi dan berbahaya bila dikonsumsi. Singkong yang dijadikan bahan baku untuk industri tepung tapioka ini merupakan jenis singkong biasa yang memiliki kadar HCN dalam jumlah sedikit dan relatif aman untuk dikonsumsi.
Pada saat proses pemerasan dan ekstraksi dengan HCN yang terdapat dalam sel-sel singkong akan terlepas/terlarut dengan air. Air limbah yang mengandung HCN apabila dibuang ke perairan dan terakumulasi dapat membahayakan kehidupan biota air tesebut dan secara tidak langsung dapat membahayakan manusia.

Industri kecil tapioka ini belum memiliki sarana pengolahan limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh industri ini langsung dibuang ke badan air (kali), tanpa proses penanganan khusus terlebih dahulu. Sampai saat ini belum ada keluhan dari masyarakat sekitar, tapi tentu saja pembuangan limbah tersebut dapat menyebabkan pencemaran lingkungan perairan di sekitar.

2.Limbah Padat
Limbah padat industri tapioka ini berasal dari proses pengupasan yaitu berupa kulit singkong dan dari proses ekstraksi yang berupa ampas singkong. Industri tapioka ini sudah cukup baik dalam menangani limbah padatnya. Kulit singkong bagian dalam dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sedangkan kulit bagian luarnya dibakar. Ampas singkong yang dihasilkan dari proses ekstraksi, dibentuk terlebih dahulu menjadi bongkahan kecil lalu dikeringkan di bawah sinar matahari. Ampas singkong yang telah kering atau yang lebih dikenal dengan “acia” kemudian dijual kepada pihak yang membutuhkan.

3.Limbah Gas
Limbah gas yang dihasilkan industri ini berupa gas pembakaran kulit singkong. Hal ini tentu saja menyebabkan pencemaran udara jika dilakukan terus menerus. Gas toxic akan terakumulasi dan warga disekitar akan terganggu. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap proses penganganan kulit singkong dengan metode pembakaran.

B.Penanganan Bahan Baku dan Energi
Industri tepung tapioka yang dikunjungi berbahan baku ubi kayu (singkong). Air digunakan selama proses untuk mengekstrak pati dari singkong dan untuk pencucian. Kebutuhan akan air disuplai dari air tanah yang dipompa menggunakan tenaga listrik. Dalam satu hari, kebutuhan akan air untuk memproduksi 2 ton singkong mencapai 21.000 liter. Dari 2 ton singkong didapatkan singkong bersih sebanyak 1,4 ton dan sisanya kulit. Kulit yang dihasilkan dari proses pengupasan singkong merupakan limbah pabrik.

Singkong yang telah dikupas kulitnya dilakukan pencucian dengan air yang disuplai dari air tanah. Tujuan dari proses pencucian adalah untuk menghilangkan kotoran (seperti lumpur) yang melekat pada singkong. Konsumsi air yang digunakan untuk proses ini adalah sebanyak 10.500 liter per hari.

Pada proses ekstraksi pati dari parutan singkong, air yang digunakan sama banyaknya pada proses pencucian yaiti sebanyak 10.500 liter per hari. Sehingga total penggunaan air dalam sehari adalah sebanyak 21.000 liter. Total penggunaan air pada industri yang menunjukkan jumlah yang sangat besar. Dalam hal ini, proses penghematan air dalam rangka keberlangsungan air bersih mutlak diperlukan. Selain itu, dengan penghematan penggunaan air diharapkan kebutuhan energi listrik dalam menyuplai air dapat diminimisasi. Dengan penggunaan energi listrik yang optimal maka biaya/beban rupiah akan listrik dapat ditekan yang berkorelasi pada pengurangan biaya produksi sehingga keuntungan (profit) dapat maksimal.

C.Potensi Produksi Bersih
Produksi bersih (Cleaner Production) adalah suatu cara pemikiran baru dan kreatif terhadap produk dan suatu proses yang dilakukan. Hal ini dicapai dengan suatu penerapan strategi yang berkelanjutan untuk meminimalkan limbah dan emisi yang dihasilkan (National Productivity Council India dalam UNEP IE, 1995).
Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang diterapkan secara terus menerus pada proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan eco-efisiensi dan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Pada proses produksi, produksi bersih meliputi konservasi bahan baku dan energi, mengurangi bahan baku yang beracun dan mengurangi jumlah dan kadar racun dari emisi dan limbah sebelum meninggalkan proses produksi. Pada produk, strategi ini menitikberatkan pada pengurangan dampak selama daur hidup produk dari saat bahan baku sampai produk tersebut dibuang atau tidak terpakai lagi (United Nation Environment Programme Industry and Environment, 1995).
Teknik-teknik yang dilakukan dalam penerapan Produksi Bersih adalah sebagai berikut :

1.Pengurangan limbah pada sumbernya (Source Reduction)
a.Good Housekeeping
Good housekeeping adalah suatu cara untuk mencegah suatu kebocoran atau tumpahan, dan perawatan terhadap alat atau perangkat yang dapat menyebabkan inefisiensi.
b.Perubahan proses (Process Change)
•Perubahan Bahan Input (Material Input Change) adalah penggantian bahan dari bahan yang memiliki kadar racun yang tinggi menjadi bahan yang memiliki kadar racun yang kecil atau tidak beracun sama sekali dan penggunaan bahan yang dapat diperbaharui.
•Pengendalian proses yang baik (Better Process Control) adalah modifikasi dari prosedur atau proses kerja, instruksi pengoperasian mesin dan pendokumentasian jalannya proses dalam rangka meningkatkan efisiensi dan meminimalisasi limbah dan emisi.

•Modifikasi peralatan (Equipment Modification) adalah modifikasi dari peralatan dan perlengkapan yang digunakan pada saat proses dengan menambahkan alat pengendalian dan pengukuran dalam rangka meningkatkan efisiensi dan meminimalisasi limbah dan emisi.
•Perubahan teknologi (Technology Change) adalah penggantian teknologi, alur proses dalam rangka meminimalisasi limbah dan emisi selama proses produksi.
2.Daur Ulang (Recycling)
a.Penggunaan kembali pada tempatnya (On site Recovery and Reuse) adalah penggunaan kembali limbah yang dihasilkan pada proses yang sama atau pada proses yang lain di industri tersebut.
b.Produksi produk samping yang bermanfaat (Creation of useful by-product)

c.Modifikasi Produk (Produk Modification)
Karakteriktik produk dapat dimodifikasi untuk meminimisasi dampak terhadap lingkungan dari proses produksi dan produk itu sendiri pada saat digunakan maupun setelah tidak digunakan atau dibuang. (United Nation Environment Programme Industry and Environment, 1995).

Manfaat yang dapat diambil dari produksi bersih antara lain pengurangan biaya operasi, pengolahan dan pembuangan limbah, peningkatan mutu produk, penghematan bahan baku, peningkatan keselamatan kerja, perbaikan kesehatan umum dan lingkungan hidup, penilaian konsumen positif, dan pengurangan biaya penanganan limbah.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di Industri Tapioka ini, upaya untuk meminimalisasi limbah yang dihasilkan sampai saat ini belum dilakukan secara maksimal, bahkan untuk penanganan limbah cair tidak ada perlakuan khusus sedikit pun. Hal seperti ini tentu saja tidak dapat dibiarkan terus berlanjut. Pencemaran lingkungan saat ini mungkin belum memberikan dampak yang signifikan, tetapi beberapa tahun mendatang, sistem biota lingkungan di sekitarnya pasti akan terganggu. Oleh karena itu, pada industri tapioka yang kami kaji, beberapa aplikasi produksi bersih yang dapat dilakukan antara lain :

1.Metode In of Pipe (Produksi Bersih)
Pendekatan uang dilakukan oleh strategi produksi bersih dalam mengurangi pencemaran limbah adalah dengan menggunakan metode pendekatan in of pipe. Metode ini menggunakan pendekatan pengurangan pencemaran lingkungan melalui efisiensi penggunaan bahan dan energi dalam segala aktivitas produksi. Adapun strategi produksi bersih yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a.DAUR ULANG (RECYCLING)
•Penggunaan dan Daur Ulang Kembali (In site Recovery and Reuse).
Pada strategi daur ulang dan penggunaan kembali proses, Industri Tapioka Ciluweur, Bogor ini dapat melakukan penggunaan air yang masih bersih (white water) secara berulang. Air yang dikeluarkan dari beberapa proses yang masih dianggap layak digunakan kembali, seperti air pencucian pada proses penggilingan, ditampung terlebih dahulu di suatu bak penampungan (white water pit) yang kemudian disalurkan ke beberapa proses yang membutuhkan air. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menghemat penggunaan air (fresh water) dalam proses. Air ini tidak akan digunakan kembali atau dibuang apabila sudah dianggap tidak layak untuk digunakan kembali. Air yang dianggap tidak layak digunakan kembali disebabkan oleh adanya kotoran-kotoran yang dapat mengganggu kualitas tapioka yang dihasilkan.

•Produksi produk samping yang bermanfaat (Creation of useful by-product).
Penciptaan produk samping yang berguna telah dilakukan oleh industri tapioka ini, yaitu dengan mengeringkan ampas singkong (acia) kemudian dijual dengan harga Rp. 600/kg. Acia yang dihasilkan sebesar 1 ton/hari, jadi pendapatan dari penjualan acia sekitar 600.000/hari. Produk samping lain yang dapat dimanfaatkan adalah kulit singkong. Kulit singkong bagian dalam telah digunakan sebagai makanan ternak, tetapi kulit singkong bagian luar selama ini ditangani dengan metode pembakaran sehingga menghasilkan limbah gas pembakaran. Kulit singkong bagian luar ini sebenarnya dapat dimanfaatkan menjadi kompos. Pembuatan kompos dilakukan dengan cara mengubur kulit luar singkong di tanah dengan kedalamanan sekitar 150 cm.

b.PERUBAHAN PROSES (PROCESS CHANGE)
•Pengendalian Proses yang Baik (Better Process Control).
Pengendalian proses yang baik juga dapat mengurangi terjadinya inefisiensi produksi. Dengan adanya pengendalian yang baik segala hal yang dapat menyebabkan inefisiensi dapat dicegah. Pengendalian proses ini dapat dilakukan dengan pengawasan terhadap setiap proses yang dilakukan, baik dari tenaga kerja, mesin dan peralatan, maupun produk yang dihasilkan.

•Modifikasi peralatan (Equipment Modification).
Strategi lain dalam produksi bersih ini juga adanya modifikasi peralatan yang berhubungan dengan proses produksi sehingga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi produksi dan mengurangi limbah. Peralatan yang dapat digunakan sebagai pengganti peralatan yang ada yaitu mesin yang meliputi motor 1 fase, 2 hp dan micro kontroller tipe AT 89C51. Mikrokontroller tersebut digunakan untuk sistem kontrol terdistribusi dengan variable kontrol waktu proses pemarutan, pemerasan, pemindahan hasil pernerasan dan pengeringan tepung yang masih basah.

Mesin ini dapat memperoleh hasil waktu parut 20 menit/ 100kg, waktu peras 5 menit/ (100kg+60 liter air), waktu pengendapan 240 menit dan waktu pengeringan dengan suhu 51° celcius dengan waktu 15 menit menghasilkan hasil tepung kering 35 kg. Mesin ini lebih baik dibanding pengolahan tapioka secara konvensional yang hanya menghasilkan 20 kg dari 100 kg singkong dan waktu proses lebih lama.

•Perubahan teknologi (Teknologi Change)
Perubahan yang dapat dilakukan dalam upaya untuk menghemat konsumsi air adalah dengan mengubah sistem pencucian singkong yang telah dikupas. Pada awalnya, pencucian singkong yang dilakukan adalah dengan sistem air mengalir. Hal ini merupakan pemborosan dalam penggunaan air dan energi listrik, karena air yang dibutuhkan selama proses pencucian akan sangat besar dan listrik yang digunakan untuk mengalirkan air juga akan sangat besar. Untuk itu, untuk mengatasinya adalah dengan merubah sistem pencucian, yaitu dengan sistem pencucian bak (batch wash), yaitu pencucian dengan menggunakan bak-bak terpisah dimana bahan dicuci dalam tiap-tiap bak yang berbeda.

2.Metode End of Pipe
Metode ini dilakukan untuk mengelola air limbah yang dihasilkan oleh industri tapioka agar air yang dikeluarkan tidak berbahaya atau mencemari lingkungan. Air limbah yang dihasilkan sekitar 21.000 liter setiap harinya dan mengandung senyawa asam sianida (HCN), sehingga perlu ditangani sebelum dibuang langsung ke sungai. Penanganan ini dapat dilakukan dengan membuat bak penampung limbah cair. Kemudian dalam bak tersebut, limbah dilakukan perlakuan penambahan kapur tohor sehingga kandungan asam sianida pada limbah dapat diturunkan sehingga pH limbah netral. Bak penampung limbah yang dibutuhkan untuk treatmen limbah cair adalah sebanyak 4 buah, dengan ukuran tiap-tiap bak penampung adalah 3 m x 2 m x 1.5 m.

3.Good Housekeeping
Good housekeeping merupakan salah satu cara yang sederhana dalam melakukan produksi bersih karena good housekeeping merupakan kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Hal kecil yang dilakukan pada good housekeeping dapat menjadi sesuatu yang berarti pada efisiensi produksi.

Good housekeeping pada industri tapioka ini tergolong tidak baik. Hal ini terlihat dari banyaknya sisa-sisa ayakan tapioka basah yang bertebaran di lantai. Selain merupakan salah satu bentuk lost, banyaknya sisa tapioka yang bertebaran mengakibatkan semakin bertumbuhnya mikroba. Hal ini dapat berdampak pada mutu tapioka yang dihasilkan. Untuk mengurangi terjadinya lost ini, industri tapioka sebaiknya menggunakan mesin khusus dalam proses pengecilan ukuran tapioka basah.
Selain itu para pekerja juga tidak dilengkapi dengan sepatu boot, padahal dalam proses pembuatan tapioka ini sebagian besar menggunakan air, sehingga kemungkinan untuk terpleset sangat besar. Proses pengunaan air juga tidak dikontrol dengan baik. Air langsung disalurkan dari tanki air melalui pipa dengan menggunakan pompa sanyo. Untuk lebih mengontrol penggunaan air, seharusnya dipasang keran supaya air yang keluar dapat diatur.


III. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Industri tapioka di daerah Tarikolot, Ciluweur Bogor ini belum menerapkan produksi bersih. Proses produksi tapioka kasar menghasilkan beberapa limbah yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. Limbah padat berupa kulit singkong dan ampas singkong. Limbah cair berasal dari hasil pencucian ubi kayu dan proses pengekstraksian pati singkong (tapioka). Limbah gas berasal dari gas pembakaran kulit singkong.

Limbah cair yang terdapat pada industri ini belum ada penanganan khusus, sehingga air yang dikeluarkan dapat mencemari lingkungan perairan di sekitar. By-product yang berupa ampas singkong dikeringkan lalu dijual untuk pakan ternak, pembuatan obat nyamuk, dan sebagainya. Limbah padat berupa kulit, bagian dalam dijadikan pakan ternak, sedangkan bagian luarnya dibakar. Limbah gas yang dihasilkan juga belum ada penanganan secara khusus.

Housekeeping di industri ini juga tergolong tidak baik, karena tidak memperhatikan masalah kebersihan lingkungan dan keselamatan para pekerja. Hal ini tentu saja berdampak pada efisiensi produksi dan mutu tapioka yang dihasilkan.Penggunaan energi dalam industri ini dapat dikatakan cukup sedikit karena hanya digunakan untuk mesin pompa. Penerangan tidak digunakan dalam proses produksi ini karena proses produksi berlangsung dari pagi hingga siang (08.00 – 12.00 WIB). Mesin penggilingan singkong menggunakan bahan bakar solar yang menghabiskan 2 liter solar/ton ubi.

B. Saran
1.Industri tapioka ini membutuhkan air dalam jumlah yang besar (21.000 liter/hari). Oleh karena itu perlu dikaji yang lebih mendalam tentang upaya penghematan penggunaan air.
2.Limbah padat yang dihasilkan Industri tapioka ini cukup besar dan saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga dibutuhkan kajian lebih mendalam untuk menggali potensi pemanfaatannya.
3.Penggunaan sulfur dapat digunakan sebagai bahan bleaching dalam pembuatan tapioka sehingga tapioka yang dihasilkan berwarna putih. Tapioka berwarna putih menunjukkan mutu yang baik.
4.Industri ini sebagian besar masih menggunakan tenaga manual sehingga hasilnya tidak maksimum, banyak lost terjadi di setiap proses produksi. Penggunaan mesin dan peralatan menggantikan tenaga manusia akan membuat proses produksi lebih efisien dan lebih cepat.
5.Proses pengeringan dilakukan dengan cara konvensional sehingga produksi tergantung dari cuaca. Hal ini menyebabkan proses produksi yang tidak menentu. Untuk mengatasi hal itu, sebaiknya proses pengeringan dilakukan dengan bantuan oven.

DAFTAR PUSTAKA

United Nations Environment Programme Industry adn Environment. 1995. Cleaner Producion at Pulp and Paper Mills : A Guidance Manual. United Nation Environment Programme Industry adn Environment, France.
Zaitun. 1999. Efektivitas limbah industri tapioka sebagai pupuk cair. Tesis Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tidak ada komentar: