BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Liberalisasi ekonomi global (GATT, WTO, European Union, APEC, NAFTA, AFTA dan SAARC) menimbulkan tantangan peningkatan persaingan tenaga kerja di pasar kerja yang makin ketat, yang mendorong Indonesia lebih meningkatkan kemampuan profesional sumberdaya manusia di semua sektor pembangunan, termasuk sektor pertanian. Globalisasi pasar kerja akan diwarnai oleh persaingan kualitas dan profesionalisme tenaga kerja.(download file PDF Clic Here!) Dengan demikian pasar kerja ke depan akan lebih terspesialisasi pada bidang-bidang profesi dan kompetensi tertentu.
Di sisi lain, revitalisasi di bidang pertanian ditujukan untuk menjadikan pertanian sebagai tumpuan kekuatan perekonomian nasional. Selain itu, Revitalisasi Pertanian juga dimaksudkan untuk menciptakan lapangan kerja bagi penduduk perdesaan, serta mengurangi kemiskinan. Revitalisasi Pertanian dilaksanakan melalui pembangunan pertanian yang mengedepankan tumbuhnya usaha-usaha agribisnis, baik di hulu, on-farm, hilir maupun usaha jasa penunjang. Usaha hulu antara lain meliputi agroindustri benih, bibit, pupuk, pestisida nabati dan alat-alat mesin pertanian. Usaha on-farm meliputi produksi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Usaha hilir mencakup agroindustri pengolahan hasil, standarisasi, grading, pengemasan, transportasi dan pemasaran. Sedangkan usaha jasa penunjang meliputi perbankan, perkreditan, pergudangan, pendidikan, pelatihan, penyuluhan dan penelitian.
Penyuluhan pertanian sebagai bagian dari sistem pembangunan pertanian mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan sumberdaya manusia pertanian, khususnya pemberdayaan masyarakat tani yang berada di willayah pedesaan. Melalui kegiatan penyuluhan dikembangkan kemampuan dan kemandirian petani dan keluarganya, agar mampu mengelola usahataninya secara produktif, efektif dan efisien, sehingga mempunyai daya saing tinggi yang dicirikan dengan tingginya produktivitas, mutu dan efisiensi usaha. Mengingat pentingnya peranan dan efektivitas penyuluhan pertanian, implementasi program-program tersebut melibatkan Penyuluh Pertanian yang akan bertindak sebagai pendamping petani dan pelaku agribisnis lainnya yang menjadi sasaran program tersebut.
Penyuluh Pertanian adalah salah satu komponen esensial dalam suatu system Penyuluhan Pertanian. Fungsi dan peran Penyuluh Pertanian dalam system penyuluhan pertanian, yaitu: (1) memfasilitasi proses pemberdayaan pelaku utama dan pelaku usaha, (2) mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi, dan sumberdaya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya, (3) meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha, (4) membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik dan berkelanjutan, (5) membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha, (6) menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan, dan (7) melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan yang maju dan modern bagi pelaku utama dan pelaku usaha secara berkelanjutan. Untuk melaksanakan fungsi dan peran tersebut, menuntut adanya peningkatan kompetensi Penyuluh Pertanian untuk mewujudkan Penyuluh Pertanian yang profesional.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (UUSP3K) mengisyaratkan bahwa pekerjaan Penyuluh Pertanian merupakan profesi. Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2009 tentang Pembiayaan, Pembinaan, dan Pengawasan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan menyatakan bahwa setiap Penyuluh PNS yang telah mendapat sertifikat profesi sesuai dengan standar kompetensi kerja dan jenjang jabatan profesinya, diberikan tunjangan profesi Penyuluh. Dalam rangka mengimplementasikan semangat Undang Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut, diperlukan standar kompetensi yang mencerminkan keprofesian seorang Penyuluh Pertanian. Standar kompetensi tersebut dijabarkan dalam bentuk Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Penyuluh Pertanian.
B. Tujuan Penyusunan SKKNI
Penyusunan SKKNI Penyuluh Pertanian bertujuan untuk memberikan acuan baku tentang kriteria standar kompetensi kerja Penyuluh Pertanian bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam rangka mewujudkan Penyuluh Pertanian yang profesional. Secara spesifik, SKKNI Penyuluh Pertanian ditujukan untuk memberikan pedoman bagi :
1. Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Sebagai acuan dalam melakukan pengembangan program sertifikasi profesi Penyuluh Pertanian.
2. Lembaga Diklat Profesi (LDP) Sebagai acuan dalam melakukan pengembangan dan penyelenggaraan program diklat profesi Penyuluh Pertanian.
3. Tempat Uji Kompetensi (TUK), Sebagai acuan dalam menetapkan prosedur dan kriteria penilaian uji kompetensi.
C. Pengertian SKKNI
Berdasar arti dalam bahasa Indonesia, kata ”Standar” diartikan sebagai ukuran yang disepakati. Kata ”Kompetensi Kerja” mempunyai arti sebagai kemampuan kerja seseorang yang dapat terobservasi, serta mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja seseorang dalam menyelesaikan suatu fungsi dan tugas atau pekerjaan sesuai dengan persyaratan pekerjaan yang ditetapkan. Kata ”Nasional” mempunyai arti berlaku di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, dan kata ”Indonesia” mempunyai arti nama untuk negara kesatuan Republik Indonesia.
Sesuai PERMENAKERTRANS Nomor : PER. 21/MEN/X/2007 tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), dinyatakan bahwa SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dikaitkan dengan pembinaan, peningkatan dan pengembangan profesionalitas Penyuluh Pertanian di Indonesia, maka diperlukan adanya SKKNI Penyuluh Pertanian. Asosiasi profesi Penyuluh Pertanian, Lembaga Sertifikasi Profesi, dan Lembaga Diklat Profesi bersama-sama dengan pengguna (Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pelaku Utama dan Pelaku Usaha) melakukan kesepakatan untuk mengacu ada SKKNI Penyuluh Pertanian sebagai standar kompetensi yang dipergunakan untuk menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan, dan meningkatkan kompetensi Penyuluh Pertanian sesuai dengan kebutuhan program pembangunan pertanian.
D. Penggunaan SKKNI
SKKNI Penyuluh Pertanian antara lain digunakan sebagai acuan untuk:
1. Menyusun uraian pekerjaan Penyuluh Pertanian;
2. Menilai unjuk kerja Penyuluh Pertanian;
3. Melakukan sertifikasi profesi Penyuluh Pertanian;
4. Menyusun dan mengembangkan program Diklat dalam rangka pengembangan sumber daya manusia (SDM) Penyuluh Pertanian.
Dengan tersusunnya SKKNI Penyuluh Pertanian sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka:
1. Penyuluh Pertanian diharapkan mampu untuk:
1.1. Merencanakan kegiatan penyuluhan pertanian;
1.2. Melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian;
1.3. Melaksanakan evaluasi dan pelaporan;
1.4. Mengembangkan penyuluhan pertanian.
2. Lembaga diklat profesi diharapkan mampu untuk:
2.1. Menyelenggarakan program Diklat Penyuluh Pertanian;
2.2. Mengembangan program Diklat Penyuluh Pertanian.
3. Lembaga sertifikasi profesi diharapkan mampu untuk:
3.1. Menyelenggarakan sertifikasi kompetensi Penyuluh Pertanian;
3.2. Melaksanakan verifikasi Tempat Uji Kompetensi Penyuluh Pertanian.
E. Format Standar Kompetensi
Format Standar Kompetensi dituliskan ke dalam format unit kompetensi. Setiap format SKKNI ini terdiri dari daftar unit kompetensi. Dalam daftar unit kompetensi terdiri atas unit-unit kompetensi. Setiap unit kompetensi merupakan satu kesatuan yang utuh, terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut:
1. Kode Unit Kompetensi
Kode unit kompetensi mengacu kepada kodifikasi yang memuat sektor, sub sektor/bidang, kelompok unit kompetensi, nomor urut unit kompetensi dan versi, yaitu:
X X X . X X 0 0 . 0 0 0 . 0 0
( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 ) ( 5 )
Sektor/Bidang Lapangan Usaha: Untuk sektor (1) mengacu sebagaimana dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), diisi dengan singkatan 3 huruf kapital dari nama sektor/bidang lapangan usaha. Sub Sektor/Sub Bidang Lapangan Usaha : Untuk Sub Sektor/Sub Bidang Lapangan Usaha (2) mengacu sebagaimana dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), diisi dengan singkatan 2 huruf kapital dari Sub Sektor/Sub Bidang.
Kelompok Unit Kompetensi : Untuk kelompok kompetensi (3) diisi dengan 2 digit angka untuk masing-masing kelompok, yaitu :
01 : Kode kelompok kompetensi umum (general)
02 : Kode kelompok kompetensi inti (functional)
03 : Kode kelompok kompetensi khusus (spesific)
04 : Kode kelompok kompetensi pilihan (optional)
Nomor Urut Unit Kompetensi : Untuk nomor urut unit kompetensi (4), diisi dengan nomor urut unit kompetensi dengan menggunakan 3 digit angka, mulai dari angka 001, 002, 003 dan seterusnya pada masing-masing kelompok unit kompetensi. Nomor urut disusun dari yang terendah ke yang tertinggi, untuk menggambarkan bahwa tingkat kesulitan jenis pekerjaan pada unit kompetensi yang paling sederhana tanggung jawabnya ke jenis pekerjaan yang lebih besar tanggung jawabnya, atau dari pekerjaan yang paling mudah ke jenis pekerjaan yang lebih komplek. Dengan demikian, semakin besar nomor urut, maka semakin tinggi pengetahuan dan tanggung jawab yang dibutuhkan dalam unit kompetensi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar