“Ini untuk meningkatkan potensi bambu yang ada di Bondowoso. Perlu penanganan supaya punya nilai yang tinggi, sehingga masyarakat akan senang menanam dan memelihara bambu ini. Karena di Bondowoso, potensi bambu tinggi,” kata Matsakur saat ditemui dalam acara Sosialisasi Program Kluster Bambu Berbasis Konservasi dan Ekonomi di Aula Dishutbun, Selasa (6/5).
Menurut Matsakur, berdasarkan perencanaan yang telah disusun, pengembangan kluster tanaman bambu ini akan mulai dilaksanakan pada 2015 mendatang, dengan lahan percontohan seluas 40 hektare.
Selain itu, Pemkab Bondowoso juga bekerja sama dengan Dewan Bambu Nasional, untuk terus mendampingi petani dan memberikan petunjuk tentang pangsa pasar produksi bambu.
Sementara itu, Retno Widiastuti dari Dewan Bambu Nasional mengatakan, Bondowoso memiliki potensi sangat besar untuk menjadi produsen bambu berkualitas. Menurut Retno, ini terlihat dari adanya beberapa industri di Bondowoso yang menggunakan bambu sebagai bahan baku seperti pabrik sumpit dan anyaman.
“Semangat dan komitmennya bagus, kemudian sumber daya alamnya yang melimpah. Selain itu juga sudah mulai ada industri seperti anyaman dan sumpit, saya sudah menyampaikan nantinya ada industri lain yang bisa dikembangkan,” kata Retno Widiastuti.
Mengenai pangsa pasar, Retno meyakini hasil industri bambu asal Bondowoso nantinya tidak akan mengalami kesulitan untuk dipasarkan. Pihaknya akan membantu untuk membuka pasar ke wilayah Bali dan sekitarnya. Selain itu, Bondowoso bias menggunakan Kawah Ijen sebagai pintu masuk untuk memperkenalkan hasil kerajinan bambu kepada dunia internasional.
Sumber: www.portalkbr.com/nusantara/jawabali/3236236_4262.html
Read more.....
Selasa, 06 Mei 2014
SOSIALISASI PROGRAM KLASTER BAMBU KABUPATEN BONDOWOSO
Setelah berhasil mengembangkan sistem kluster pada padi organik, kopi dan tembakau, Pemerintah Kabupaten Bondowoso segera mengembangkan kluster untuk tanaman bambu.
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bondowoso, Matsakur mengatakan, selain potensial dari sisi ekonomi, pengembangan kluster bambu ini juga merupakan program konservasi alam. Menurutnya, Bondowoso memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah untuk mengembangkan tanaman bambu.
PELUANG KERJASAMA KEMITRAAN DALAM USAHA TANI KOPI
Peluang kemitraan usahatani kopi terbuka cukup lebar. Empat indikasi yang menjadikan kopi sebagai bisnis yang menjanjikan, 1) potensi produktifitas kopi yang mencapai 1 ton ose per hektar, 2) Pemeliharaan tanaman yang intensif, Download file selengkapnya Click here3) pengolahan berdasarkan SOP dengan pengawasan mutu secara kontinyu dan 4) pemasaran bersama mitra dengan menjaga komitmen.
Read more.....
INDUSTRI KECIL MENENGAH BERBASIS BAMBU DALAM PERSPEKTIF MP3EI- MASTER PLAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA
Oleh:
Dr.Ir.Retno Widiastuti,MM
Balai Besar Kerajinan dan Batik
Jl.Kusumanegara 7 Yogyakarta
Tlp. 0274-546111;546333/ HP 0816686965
Email: retnowidiastuti@yahoo.com
Disampaikan pada Sosialisasi
”PROSPEK PENGEMBANGAN ANEKA USAHA PRODUK KERAJINAN BAMBU DAN PELUANG PASAR”
Selasa 6 Mei 2014
Di Aula Java Ijen Raung
Diselenggarakan oleh :
DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN
KABUPATEN BONDOWOSO
PROSPEK PENGEMBANGAN ANEKA USAHA PRODUK KERAJINAN BAMBU DAN PELUANG PASAR”
A. Pendahuluan
Pertumbuhan industri non migas yang lebih besar dari pertumbuhan ekonomi nasional di tengah krisis Eropa dan Amerika pada beberapa tahun terakhir telah memberikan harapan baru bagi tercapainya pembangunan industri nasional ke depan. Perkembangan perekonomian dunia yang dinamis serta persaingan yang semakin kompetitif menuntut perlunya peningkatan profesionalisme, integritas, kerja keras, serta sinergi dari semua pemangku kepentingan sektor industri agar tercapai tujuan strategis pembangunan industri nasional yaitu peningkatan kesejahteraan, penciptaan lapangan pekerjaan, peningkatan daya saing, kepedulian lingkungan dan pengembangan inovasi. Hal tersebut akan dapat tercapai jika tersedia informasi yang memadai, mudah diperoleh, dan adil bagi masyarakat (Widiastuti, 2012(C))Download file : Click Here!
Kementerian Perindustrian berperan besar dan bertanggung jawab untuk mengangkat industri kecil menjadi kekuatan ekonomi berbasis masyarakat. Salah satu komoditi yang ditangani Kementerian Perindustrian adalah bambu. Perkembangan teknologi dan inovasi produk bambu beberapa tahun terakhir meningkat sangat pesat dan cepat. Bambu merupakan ”the tree of life” karena hampir semua sendi kehidupan mampu dipenuhi oleh bambu. Bambu menjadi bahan paling dibutuhkan masyarakat lapisan bawah (pro poor) karena tersedia sepanjang musim, murah, dan mudah diperoleh. Dengan teknologi sederhana bambu mampu menciptakan lapangan kerja bagi ribuan penduduk Indonesia (pro job). Melalui kemampuan inovasi dan kreatifitas bambu mampu menjadi kekuatan ekonomi dari
produk-produk yang dihasilkan (pro growth). Bambu mampu tumbuh 40 - 60 cm per hari dan tergolong tanaman yang cepat tumbuh. Pada umur 3 - 4 tahun bambu sudah bisa dipanen batang pada musim kemarau dan bisa dipanen rebungnya pada musim hujan. Bambu menyerap Carbon disoksida lebih banyak dan menghasilkan Oksigen lebih banyak dibanding tanaman lain. Perakaranya yang kompak mampu menjadi tanaman penahan erosi dan penyimpan air di musim kemarau, sehingga bambu adalah jenis yang ramah lingkungan (pro environment). Bambu mampu menjadi kelompok industri yang perlu didorong perkembangannya karena memenuhi directive president karena bersifat pro poor, pro job, pro growth, dan pro environment(Widiastuti,2012 (B))
Dahulu orang menggunakan bambu karena kurang mampu dan dianggap sebagai barang inferior, namun sekarang bambu telah bergeser menjadi barang seni yang dibeli karena keindahannya. Perlengkapan rumah tangga seperti meja, kursi, dipan, sekat, pot, almari, rak, kap lampu, aneka anyaman dari bambu sudah masuk hotel-hotel berbintang. Keberadaannya sudah bukan sebagai pelengkap lagi, namun sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kesatuan interior (Widiastuti,2012 (A). Bahan baku yang tersedia sepanjang musim dan tidak mengandung komponen impor, serta ketrampilan turun temurun menjadikan industri ini menunjukkan eksistensinya di saat krisis ekonomi melanda negeri kita.
Sifat-sifat bambu yang unggul tersebut mengakibatkan gejala “ booming” pemanfaatan bambu yang nampak saat dimana para perajin mendapati hasil produknya terserang hama bubuk. Hal tersebut menunjukkan terjadinya eksploitasi bambu tanpa memandang daya dukung alam. Saat ini bukan saja sulit untuk memperoleh jenis bambu dengan kualitas yang diinginkan, harganyapun sudah terbilang tidak murah lagi. Permintaan yang sangat tinggi dengan pasokan yang sangat terbatas memaksa para perajin bambu mamanfaatkan bambu yang belum siap tebang dan dipanen tidak pada saat tebang.
Menghadapi tekanan permintaan produk kayu yang semakin meningkat, sementara pasokan kayu di hutan produksi jati yang dikelola PT Perhutanani, dan hutan hujan tropika di luar Jawa semakin menipis, maka pada tanggal 2 - 4 April 2012 bertempat di Hotel Grand Quality Yogya, Direktorat Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan mengadakan Lokakarya untuk pengembangan bambu di Indonesia. Direncanakan seluruh Balai Penelitian Daerah Aliran Sungai se Indonesia akan melakukan penanaman secara besar-besaran terutama di pinggir-pinggir sungai, pinggir bukit . Diharapkan penanaman tersebut dapat berfungsi menjaga ekosistem sebagai penahan erosi sekaligus secara berkala ditebang untuk memperoleh manfaat secara ekonomi. Para pengambil kebijakan di Kementerian Kehutanan meminta dukungan Kementerian Perindustrian untuk mengambil langkah penting guna menyusun rencana pengembangan industri berbasis bambu.
B. Perkembangan Pertemuan Untuk Revitalisasi Kebangkitan Bambu
Sepanjang tahun 2012 dan 2013 sejumlah pertemuan melibatkan beberapa kementerian, LSM, Perguruan tinggi, Pemda telah dilangsungkan di Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Bogor, Magelang, Malang, Bali dan mendeklarasikan serta segera mendesak kementerian terkait untuk menyusun program/kegiatan berbasis bambu.
Beberapa agenda seminar/workshop/semiloka 2 (dua) tahun terakhir yang semakin memperkokoh perlunya peran seluruh pemangku kepentingan untuk menjadikan bambu sebagai sokoguru perekonomian dan kesejahteraan rakyat, serta kelestarian lingkungan antara lain ”
1. Seminar ” Tribute to Prof. Morisco dan Prof Mardjono” seminar yang mengupas tentang berbagai aspek pengunaan bambu terutama untuk konstruksi bangunan sebagai penghormatan ilmiah terhadap kedua Prof Teknik sipil yang setia dan tekun mengembangkan bambu untuk material bangunan. Diselenggarakan pada bulan Januari 2012 di Gedung UC Universitas Gadjahmada. Dihadiri oleh para peneliti fakultas Kehutanan; Fakultas Teknik jurusan Sipil dan Arsitektur ; Kementerian Kehutanan; Kementerian PU; Balai Litbang; IKM berbasis bambu.
2. Rakornis Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu diselenggarakan oleh Ditjen BPDAS dan Perhutanan Sosial tanggal 3-4 April 2012 di Hotel Quality Yogyakarta dengan pembicara dari Dirjen Ditjen BPDAS dan Perhutanan Sosial; Direktur IKM Kemenperin; CV Bambu Nusa Verde; dihadiri oleh Kepala Dinas Kehutanan dan kepala BPDAS seluruh Indonesia; Kepala Taman Nasional; para Kapus Balitbanghut; pelaku industri dan terjadi komitmen penanaman bambu di sepanjang aliran sungai yang termasuk DAS masing-masing untuk penaham erosi dan memperbaiki lingkungan/ekologi.
3. Seminar ”Pengembangan Industri Bambu Nasional” diselenggarakan oleh Ditjen KII di Hotel Sahira Bogor tanggl 20 Juni 2012 dengan pembicara Dr. Sarwono Kusumaatmaja; Dr. I. PK Diah Kencana; Dr. Retno Widiastuti; Dr. Setiono; dihadiri para peneliti, pelaku usaha; Kemenhut; Kemenperin.
4. Festival industri kreatif bambu oleh Kemenparekraft di JCC Jakarta tanggal 1 September 2012, menampilkan musik tradisi bambu dan industri kreatif berbasis bambu.
5. Peringatan 3 Tahun World Bamboo Day diselenggarakan Seminar oleh Kemenhut di Hotel Yogyakarta Plaza tanggal 17 September 2013 dan Temu Usaha di Desa Wringin putih, kecamatan Borobudur,Magelang tanggal 18 September 2013 menghasilkan deklarasi Borobudur yang berisi komitmen bersama untuk mengangkat bambu sebagai sokoguru perekonomian bangsa Indonesia, terbentuk Gerakan Kebangkitan Bambu Nusantara
6. Seminar dan Pameran Pengembangan industri bambu oleh Kemenperin tgl 23-25 Oktober 2013 di ruang Garuda dan plaza Kemenperin, menghasilkan deklarasi Garuda oleh 14 Kementerian terkait yang mendorong segera dibentuknya Dewan Bambu Nasional.
7. Seminar Bamboo Platform for green Industry oleh Kedubes RI Belgia tanggal 18-19 Nopember 2012 di Hotel Melia Purosani Yogyakarta yang memperkuat perlunya dibentuk Dewan Bambu Nasional
8. Sarasehan bambu di Saung Mang Udjo Bandung tgl 25-26 Nopember 2012 oleh Kementerian KLH, menghasilkan deklarasi Bambu pertiwi.
9. Semiloka bambu oleh Kemenhut di Hotel Inna Garuda Yogyakarta tanggal 31 Januari 2013, menghasilkan komitmen untuk segera menyusun organisasi sebagai wadah bersatunya penggiat bambu dan menjadikan DIY sebagai basis dan rujukan keistimewaan pengembangan bambu nasional.
10. Beberapa seminar di Malang, Yogya, Denpasar, Bandung diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi, Ikatan Arsitek, Komunitas bambu, Balitbang
11. Seminar Bamboo Platform for green Industry oleh Kedubes RI Belgia di Hotel Aston Denpasar tanggal 3-5 Juli 2013 yang memperkuat perlunya diwujudkanya Dewan Bambu Nasional
12. Terbentuknya Pengurus Dewan Bambu Indonesia yang dikukuhkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwana X pada acara Seminar Bambu di Jayakarta Hotel pada tanggal 28-30 Nopember 2013.
C. Bambu dan Sifat-sifat alamiahnya
Gambar : Bambu sebagai penahan talud dan salah satu bahan kerajinan anyaman
Bambu adalah sejenis rumput-rumputan yang tumbuh tegak, berkayu, berakar rimpang, dan akarnyapun berkayu, batangnya berbuku-buku, berongga, pertulangan daun sejajar, bentuk bunga malai. Perbanyakan bambu dengan cara stek batang, stek cabang, biji, kultur jaringan maupun akar rimpangnya.
Bambu termasuk tanaman yang tergolong cepat pertumbuhannya. Menurut Widiastuti, 1988 bambu mampu tumbuh 50 cm dalam sehari semalam. Tinggi batang bisa mencapai 25 m dan saat pertumbuhannya paling cepat antara bulan 2 dan 3. Percabangan bawah terjadi pada bulan ke 4 dan cabang atas terjadi pada tahun 2 dan 3, kemudian pada tahun ke 3 terjadi ligno- silikasi (penebalan dinding sel). Oleh karena itu setelah umur 2 tahun bambu umumnya sudah bisa dimanfaatkan untuk anyaman karena relatif tidak membutuhkan kekuatan serat, sedangkan untuk keperluan konstruksi dan mebel sebaiknya menggunakan bambu yang telah berumur lebih dari 4 tahun, dimana bambu sudah cukup keras dan lebih tahan terhadap serangan hama bubuk.
Berdasarkan sifat pertumbuhannya bambu dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan :
1. Sympodial (menggerombol) : contoh Gigantochloa apus Kurz (bambu apus), G. Atter Kurz ex Munro ((bambu wulung).
2. Monopodial (tumbuh satu-satu): contoh Phillostachys reticula e. Koch yang banyak tumbuh di negeri China dan Jepang.
3. Memanjat. Contoh Denochloa scandens o. Kuntz yang banyak tumbuh di Sabah.
Menurut Reilligh (1921) dalam Hildebrand (1954) terdapat 600-700 species bambu yang mewakili + 60 genera (marga). Kira-kira 300 species terdapat di Asia. Di Indonesia terdapat + 35 jenis; India 136 jenis, Burma 34 Jenis, Philipina 30 jenis, Malaysia 29 jenis, Jepang 9 jenis. Dari 35 jenis yang ada di Indonesia baru 13 species yang selalu ditanam rakyat dan bernilai komoditi .
Umur bambu yang bisa dipanen lebih kurang dua sampai lima tahun. Bila dipanen kurang dari dua tahun bambu akan mudah berkerut, mudah terserang hama bubuk dan kekuatannya berkurang (Kaseno, 1965). Bambu adalah tanaman yang luwes karena bisa tersedia sepanjang tahun untuk keperluan industri(Anonimus, 1984, Pulle, 1952). Selain itu bambu mempunyai manfaat/nilai yang tidak terhitung yaitu sebagai tanaman pencegah erosi terutama di sepanjang sungai yang sering dilanda banjir, karena perakarannya yang kompak sehingga tidak mudah dihanyutkan air. Hal itu telah dibuktikan di Jepang dan Philipina (Lessard dan Chouinard, 1980).
Sebagai tanaman jenis penghijauan bambu cukup memenuhi syarat karena tidak menuntut persyaratan kesuburan tanah yang tinggi, cepat tumbuhnya dan mempunyai manfaat yang besar. Dengan demikian bambu mempunyai nilai ekologis yang penting sebagai jenis yang membantu memelihara keseimbangan ekologi lingkungan (Anonimus, 1984).
D. JENIS-JENIS BAMBU DI INDONESIA
Persebaran bambu secara horisontal dan vertikal sangat luas. Penyebaran horisontal terutama di daerah Tropis dan Sub Tropis, tetapi ada juga yang tumbuh di daerah beriklim sedang, misalnya China, Jepang, Chili, USA. Sedangkan penyebaran bambu secara vertikal pada ketinggian 0 - 1500 m dpl , bahkan ada yang dijumpai pada ketinggian 2000 - 3750 m dpl (Hildebrand, 1954).
Di seluruh dunia terdapat + 1300 species bambu yang sudah diidentifikasi mewakili + 60 genera. Kira-kira separonya terdapat di Asia dan paling banyak terdapat di Indo-Burmese. Di Indonesia terdapat + 65 species dan baru 35 species dari 11 genera/genus/marga yang sudah diidentifikasi, yaitu :
1. Arundinaria (1 species).
2. Bambusa (12 species).
3. Dendrocalamus (3 species).
4. Dinochloa (1 species).
5. Gigantochloa (6 species).
6. Melocanna (2 species).
7. Nastus (1 species).
8. Oxytenanthera (1 species).
9. Phyllostachys (1 species).
10. Schizostachyum (6 species).
11. Thyrsostachys (1 species).
Berikut nama ke 35 jenis bambu yang sudah diidentifikasi dan penyebarannya di Indonesia.
No Nama Latin Nama Lokal Persebaran
1 Arundinaria japonica Sieb & Suce.ex.Steud - Jawa
2 Bambusa atra Lindl Buluh luleba, ute aul Maluku,Sulawesi
3 Bambusa arundinacea (Retz) Willd Bambu duri, ori Jawa
4 Bambusa balcoa Roxb - Jawa
5 Bambusa bamboos Backer trieng meduroi,aur duri, pring ori Jawa
6 Bambusa blumeana Bl.ex. Schult.f. Bambu duri Jawa
7 Bambusa glaucescens (Willd) Sieb.ex.Munro Bambu pagar Jawa
8 Bambusa horsfieldii Munro Bambu embong Jawa
9 Bambusa multiplex Raeusch pring cendani, awi krisik Jawa
10 Bambusa polymorpha Munro - Jawa
11 Bambusa spinosa Bl bambu duri kecil Jawa
12 Bambusa tulda Munro - Jawa
13 Bambusa vulgaris Schard trieng gading, pring ampel, tiing ampel, tahaki, bambu tutul Jawa, Bali, Sumatera, Sulawesi,Maluku
14 Dendrocalamus asper Backer oloh otong,betong,pring petung,tiing petung Sumatera,Kal,Jabar,Sul
15 Dendrocalamus giganteus Bambu sembilang Jawa
16 Dendrocalamus strictus (Roxb).Nees Bambu batu,pring peting Jawa
17 Dinochloa scandens U.K pring kadalan, cangkoreh Jawa
18 Gigantochloa apus Kurz awi tali,pring apus, tiing tali, pereng tale Jawa,Madura,
Bali
19 Gigantochloa atter (Harsk) Kurs ex Munro Bambu ater,bambu hitam,pring wulung Jawa
20 Gigantochloa hasskarliana Backer Awi lengka tali Jawa
21 Gigantochloa kurzii Gambel Bambu ulet Jawa
22 Gigantochloa nigrociliata Kurz Awi lengka Jawa
23 Gigantochloa verticillata Munro Awi andong, pring surat Jawa
24 Melocanna humulis Kurz Bambu wulu, bulu Jawa
25 Melocanna baccifera (Roxb).Kurz - Jawa
26 Nastus elegantissimus (Hassk) Holtt Bambu eul-eul Jawa
27 Oxytenanthera nigrocilliata Munro Bambu watu,benel Jawa
28 Phyllostachys aurea A.&C.Riviera Bambu uncue Jawa
29 Scizostachyum blumei Nees Bambu tamiang, awi bunar, pring wuluh, hamia, utelauit Sum, Jawa,Kal,NTB
30 Schizostachyum brachycladium Kurz buluh nehe,awi buluh,utewanat,tomula Sum,Jawa,Mal,
Sul
31 Schizostachyum caudatum Backer buluh bungkok Sumatera
32 Schizostachyum lima (Blanco) Merr Bambu toi Sul, Mal, Irian
33 Schizostachyum longispiculatum Kurz bambu jalur Jawa,Sum,Kal
34 Schizostachyum zollingeri Kurz buluh jalar,awi cakeutreuk Sum, Jawa
35 Thysostachys siamensis Gamble - Jawa
Sumber : Hildebrand, 1954; Sulthoni, 1983.
Di antara yang sudah diidentifikasi , menurut Hildebrand, 1954 kira-kira 13 species yang paling banyak diusahakan di Indonesia yaitu:
1. Bambusa arundinacea (Retz) Willd
2. Bambusa bamboos Backer
3. Bambusa blumeana Bl.ex. Schult.f.
4. Bambusa glaucescens (Willd) Sieb.ex.Munro
5. Bambusa horsfieldii Munro
6. Bambusa multiplex Raeusch
7. Bambusa vulgaris Schard
8. Dendrocalamus asper Backer
9. Dendrocalamus strictus (Roxb).Nees
10. Gigantochloa apus Kurz
11. Gigantochloa atter (Harsk) Kurs ex Munro
12. Gigantochloa nigrociliata Kurz
13. Scizostachyum blumei Nees
E. PENGOLAHAN BATANG BAMBU
1. Pengeringan:
* Tradisional : Dengan Sinar Matahari
* Modern : Dengan alat pengering
2. Pengawetan :
*Tradisional :
Perendaman - Air Mengalir
- Air Menggenang
* Modern /Dengan Bahan Pengawet
- Metode Pelaburan
- Metode Perendaman
- Metode tekan
- Metode vacum tekan
-Metode Bouchery-Morisco
3. Pewarnaan
- Pemutihan : Perhidrol
- Pewarna Sintetis: basis, naphtol
- Pewarna Alami : jambal , tegeran, kayu mahoni ,dll
4. Peralatan Pengolah Bambu
- Alat Pemotong : Parang, gergaji potong, circular saw.
- Alat Pembelah : Besi bintang, mesin belah
- Alat Irat : Pisau irat, mesin irat
- Alat Penyama Lebar Iratan
- Alat Penyama Tebal Iratan
- Alat Pelidian : Pisau raut, mesin raut
- Alat Pelubang Batang
- Mesin Bubut :
-Alat Pengering : Oven
-Alat Tenun Bukan Mesin
F. Beberapa Hasil Kerajinan Anyaman Bambu dari Moyudan Sleman
G. Contoh Penggunaan Produk Kerajinan Anyaman Bambu
H. Penutup
Berbagai gambaran mengenai bambu di Indonesia dapat dilihat bagaimana keberadaan bambu saat ini
• Dahulu beberadaan bambu dianggap penting tapi inferior
Sejak lahir sampai mati
– Welat/sembilu Untuk Pemotongan tali pusat; geridan saat bayi belajar berjalan; mainan egrang
– Membangun rumah : reng, usuk, dinding, lantai; tiang ; pagar; tangga, dll
– Peralatan Rumah Tangga : irus, siwur; tambir, tampah; bakul nasi; kursi, meja, almari; dipan; dll
– Konstruksi rumah dan jembatan, perahu
– Saat mati : keranda
• Saat Pembentukan kampung-kampung di Yogyakarta :
Seruan Sri Sultan HB I
– Bambu sebagai tanaman wajib
– Bambu sebagai penerapan agroforestry
– Bambu sebagai arsitektur lanscap
• Saat Krisis Ekonomi
– Industri yang tahan krisis : berbasis pada sumber daya alam setempat; ketrampilan & seni turun temurun
– Benda seni yang dibeli karena keindahannya
• Permasalahan Bambu Saat ini sebagai Sumber Daya Alam :
– Jenis yg pertama dipinggirkan
– Belum / tidak ada usaha budidaya
– Hanya sebagai hasil hutan ikutan
– Peneliti masih terbatas
• Keunggulan Bambu Untuk Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
- Relatif mudah diperoleh
- Banyak Jenisnya
- Tersedia sepanjang tahun
- Murah Harganya
- Mudah dikerjakan (mudah dibelah, dibengkokkan, dipotong, dianyam, diirat)
• Keunggulan Bambu dari Segi Ekologis :
- Membentuk iklim mikro
- Membentuk agregat tanah penahan longsor dan erosi
- Menguraikan tanah menjadi gembur
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus.1984. The Philippines Recommends for Bamboo. Philippine Council For Agriculture and Resources Research and Development. Los Banos, Laguna (PCARRD). Technical Bulletine Series No. 53.
Anonimus, 2005. Profil Usaha Kecil dan Menegah Tidak Berbadan Hukum Indonesia Tahun 2004. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Anonimus, 2005. Profil Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga Tahun 2004. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Anonimus, 2006. Pembinaan dan Pengembangan IKM Kerajinan. Direktorat Jendral Industri kecil dan Menengah. Jakarta.
Anonimus, 2005.Pendataan Potensi Industri Dagang Kecil dan Menengah tahun 2004 di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, DIY.
Hildebrand,F.H. 1954. Catatan Tentang Bambu di Jawa. Laporan Balai Penyelidikan Kehutanan No.66. Bogor.
Kaseno,S. 1965. Gigantochloa apus Kurz (bambu apus). Penyelidikan Mengenai Pengaruh Umur Terhadap Sifat-sifat Fisis,Morphologis, dan kimia.
K. Heyne, 1987. Tumbuhan berguna Indonesia vol I – IV, cetakan I. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Penerbit Yayasan Sarana Warna Jaya, Jakarta
Lessard,G and A. Chouinard.1980. Proceeding of A Workshop Held In Singapore 28 - 30 May 1980. Organized By The International Union of Forestry Research Organizations.
Morisco. 1999. Rekayasa Bambu. Nafiri Offset. Yogyakarta.
Morisco, F. Mardjono dan T.A. Prayitno. 2005. Pembuatan Balok Laminasi Kualitas Tinggi Bambu. Laporan Hibah Bersaing.UGM. Yogyakarta.
Prayitno,T.A. 2005. Pidato Dies Natalis ke 42 Fakultas Kehutanan. UGM . Yogyakarta.
Pulle,A.A.1952. Compendium Van De Terminologie Nomenclature En Systematiek Der Zaadplanten.3.De Druk N.V.A. Oosthoe’s-Mastchappij.Utrecht.
Sulthoni,A. 1983. Petunjuk Ilmiah Pengawetan Bambu Tradisionil Dengan Perendaman Dalam Air. International Development Research Center Ottawa. Canada
Widiastuti, Retno. 1988. Pengaruh Beberapa Faktor Lingkungan Terhadap Riap Tinggi Rebung Gigantochloea apus Kurz. Studi Kasus di DIY. Problema Kehutanan. Fakultas Kehutanan.UGM. Yogyakarta.
Widiastuti, R. 2001. Peralatan dan Pengolahan Serat Alam Non Tekstil. Makalah pada training programme on Production Process of Non Textile Natural Fiber for Small and Medium Scale Weaving and Knitting Industries. Kerjasama BBKB dan JICA.
Widiastuti, R. 2002. Bambu Sebagai Bahan Baku Kerajinan .Makalah pada Sarasehan” The Art of Bamboo”,2002 di Univ. Kristen Duta Wacana Yogyakarta
Widiastuti, R. 2012.(A) Mendedah Industri Kerajinan Berbasis Serat Alam Non Tekstil. Disertasi. Program Studi Ilmu Kehutanan UGM.
Widiastuti,R.2012.(B) Pemanfaatan Bambu Sebagai Bahan Baku Produk KerajinanMakalah Disampaikan pada Forum Pengembangan Produk-produk Bambu Nasional Selasa 19 Juni 2012.Di Ruang Rapat Hotel Sahira Bogor, Diselenggarakan oleh :Direktorat Jenderal Kerjasama Industri Internasional Kementerian Perindustrian R.I
Widiastuti,R.2012(C) Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Bambu Untuk Produk Kerajinan. Makalah Disampaikan pada Temu Usaha Dalam Rangka Perayaan Bambu se Dunia Di Kawasan Mandala Borobudur 18 September 2012. Diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan R.I
http://downloads.ziddu.com/download/23749971/Makalah-bambu-Bondowoso-2014.doc.html
Read more.....
Langganan:
Postingan (Atom)