Jumat, 14 Januari 2011

AGRIBISNIS TAPE SINGKONG DI KABUPATEN BONDOWOSO

Agroindustri merupakan industri yang mengolah bahan hasil pertanian menjadi produk-produk yang mempunyai nilai tambah. Salah satu sifat bahan pertanian adalah kamba (voluminous). Sifat ini menjadikan komoditi pertanian akan mengalami penyusutan baik volume maupun berat setelah mengalami pengolahan. Dengan sifat inilah dapat dipastikan setiap pengolahan komoditi pertanian akan menghasilkan limbah, baik berupa limbah padat maupun limbah cair.download file selengkapnya click here
Ubi kayu / singkong / ketela pohon atau dalam Bahasa Inggris disebut sebagai
cassava, merupakan salah satu komoditi pertanian yang cukup banyak dijumpai di daerah Kabupaten Bondowoso. Di daerah tersebut terdapat sentra industri tape singkong yang dapat menghasilkan beberapa kwintal setiap harinya untuk didistribusikan ke beberapa wilayah di Jawa Timur. Menurut data dari Dinas Pertanian Kabupaten Bondowoso tahun 2001, kabupaten ini menghasilkan ubi kayu sebanyak 162.633 ton sehingga ubikayu ini menduduki peringkat kedua terbesar setelah padi.












Gambar 1. Sentra ubi kayu di Indonesia

Ubi kayu merupakan salah satu komoditi pertanian yang mempunyai sifat kamba. Pengolahan ubi kayu dalam suatu agroindustri dapat menghasilkan produk seperti tapioka, gaplek, keripik, tape singkong serta sirup hasil hidrolisis pati seperti sirup glukosa, sirup maltosa dan sirup fruktosa, disamping tentu saja menghasilkan limbah baik berupa limbah padat ataupun limbah cair. Limbah ini sering kali menimbulkan masalah lingkungan, oleh karena itu diperlukan suatu langkah-langkah yang dapat meminimalisasi limbah yang dihasilkan oleh industri yang mengolah produk ubi kayu ini. Pada makalah ini akan memfokuskan pada industri pengolahan ubikayu menjadi tape singkong yang berada di Kabupaten Bondowoso.
Tindakan pengelolaan lingkungan dalam sistem pengelolaan lingkungan (environment protection agency) diprioritaskan pada usaha pengurangan limbah pada sumbernya. Tindakan minimasi limbah pada sumbernya lebih ditekankan pada bidang manajerial. Pendekatan ini memunculkan konsep produksi bersih.
Produksi bersih merupakan suatu pendekatan yang mengarah kepada peningkatan efisiensi proses produksi, penggunaan teknik-teknik daur ulang dan pakai ulang, kemungkinan substitusi bahan baku dengan yang lebih ekonomis dan tidak berbahaya serta perbaikan sistem operasi dan prosedur kerja. Tujuan dari produksi bersih adalah untuk mengurangi tingkat emisi yang mencemari serta mengurangi produksi limbah dengan meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku dan energi serta meningkatkan kualitas produk.
Keuntungan dari penerapan produksi bersih bagi perusahaan antara lain adalah Pengurangan biaya operasi pengolahan dan pembuangan limbah, Peningkatan mutu produk, Penghematan bahan baku, Peningkatan keselamatan kerja, Perbaikan kesehatan umum dan lingkungan hidup, dan Penilaian positif dari konsumen. Pada akhirnya penerapan produksi bersih akan meningkatkan daya saing produk di pasar global sehingga meningkatkan meningkatkan pendapatan perusahaan.

B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah menerapkan produksi bersih di industri tape singkong milik rakyat, khususnya didaerah Kabupaten Bondowoso serta untuk mendapatkan alternatif penerapan produksi bersih yang mampu meningkatkan efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan.

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah dan Lingkup Usaha
Industri tape singkong yang dikunjungi untuk penulisan makalah ini adalah industri milik Bapak Haji Saman dengan merek dagang yang digunakan “Tape Manis Handayani 82” yang berada di daerah Kabupaten Bondowoso yang beroperasi sejak duapuluh tahun yang lalu dan bergerak di bidang agroindustri yang mengolah hasil pertanian yaitu singkong menjadi tape singkong. Lingkup usaha industri ini masih tergolong kecil karena masih menggunakan teknologi sederhana dengan kapasitas produksi hanya mengolah singkong sebanyak 4 kwintal per hari.
Bahan baku utama yaitu singkong / ubi kayu yang diperoleh dari daerah Bondowoso dan sekitarnya. Proses produksi terdiri dari tiga proses utama yaitu pengupasan, pengecilan ukuran dan pencucian, serta perebusan / pengukusan dan peragian. Tidak ada mesin yang digunakan pada industri ini semuanya menggunakan tenaga manusia, selain hanya menggunakan kompor pemanas untuk melakukan tahap perebusan. Sarana yang digunakan dalam proses produksi antara lain air bersih yang berasal dari sumur bor dan listrik dari PLN.
Setiap harinya industri ini mampu menjual 3,2 kwintal tape singkong yang telah dikemas ke dalam besek (anyaman bambu) dengan harga Rp 1.000,-/kg. Tape singkong yang sudah jadi dijual ke wilayah Bondowoso dan sekitarnya, bahkan hampir ke seluruh Jawa Timur. Lamanya masa matang dari tiap-tiap tape singkong berbeda-beda, biasanya disesuaikan dengan kebutuhan. Jika tape singkong akan didistribusikan ke wilayah yang agak jauh, maka tape singkong dibuat semakin lama untuk matang.
Untuk memperoleh tape singkong yang berkualitas baik, industri ini hanya menggunakan ubikayu manis, yaitu ubi kayu yang berwarna kuning dan rasanya cukup manis karena kandungan HCN dalam ubi kayu tersebut rendah. Ubi kayu pahit yang biasanya terangkut bersama ubikayu manis tidak digunakan, karena akan mengurangi kualitas dari tape singkong yang akan dihasilkan. Limbah yang dihasilkan industri ini adalah limbah cair yaitu air sisa endapan dan limbah padat yaitu kulit luar singkong.

Read more.....

Agribisnis Kulit dan Gelatin

Sampai saat ini Indonesia masih mengimpor gelatin. Setiap tahunnya kebutuhan Indonesia akan gelatin untuk bidang pangan dan nonpangan meningkat. Pada tahun 2000 permintaan gelatin sebesar 3.418.383 kg meningkat menjadi 4.291.579 kg pada tahun 2001 (BPS, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa industri gelatin merupakan agroindutri potensial untuk (download file lengkap click here)dikembangkan di Indonesia. Dalam bidang pangan gelatin digunakan sebagai bahan untuk meningkatkan elastisitas, konsistensi, pembentukan gel (gelling agents),
pembentukan busa (foaming), protective colloid, emulsifier, microencapsulation, penjernih (clarifying) jus buah, pembentukan tekstur (texturizing) & pengembang dan stabilitas produk pangan (stabilizer), sedangkan dalam bidang nonpangan gelatin digunakan sebagai bahan perekat (adhesive), pada industri farmasi sebagai hard & soft capsules dan pelapis film (film forming) untuk fotografi (Montero & Gomez-Guillen, 2000).
Gelatin secara industri diperoleh dari kolagen kulit dan tulang hewan. Tulang sapi yang merupakan limbah industri pengalengan daging sapi adalah bahan baku potensial pembuatan gelatin. Selain jumlahnya yang berlimpah di Indonesia, tulang sapi merupakan bahan baku gelatin yang halal. Bahan baku lain untuk industri gelatin adalah tulang babi, kulit ikan cucut, tulang domba, kulit split dan kulit sapi trimming. Semua bahan baku untuk memproduksi gelatin dapat diperoleh di Indonesia dengan harga yang terjangkau dan status kehalalan yang
Read more.....

Rabu, 12 Januari 2011

Peningkatan perekonomian Masyarakat Kabupaten Bondowoso melalui Penanganan Pasca Panen Produk Ubi kayu dan Pengolahannya menjadi Tepung Tapioka

Kabupaten Bondowoso merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dari agraris. Tingkat perekonomian di kabupaten ini masih tergolong rendah, disamping karena sumber daya manusia (SDM) yang kurang memadai juga disebabkan letak geografis kabupaten ini yang kurang mendukung untuk sektor (downloadfile selengkapnya click here)pertanian tanaman pangan.
Namun sebagai manusia yang diberi kemampuan untuk berpikir, kita tidak boleh pasrah dengan keadaan seperti ini. Peningkatan perekonomian suatu masyarakat dapat ditempuh dengan meningkatkan usaha penanganan pasca panen hasil pertanian, walaupun secara geografis letak suatu wilayah menghasilkan produk pertanian yang dianggap kurang baik. Seperti halnya di Kabupaten Bondowoso, peningkatan ekonomi masyarakatnya dapat ditempuh dengan penanganan pasca panen yang lebih baik serta diversifikasi produk pertanian yang berlimpah di daerah tersebut.
Penanganan pasca panen hasil pertanian memiliki peranan yang sangat penting, karena sifat dari produk-produk pertanian itu sendiri yang mudah rusak, musiman, kamba (voluminous), tersebar atau terpusat di suatu wilayah, dan harga yang berfluktuasi sangat tinggi. Dengan pengolahan hasil pertanian menggunakan teknologi yang tepat diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama para petani.
Ubi kayu / singkong / ketela pohon atau dalam Bahasa Inggris disebut sebagai cassava, merupakan salah satu komoditi pertanian yang cukup banyak dijumpai di Kabupaten Bondowoso. Ubi kayu merupakan salah satu komoditi pertanian yang mempunyai sifat kamba. Pengolahan ubi kayu dalam suatu agroindustri dapat menghasilkan produk seperti tapioka, gaplek, keripik, serta sirup hasil hidrolisis pati seperti sirup glukosa, sirup maltosa dan sirup fruktosa.
Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu pengolahan produk ubi kayu menjadi produk lain yang mempunyai nilai tambah yang tinggi menggunakan teknologi yang tepat guna, sehingga dapat meningkatkan taraf perekonomian masyarakat Kabupaten Bondowoso pada umumnya, serta para petani ubi kayu pada khususnya.

Read more.....

PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT KABUPATEN BONDOWOSO

Kabupaten Bondowoso merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dari agraris. Tingkat perekonomian di kabupaten ini masih tergolong rendah, disamping karena sumber daya manusia (SDM) (DOWNLOAD FILE CLICK HERE)yang kurang memadai juga disebabkan letak geografis kabupaten ini yang kurang mendukung untuk sektor pertanian tanaman pangan. Namun
sebagai manusia yang diberi kemampuan untuk berpikir, kita tidak boleh pasrah dengan keadaan seperti ini. Peningkatan perekonomian suatu masyarakat dapat ditempuh dengan meningkatkan usaha penanganan pasca panen hasil pertanian, walaupun secara geografis letak suatu wilayah menghasilkan produk pertanian yang dianggap kurang baik. Seperti halnya di Kabupaten Bondowoso, peningkatan ekonomi masyarakatnya dapat ditempuh dengan penanganan pasca panen yang lebih baik serta diversifikasi produk pertanian yang berlimpah di daerah tersebut.
Penanganan pasca panen hasil pertanian memiliki peranan yang sangat penting, karena sifat dari produk-produk pertanian itu sendiri yang mudah rusak, musiman, kamba (voluminous), tersebar atau terpusat di suatu wilayah, dan harga yang berfluktuasi sangat tinggi. Dengan pengolahan hasil pertanian menggunakan teknologi yang tepat diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama para petani.
Read more.....

AGRIBISNIS PENGOLAHAN KOPI

Indonesia merupakan negara yang terkenal akan sumber daya alam yang melimpah. Salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan potensial untuk mendatangkan devisa adalah sumber daya alam pertanian. Sumber daya alam pertanian yang melimpah memposisikan Indonesia sebagai negara agraris yang diperhitungkan dalam perdagangan komoditas pertanian (DOWNLOAD FILE CLICK HERE) karena memiliki
nilai ekspor yang cukup tinggi.
Salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekspor yang cukup tinggi adalah hasil laut dan hasil perkebunan. Hasil perkebunan yang menonjol adalah komoditas kopi. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik nilai ekspor komoditas kopi menempati posisi ke-2 setelah komoditas udang segar (Tabel 1).
Tabel 1. Nilai ekspor hasil pertanian (juta dollar US)
Hasil Pertanian 1995 1996 1997 1998 1999 2000 Rata-Rata
Udang Segar 1031.6 1015.7 1007.9 1007.2 887.6 1003.3 992.2
Kopi 595.6 588.8 503.5 578.9 458.3 311.8 506.2
Ikan 371.6 375.4 381.4 357.5 441.1 364.2 381.9
Coklat 224.5 263.0 295.1 382.6 296.7 235.7 282.9
Rempah-Rempah 214.4 157.7 234.6 277.6 273.4 314.3 245.3
Teh 85.5 109.3 84.6 108.3 92.1 108.1 97.9
Sumber: BPS, 2000 (diolah)
Berdasarkan Tabel 1 terlihat jumlah nilai ekspor kopi dari tahun 1995 sampai 2000 cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena permintaan kopi lebih banyak kepada tiga negara pengekspor utama kopi, yaitu Brazil, Kolombia dan Vietnam seperti pada tabel 2 di bawah.
Tabel 2. Ekspor negara-negara pengekspor utama kopi dunia tahun 1997-2002 (dalam ribuan karung)
Negara Eksportir 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Brazil 28.000 23.500 35.600 30.800 34.100 33.700
Kolombia 10.779 12.043 10.868 9.512 11.500 11.400
Vietnam 5.750 7.000 7.500 11.010 13.333 12.500
Indonesia 7.900 7.000 6.950 6.660 6.495 6.280
Meksiko 5.300 4.950 5.010 6.193 5.300 5.500
India 3.417 3.805 4.415 4.870 5.020 5.425
Lainnya 42.642 39.115 38.089 44.678 41.253 42.943
DUNIA 103.778 97.413 108.432 113.723 117.001 117.739
Sumber: Horticultural and Product Divisions, FAS/USDA, Juni 2001

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh International Coffee Organization (ICO), menunjukkan bahwa produksi kopi dunia selama tahun 1998 s.d. 2001 mengalami peningkatan cukup signifikan dan melampaui tingkat konsumsi dunia. Kondisi seperti ini menyebabkan kelebihan pasokan (over supply) lebih dari 40% dari kebutuhan pasar. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebabnya adalah produksi kopi Brazil stabil pada tingkat yang tinggi; terjadinya peningkatan produksi kopi yang tajam di Vietnam; peningkatan produksi pada beberapa produsen utama seperti Meksiko, India, Guatemala, Pantai Gading dan Ethiopia, serta stabilnya tingkat produksi kopi di Indonesia dan Kolombia.
Brazil sebagai produsen utama kopi dunia, produksinya stabil diatas 31 juta karung per tahun selama 3 (tiga) tahun terakhir, sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya produksinya selalu berfluktuasi dan terendah mencapai sekitar 16 juta karung. Kondisi yang serupa juga terjadi di Indonesia (berkisar antara 5,8 juta-8,5 juta karung) dan Kolumbia relatif stabil pada tingkat yang cukup tinggi pada kisaran 9,3-12,9 juta karung. Vietnam sebagai negara produsen kopi baru menunjukkan perkembangan produksi kopi hampir 3 kali lipat selama 5 tahun terakhir.
Kondisi ini diperkirakan masih akan terus berlanjut sepanjang tidak adanya perubahan iklim yang berarti. Sebagaimana digambarkan melalui data FAO/ICO bahwa pada periode lima tahun kedepan (1993-1995 sampai dengan 2005) perkembangan supply dan demand dunia adalah peningkatan produksi, konsumsi, ekspor dan impor berturut-turut sebesar 2,7%, 1,65%, 3,4% dan 2,4%. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut di atas, hanya negara-negara produsen kopi yang memiliki kemampuan daya saing tinggi dalam menciptakan harga, kualitas, citarasa, ragam produk serta kontinuitas supply yang kompetitif yang akan bertahan. Untuk dapat memenuhi tuntutan tersebut, selain usaha dari industri kopi diperlukan juga dukungan dari pemerintah.
Proses pengolahan buah kopi menjadi biji kopi di Indonesia dilakukan dengan cara basah dan cara kering. Kopi yang diusahakan oleh rakyat setelah panen banyak diolah dengan menggunakan cara kering karena metode ini lebih sederhana dan murah, namun biji kopi yang didapatkan mempunyai rendemen kecil dan mutu yang rendah, sedangkan perkebunan-perkebunan besar kopi menggunakan metode pengolahan basah dalam penanganan pasca panennya.
Optimalisasi potensi kopi Indonesia dapat dilakukan dengan melaksanakan intensifikasi produksi dan efisiensi pengolahan serta perbaikan
Read more.....

Sabtu, 01 Januari 2011

KELAYAKAN EKONOMIS USAHA PEMBIBITAN MELON (Cucumis melo L.)

I. Latar Belakang
Tidak ada suatu negara di dunia ini yang mengenyampingkan sektor pertanian dalam membangun pertumbuhan perekonomian dalam negaranya. Sebab produk dari komoditi-komoditi pertanian sangat dan teramat diperlukan dan dibutuhkan oleh penduduknya dari berbagai kalangan. Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan PDB, perolehan devisa, penyediaan pangan dan bahan baku (download file, click here) industri, pengentasan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat Sektor pertanian memegang peran yang strategis dalam
pembangunan perekonomian nasional, dan bahkan dalam mengatasi krisis ekonomi yang pernah terjadi di Negara kita, sektor Pertanian diharapkan untuk berperan di garis terdepan. Sehingga peran yang strategis ini menjadikan sektor pertanian patut menjadi sektor andalan dan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi.
Secara umum, sektor pertanian dinilai telah berhasil melaksanakan perannya, seperti menghasilkan bahan pangan bagi penduduk, menciptakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta menyediakan input bagi sektor industri.
Permintaan Melon (Cucumis melo L.) di pasar domestik dan ekspor terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi buah manggis adalah kandungan gizinya. Berdasarkan penelitian, pada setiap 100 gram berat melon yang dapat dimakan, terdapat kandungan Vitamin C sebesar 34,0 mg (Wirakusumah 1995, dalam Final Prajnanta 1999) yang berguna bagi tubuh. Dan bahkan saat ini melon sering digunakan sebagai buah untuk terapi kesehatan. Hal ini disebabkan melon berkhasiat dalam membantu sistem pembuangan, mencegah penggumpalan darah, menurunkan resiko stroke dan penyakit jantung, serta anti kanker.
Produksi melon Indonesia tahun dan perkembangan ekspor buah melon disajikan dalam tebel berikut.
Tabel 1. Produksi Buah-Buahan di Indonesia Tahun 1998.
NO. KOMODITAS PRODUKSI (Ton) %
1. Pisang 3.176.749 51,95
2. Mangga 600.059 9,81
3. Jeruk 490.937 8,03
4. Pepaya 489.948 8,01
5. Nangka 353.981 5,79
6. Salak 353.249 5,78
7. Nanas 326.956 5,35
8. Rambutan 277.879 4,54
9. Melon 44.937 0,74
J U M L A H 6.114.695 Ton
Sumber: Biro Pusat Statistik, 1998.

Tabel 2. Perkembangan Ekspor Buah Melon Indonesia Tahun 1993-1997.
NO. TAHUN EKSPOR
VOLUME (Kg) NILAI US$
1. 1993 1.074.040 1.120.433
2. 1994 2.687.408 2.484.246
3. 1995 3.283.847 2.688.666
4. 1996 1.445.588 1.523.770
5. 1997 2.808.221 2.586.016
Sumber: Pusat Promosi dan Informasi Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1998.
Untuk meningkatkan produksi, dibutuhkan teknologi yang mampu untuk menghasilkan mutu produk yang berdaya saing di pasaran. Suatu usaha juga membutuhkan investasi yang akan menunjang keberlangsungan usaha tersebut. Hal ini pada umumnya memerlukan dana yang besar untuk investasi. Dalam jangka panjang diperlukan suatu analisis untuk mengetahui layak tidaknya suatu usaha tersebut.

II. Kerangka Pikir
Tanaman melon asal-usulnya berasal dari Daerah Mediterania yang merupakan perbatasan antara Asia Barat dengan Eropa dan Afrika. Kemudian tanaman melon ini menyebar secara luas ke Timur Tengah dan merambah ke Eropa (Belanda, Dermark, dan Jerman). Pada abad ke-14 mulai di tanam di Amerika khususnya di California, Colorado, dan Texas.
Pada akhirnya tanaman melon mulai menyebar ke segala penjuru dunia, terutama di Daerah Sub-Tropis dan Tropis, yaitu mulai dari Jepang, China, Taiwan, Korea, Australia, dan hingga kini berkembang di Indonesia.
Di Indonesia, Buah melon beberapa waktu yang lalu sudah sempat mulai memasyarakat, seperti halnya buah Semangka Non-Biji, Apel, Anggur, dan jenis buah lainnya. Dan bahkan masyarakat banyak yang mulai menyukai melon.
Tanaman melon lebih cocok tumbuh di dataran menengah yang suhunya agak dingin, namun tanaman ini masih toleran pada kisaran suhu 25°C – 30°C, dengan curah hujan antara 2.000-3.000 mm/tahun. Sedangkan ketinggian tempat yang optimal untuk budidayanya adalah 200-900 m dpl (diatas permukaan laut), dan masih toleran pada 0-100 m dpl.
Saat ini melon tidak hanya dikonsumsi langsung sebagai buah segar saja. Selain dihidangkan dalam bentuk “jus melon”, juga dikemas dalam produk makanan maupun minuman, seperti permen dan sirup. Bahkan di toko-toko sekarang sudah banyak dijual sabun kecantikan dengan aroma khas melon.
Pada Tahun 1980-an, Peraturan Pemerintah membatasi peredaran buah impor di Indonesia. Hal ini menyebabkan Pengusaha-pengusaha Agribisnis membudidayakan buah melon di Indonesia. Dan mulai dikembangkan di Indonesia pada Tahun 1980-an di Daerah Cisarua-Bogor dan Kalianda-Lampung Selatan oleh PT. Jaka Utama Lampung.
Kendalanya, saat ini Buah Melon yang dibudidayakan oleh petani kita malah kalah bersaing dengan buah melon impor. Masyarakat kebanyakan malah membeli dan memilih buah melon impor. Selain harga relatif lebih murah dan kualitasnya juga lebih baik dari hasil panen masyarakat petani kita.
Dengan adanya pasar bebas, banyak petani yang merasa dirugikan. Sebab dengan keadaan dan kondisi yang tidak siap bagi petani, maka bukan hal yang tidak mungkin buah melon produk Petani Indonesia tidak dapat dipertahankan lagi keberadaannya.
Konsekuensi bagi Negara Indonesia dalam menghadapi pasar bebas, khususnya bagi masyarakat petaninya, maka produk-produk Pertanian dari Negara Indonesia harus meningkatkan dan mempunyai daya saing yang tinggi. Untuk mengantisipasi kelayakan usaha tani melon, maka dalam kajian ini diperlukan suatu analisis kelayakan usaha, dalam hal ini untuk mengetahui kelayakan ekonomis usaha pembibitan melon skala komersial.

III. Metode Analisis Data
Dalam kajian ini analisis data menggunakan metode pendekatan evaluasi proyek dipadukan dengan metode deskriptif. Untuk menguji menguji kelayakan finansial usaha tani melon dengan menggunakan kriteria yang dipakai dalam analisis finansial yaitu NPV (Net Preent Value), IRR (Internal Rate of Return), B/C Ratio (Benefit Cost Ratio), menurut Soetriono (2006).
1. Untuk menghitung NPV.
NPV =
Di mana:
NPV = Net Present Value atau Nilai Bersih Sekarang
Ct = Cost Total atau Biaya Finansial pada Tahun t (Rp)
Bt = Benefit Total atau Penerimaan pada Tahun t (Rp)
n = Waktu atau Jangka Usia Ekonomis (Th)
i = Tingkat Suku Bunga (%)
t = Tahun ke t
Kriteria Pengambila Keputusan:
NPV < 0, maka investasi pada usaha tani melon tidak layak
NPV = 0, maka investasi pada usaha tani melon impas
NPV > 0, maka investasi pada usaha tani melon layak
2. Untuk menghitung IRR:
IRR =
Di mana:
IRR = Internal Rate of Return
itr = Bunga Modal yang Rendah
= Selisih Bunga Modal Tertinggi dan Terendah
NPVitr = Perhitungan NPV dengan Tingkat Bunga Terendah
NPVitt = Perhitungan NPV dengan Tingkat Bunga Tertinggi

3. Untuk Menghitung B/C Ratio:
Net B/C = , untuk Bt-Ct < 0

Keterangan:
B = Manfaat atau benefit
C = Biaya atau cost
Bt = Manfaat pada waktu ke n
i = Tingkat bunga
n = Waktu ke n
t = Waktu
Kriteria pengambilan keputusan:
B/C < 1, maka investasi pada usaha tani melon tdk menguntungkan atau tidak layak.
B/C = 1, maka investasi pada usaha tani melon impas.
B/C > 1, maka investasi pada usaha tani melon menguntungkan atau layak.
Untuk menghitung Payback Period menggunakan formulasi rumus:
PP =
Di mana:
PP = Payback Period
It = Investasi pada Tahun ke t
Pt = Proceed pada Tahun ke t
IV. Hasil Analisis Data
KRITERIA KELAYAKAN NILAI
NPV DF 10% 3.518.844,66
IRR (%) 32%
B/C Ratio 1,75
PP (Tahun) 2,26

Nilai NPV 3.518.844,66 artinya selama umur ekonomis proyek 5 (lima) tahun usaha tani melon dapat menghasilkan keuntungan Rp. 3.518.844,66. Nilai ini menunjukkan bahwa usaha tani melon adalah layak untuk diusahakan, karena memiliki nilai NPV positif.
Nilai IRR 32% artinya tingkat suku bunga maksimum yang harus dibayar adalah 32% untuk penggunaan sumberdaya yang digunakan. Berarti usaha tani melon akan menguntungkan jika diusahakan pada tingkat suku bunga < 32%. Bila usaha tani melon dilakukan pada tingkat suku bunga > 32%, maka usaha tani melon akan mengalami kerugian.
Nilai B/C Ratio 1,75, berarti Rp. 1 yang dikeluarkan untuk usaha tani melon akan menghasilkan Rp. 1,75. Dengan demikian usaha tani melon layak untuk dilanjutkan atau dikembangkan, karena memiliki nilai B/C Ratio > 1.
Nilai PP 2,26 menandakan bahwasannya usaha tani melon yang dilakukan mempunyai waktu pengembalian modal untuk usaha yang dilakukan adalah 2,26 tahun dari umur ekonomis usaha.
Sumber:
Anik Suwandari. 2006. Materi Kuliah pada Program Studi Agribisnis Program Pasca Sarjana Universitas Jember.
Hendro Sunarjono. 1998. Prospek Berkebun Buah. PT. Penebar Swadaya. Bogor.
Final Prajnanta. 1999. Melon. PT. Penebar Swadaya. Bogor.
M. Zainul Arifin. 2001. Sekilas Tentang Melon. Tabloid Nalar Edisi XIV/Juli 2001.
Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK). 2005.
Read more.....

SKKNI Penyuluh Pertanian

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Liberalisasi ekonomi global (GATT, WTO, European Union, APEC, NAFTA, AFTA dan SAARC) menimbulkan tantangan peningkatan persaingan tenaga kerja di pasar kerja yang makin ketat, yang mendorong Indonesia lebih meningkatkan kemampuan profesional sumberdaya manusia di semua sektor pembangunan, termasuk sektor pertanian. Globalisasi pasar kerja akan diwarnai oleh persaingan kualitas dan profesionalisme tenaga kerja.(download file PDF Clic Here!) Dengan demikian pasar kerja ke depan akan lebih terspesialisasi pada bidang-bidang profesi dan kompetensi tertentu.

Di sisi lain, revitalisasi di bidang pertanian ditujukan untuk menjadikan pertanian sebagai tumpuan kekuatan perekonomian nasional. Selain itu, Revitalisasi Pertanian juga dimaksudkan untuk menciptakan lapangan kerja bagi penduduk perdesaan, serta mengurangi kemiskinan. Revitalisasi Pertanian dilaksanakan melalui pembangunan pertanian yang mengedepankan tumbuhnya usaha-usaha agribisnis, baik di hulu, on-farm, hilir maupun usaha jasa penunjang. Usaha hulu antara lain meliputi agroindustri benih, bibit, pupuk, pestisida nabati dan alat-alat mesin pertanian. Usaha on-farm meliputi produksi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Usaha hilir mencakup agroindustri pengolahan hasil, standarisasi, grading, pengemasan, transportasi dan pemasaran. Sedangkan usaha jasa penunjang meliputi perbankan, perkreditan, pergudangan, pendidikan, pelatihan, penyuluhan dan penelitian.
Penyuluhan pertanian sebagai bagian dari sistem pembangunan pertanian mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan sumberdaya manusia pertanian, khususnya pemberdayaan masyarakat tani yang berada di willayah pedesaan. Melalui kegiatan penyuluhan dikembangkan kemampuan dan kemandirian petani dan keluarganya, agar mampu mengelola usahataninya secara produktif, efektif dan efisien, sehingga mempunyai daya saing tinggi yang dicirikan dengan tingginya produktivitas, mutu dan efisiensi usaha. Mengingat pentingnya peranan dan efektivitas penyuluhan pertanian, implementasi program-program tersebut melibatkan Penyuluh Pertanian yang akan bertindak sebagai pendamping petani dan pelaku agribisnis lainnya yang menjadi sasaran program tersebut.
Penyuluh Pertanian adalah salah satu komponen esensial dalam suatu system Penyuluhan Pertanian. Fungsi dan peran Penyuluh Pertanian dalam system penyuluhan pertanian, yaitu: (1) memfasilitasi proses pemberdayaan pelaku utama dan pelaku usaha, (2) mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi, dan sumberdaya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya, (3) meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha, (4) membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik dan berkelanjutan, (5) membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha, (6) menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan, dan (7) melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan yang maju dan modern bagi pelaku utama dan pelaku usaha secara berkelanjutan. Untuk melaksanakan fungsi dan peran tersebut, menuntut adanya peningkatan kompetensi Penyuluh Pertanian untuk mewujudkan Penyuluh Pertanian yang profesional.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (UUSP3K) mengisyaratkan bahwa pekerjaan Penyuluh Pertanian merupakan profesi. Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2009 tentang Pembiayaan, Pembinaan, dan Pengawasan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan menyatakan bahwa setiap Penyuluh PNS yang telah mendapat sertifikat profesi sesuai dengan standar kompetensi kerja dan jenjang jabatan profesinya, diberikan tunjangan profesi Penyuluh. Dalam rangka mengimplementasikan semangat Undang Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut, diperlukan standar kompetensi yang mencerminkan keprofesian seorang Penyuluh Pertanian. Standar kompetensi tersebut dijabarkan dalam bentuk Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Penyuluh Pertanian.

B. Tujuan Penyusunan SKKNI
Penyusunan SKKNI Penyuluh Pertanian bertujuan untuk memberikan acuan baku tentang kriteria standar kompetensi kerja Penyuluh Pertanian bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam rangka mewujudkan Penyuluh Pertanian yang profesional. Secara spesifik, SKKNI Penyuluh Pertanian ditujukan untuk memberikan pedoman bagi :
1. Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Sebagai acuan dalam melakukan pengembangan program sertifikasi profesi Penyuluh Pertanian.
2. Lembaga Diklat Profesi (LDP) Sebagai acuan dalam melakukan pengembangan dan penyelenggaraan program diklat profesi Penyuluh Pertanian.
3. Tempat Uji Kompetensi (TUK), Sebagai acuan dalam menetapkan prosedur dan kriteria penilaian uji kompetensi.

C. Pengertian SKKNI
Berdasar arti dalam bahasa Indonesia, kata ”Standar” diartikan sebagai ukuran yang disepakati. Kata ”Kompetensi Kerja” mempunyai arti sebagai kemampuan kerja seseorang yang dapat terobservasi, serta mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja seseorang dalam menyelesaikan suatu fungsi dan tugas atau pekerjaan sesuai dengan persyaratan pekerjaan yang ditetapkan. Kata ”Nasional” mempunyai arti berlaku di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, dan kata ”Indonesia” mempunyai arti nama untuk negara kesatuan Republik Indonesia.
Sesuai PERMENAKERTRANS Nomor : PER. 21/MEN/X/2007 tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), dinyatakan bahwa SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dikaitkan dengan pembinaan, peningkatan dan pengembangan profesionalitas Penyuluh Pertanian di Indonesia, maka diperlukan adanya SKKNI Penyuluh Pertanian. Asosiasi profesi Penyuluh Pertanian, Lembaga Sertifikasi Profesi, dan Lembaga Diklat Profesi bersama-sama dengan pengguna (Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pelaku Utama dan Pelaku Usaha) melakukan kesepakatan untuk mengacu ada SKKNI Penyuluh Pertanian sebagai standar kompetensi yang dipergunakan untuk menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan, dan meningkatkan kompetensi Penyuluh Pertanian sesuai dengan kebutuhan program pembangunan pertanian.

D. Penggunaan SKKNI
SKKNI Penyuluh Pertanian antara lain digunakan sebagai acuan untuk:
1. Menyusun uraian pekerjaan Penyuluh Pertanian;
2. Menilai unjuk kerja Penyuluh Pertanian;
3. Melakukan sertifikasi profesi Penyuluh Pertanian;
4. Menyusun dan mengembangkan program Diklat dalam rangka pengembangan sumber daya manusia (SDM) Penyuluh Pertanian.
Dengan tersusunnya SKKNI Penyuluh Pertanian sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka:
1. Penyuluh Pertanian diharapkan mampu untuk:
1.1. Merencanakan kegiatan penyuluhan pertanian;
1.2. Melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian;
1.3. Melaksanakan evaluasi dan pelaporan;
1.4. Mengembangkan penyuluhan pertanian.
2. Lembaga diklat profesi diharapkan mampu untuk:
2.1. Menyelenggarakan program Diklat Penyuluh Pertanian;
2.2. Mengembangan program Diklat Penyuluh Pertanian.
3. Lembaga sertifikasi profesi diharapkan mampu untuk:
3.1. Menyelenggarakan sertifikasi kompetensi Penyuluh Pertanian;
3.2. Melaksanakan verifikasi Tempat Uji Kompetensi Penyuluh Pertanian.
E. Format Standar Kompetensi
Format Standar Kompetensi dituliskan ke dalam format unit kompetensi. Setiap format SKKNI ini terdiri dari daftar unit kompetensi. Dalam daftar unit kompetensi terdiri atas unit-unit kompetensi. Setiap unit kompetensi merupakan satu kesatuan yang utuh, terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut:

1. Kode Unit Kompetensi
Kode unit kompetensi mengacu kepada kodifikasi yang memuat sektor, sub sektor/bidang, kelompok unit kompetensi, nomor urut unit kompetensi dan versi, yaitu:
X X X . X X 0 0 . 0 0 0 . 0 0
( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 ) ( 5 )
Sektor/Bidang Lapangan Usaha: Untuk sektor (1) mengacu sebagaimana dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), diisi dengan singkatan 3 huruf kapital dari nama sektor/bidang lapangan usaha. Sub Sektor/Sub Bidang Lapangan Usaha : Untuk Sub Sektor/Sub Bidang Lapangan Usaha (2) mengacu sebagaimana dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), diisi dengan singkatan 2 huruf kapital dari Sub Sektor/Sub Bidang.
Kelompok Unit Kompetensi : Untuk kelompok kompetensi (3) diisi dengan 2 digit angka untuk masing-masing kelompok, yaitu :
01 : Kode kelompok kompetensi umum (general)
02 : Kode kelompok kompetensi inti (functional)
03 : Kode kelompok kompetensi khusus (spesific)
04 : Kode kelompok kompetensi pilihan (optional)
Nomor Urut Unit Kompetensi : Untuk nomor urut unit kompetensi (4), diisi dengan nomor urut unit kompetensi dengan menggunakan 3 digit angka, mulai dari angka 001, 002, 003 dan seterusnya pada masing-masing kelompok unit kompetensi. Nomor urut disusun dari yang terendah ke yang tertinggi, untuk menggambarkan bahwa tingkat kesulitan jenis pekerjaan pada unit kompetensi yang paling sederhana tanggung jawabnya ke jenis pekerjaan yang lebih besar tanggung jawabnya, atau dari pekerjaan yang paling mudah ke jenis pekerjaan yang lebih komplek. Dengan demikian, semakin besar nomor urut, maka semakin tinggi pengetahuan dan tanggung jawab yang dibutuhkan dalam unit kompetensi.
Read more.....